"Kamu itu habis ngapain sih, Ga? Sampai kacau begini?"
Ucapan serius yang keluar dari mulut Aris disertai tatapan khawatir pada sulungnya.
Malam ini dia dan Lila dibuat khawatir ketika Rafa tiba-tiba mengabarkan bahwa ada yang tidak beres dengan kondisi Saga. Tanpa peduli waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, mereka tetap pergi ke rumah sakit.
"Geser doang, Pa. Ini juga udah dibenerin sama suster."
Aris menghela napas panjang tak peduli dengar kicauan Saga. Pandangannya tertuju pada bekas luka di kepala belakang Saga yang sedang diberi tindakan karena beberapa saat lalu darah merembes membuat perbannya memerah.
Bukan hanya itu, infus Saga juga tidak mau menetes karena selang yang tertutup gumpalan darah. Bahkan darahnya cukup banyak tersedot, hampir memenuhi setengah panjang selang infusnya.
"Jahitannya aman ya, Pak. Tadi mungkin tertekan terlalu keras ketika Pak Saga berbaring jadinya darah merembes." terang perawat. "Saya minta izin untuk mengambil gambar ya, Pak? Untuk dikonsulkan kepada dokter Nova."
"Kenapa tidak dokter Adis saja?" tanya Saga.
Dengan sabar dan ramah perawat itu tetap tersenyum. "Ke dokter Adis juga, Pak. Tapi yang paling utama kepada dokter Nova, selaku dokter bedah penanggung jawab Anda."
"Boleh saya saja yang konsul sendiri?" tanya Saga.
"Suster, lanjutkan saja! Tidak usah dengarkan dia!" Aris buru-buru menyela sehingga membuat perawat tersenyum sambil mengangguk.
Melihat Saga yang baik-baik saja bahkan cenderung lebih sehat meski terjadi sedikit masalah pada jahitan dan infusnya membuat rasa khawatir Aris berubah menjadi jengah. Tak henti-hentinya anaknya ini membuat jantungnya berdebar.
"Maaf, Pak Saga, saya ganti infus baru di tangan sebelah kanan ya? Yang ini sudah tersumbat oleh gumpalan darah cukup banyak."
Tanpa keberatan Saga memberikan tangan kanannya. Wajahnya tetap tenang bahkan terlihat sumringah hingga memancing rasa penasaran yang lain. Terutama Rafa dan Lila yang langsung saling memandang. Sesuatu yang aneh, pasalnya Saga selalu merasa takut jika harus disuntik dan semacamnya.
Untung saja pembuluh darah di tangan Saga terlihat jelas sehingga tak butuh waktu lama bagi perawat untuk mengganti infus yang baru.
"Lo habis dapat nomor telepon perawat magang, Ga?" tanya Lila setelah perawat selesai mengganti perban dan infus Saga. "Girang bener kelihatannya."
Saga hanya senyum-senyum saja. Sengaja tak ingin menjawab untuk membuat adiknya penasaran.
"Tadi kenapa jahitan di kepalamu bisa berdarah begitu, Ga?"
"Saga juga nggak tahu, Pa. Lagian kenapa Papa bisa ke sini malam-malam begini? Saga nggak apa-apa."
"Gue yang panik tadi. Sore tadi lo minta ditinggal sendiri dengan wajah frustrasi lo itu. Ya meskipun sering nyebelin kan gue tetep nggak tega ninggalin sendiri. Makanya sebelum pulang gue minta tolong sama perawat untuk selalu ngabarin kalau ada apa-apa. Kebetulan pas gue telepon, perawat mengatakan kalau kepala lo pendarahan lagi. Gue pikir lo sedang frustrasi dan ada percobaan bunuh diri jadi gue buru-buru ke sini. Terus Papa sama Lila ikut." sahut Rafa.
"Bunuh diri? Astaga.. Hidup sekali dan seindah ini mana bisa gue tinggalin gitu aja dengan cara konyol." jawab Saga yang sudah mulai lihai bersikap jumawa.
Aris dan anak beserta menantunya kompak berdecak. Tetapi sejujurnya mereka sama-sama lega melihat Saga yang perlahan kembali pulih kesehatannya termasuk sifat menyebalkannya. Beberapa hari lalu mereka seperti sulit bernapas sampai tak berselera makan ketika melihat Saga terbaring lemah antara hidup dan mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resusitasi Jantung Hati
General Fiction"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya a...