"Susah sekali, Dok, kalau disuruh makan sayur."
"Ibu," Adis menyebut pelan. "Bukan sayur yang berperan besar untuk perkembangan berat badan anak. Banyaknya kalori, menu seimbang, apalagi protein, sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak. Jangan terpaku pada anak yang tidak mau sayur. Justru protein hewani seperti telur, daging ayam, ikan, yang paling penting ada dalam menu anak."
"Tapi anak saya memang makannya cuma mau nasi sama lauk saja. Sering saya siapkan daging, tiap hari malah. Banyak kok makannya, tapi tetap susah naik beratnya."
"Maka dari itu, biar saya rujuk ke dokter anak ya, Bu? Nanti dengan dokter anak akan dicari tau, bagian mana yang terganggu. Apakah pola makan, apakah menu makan, atau di bagian lain seperti ganggungan kesehatan yang mempengaruhi penyerapan nutrisi di dalam tubuh anak."
Wanita yang masih cukup muda itu nampak ragu. Namun ketika menoleh pada suaminya dan mendapat anggukan, akhirnya ia menerima arahan Adis untuk membawa anaknya ke dokter anak.
Pasien anak berusia dua tahun itu menjadi pasien terakhir untuk shift siang Adis. Cukup menguras tenaga dan pikiran ketika harus mengobrol dengan sang ibu namun untungnya Adis tak kehilangan ketenangannya.
Datang dengan keluhan batuk ringan namun diselipi pertanyaan dari sang ibu tentang berat badan anak yang susah naik dan berujung mendebat semua penjelasan Adis.
"Dok, resepnya apa biar bisa sabar di segala kondisi?"
Pertanyaan dari seorang perawat ketika Adis sedang melengkapi rekam medis pasien.
"Apanya, Sus? Saya nggak sabar-sabar amat kok."
Perawat yang tadi mengasisteninya duduk di kursi pasien lalu menjelaskan ucapannya. "Ya tadi itu. Kalau saya sejak awal nimbang berat badan sama cek suhu anaknya udah sebel duluan sama maminya. Ngerasa paling tahu, tapi nyatanya enggak. Malah tadi saya dengar seperti mendikte dokter."
Adis hanya tersenyum mendengar keluhan patnernya.
"Kita ini kan tugasnya hanya membantu, jadi selain masalah keluhan pasien nggak usah dipikir sampai seserius itu."
"Iya sih, Dok. Tapi kalau bertemu pasien atau keluarga yang seperti itu, harus benar-benar sabar. Nggak tau kalau kadang saya kelepasan sampai nampak jutek."
"Kadang saya gitu juga kok kalau berhadapan dengan pasien atau keluarganya yang unik. Untung pakai masker." balas Adis kemudian keduanya tertawa. "Tapi kan tetap, jangan sampai melupakan tanggung jawab kita melayani sepenuh hati."
Perawat itu tersenyum namun Adis malah penasaran dengan gelagat aneh yang ditunjukkan. Pasalnya sejak tadi Adis merasa patnernya itu sering mengamati dirinya.
"Apa ada yang salah dari saya, Sus?"
Perawat itu tergagap karena Adis menyadari bahwa sejak tadi diam-diam mengamatinya. Dan pada akhirnya perawat itu menanyakan sesuatu yang menurut Adis tak penting.
"Jam tangan Dokter ini limited edition nggak?"
Adis mengamati jam tangan yang sedang ia pakai. "Ini?" Ia angkat tangannya dan diangguki oleh perawat itu.
"Enggak sih kayaknya. Harganya juga nggak mahal. Emang kenapa?"
"Yaaah, saya berharapnya itu jam tangan limited edition jadi cuma Dokter satu-satunya yang punya."
Adis terkekeh pelan. Perawatnya serandom itu membahas jam tangan tak penting ini. Hanya sebuah aksesoris pelengkap yang ia beli di toko dan terletak di etalase biasa, bukan jam yang berada di tempat istimewa. Ia rasa banyak yang memiliki jam tipe seperti yang ia pakai saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Resusitasi Jantung Hati
General Fiction"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya a...