Pratama Aris, salah satu dokter yang tersohor di kalangan medis kota ini. Ada yang memanggilnya dr. Tama, ada pula dr. Aris. Selain memiliki rumah sakit khusus bedah, juga menjadi orang penting di sebuah organisasi ikatan dokter. Namanya banyak disebut, pun dengan keberadaanya, sering dicari untuk banyak keperluan.
Bisa kenal baik? Tentu menjadi sebuah kebanggaan sendiri bagi Adis. Apalagi Adis mendapatkan tawaran bantuan saat dirinya akan lanjut spesialis nanti. Adis juga heran, bisa langsung di-notice oleh pria paruh baya itu dengan bermodalkan dirinya adalah keponakan dari dr. Haryanto yang katanya dulu mereka adalah teman seangkatan ketika pendidikan dokter umum.
"Coba ceritain gimana bisa kamu disapa langsung oleh pemilik rumah sakit itu?"
"Nggak tau, Win. Tiba-tiba aja beliaunya negur pas aku lagi mojok."
"Mojok sama siapa kamu?"
Adis berdecak mendapat tuduhan dari sahabatnya. "Bukan mojok seperti yang sering kamu lakukan."
Kemudian Adis menceritakan bahwa pada saat itu ia sedang sedikit baper karena ada pasien meninggal ketika dirinya yang bertugas.
"Ya ampun, nggak keren banget kesan pertamanya."
Bibir Adis mengerut, persis seperti yang ia pikirkan. Sangat tidak keren pertemuan pertamanya dengan dr. Aris.
"Eh, btw, kamu pernah juga cerita kalau nyuruh anaknya dr. Aris buang sampah. Gimana ceritanya sih, Adis? Sungguh tidak keren sama sekali."
Wina, sahabatnya yang juga merupakan dokter satu angkatan. Tempat bertukar cerita tentang banyak hal. Namun ketika mereka memutuskan untuk bekerja di kota yang berbeda, hanya teleponlah yang menjadi penghubung mereka. Untuk itu, waktu itu Adis hanya menceritakan pertemuannya dengan Saga sekilas saja. Dan sekarang ketika mereka berkesempatan bertemu karena Wina ada urusan di sini selama beberapa hari, gadis itu menagih cerita detilnya.
"Udahlah, nggak usah dibahas." Akan tetapi Adis terlihat malas membahasnya. Sudah sering disindir oleh Saga.
Melihat betapa lesunya Adis, Wina sudah bisa membayangkan bahwa insiden itu cukup memalukan bagi Adis.
"Eh, Dis," Tiba-tiba Wina memasang wajah serius. "Kamu ngeh nggak sih kalau kamu itu diincar oleh dr. Aris?"
"Nggak usah mikir aneh-aneh deh kamu, Win! Beliau memang duda, tapi aku yakin beliau tidak seperti yang kamu pikirkan."
Wina tak segan untuk berdecak. Bahkan ia menepuk tangan Adis yang berara di atas meja. "Bukan buat jadi istrinya, cah ayu! Tapi jadi menantunya. Katamu dr. Aris punya dua anak, satu dokter dan satu lagi bukan. Kamu bilang yang dokter kan udah punya keluarga sendiri, suaminya juga punya rumah sakit lain. Dr. Aris juga punya rumah sakit sendiri, khusus bedah lagi. Nggak mungkin anak cowoknya yang bakal nerusin. Udah paling bener ya cari mantu seorang dokter yang pasti nyambung buat nerusin rumah sakit. Dan kamu kriteria paling masuk apalagi beliau tau kamu akan ambil spesialis bedah juga. Jadi nggak usah heran lagi kenapa seorang dr. Aris bisa langsung notice kalau kamu hidup di dunia ini dan kerja di rumah sakitnya."
Adis menggeleng jengah, analisa yang sungguh melenceng jauh.
"Ngawur banget kamu. Nggak sejauh itu juga. Karena aku keluarganya Pakde Har, jadinya dr. Aris begitu. Pastilah mereka udah saling kontak."
Wina tertawa sambil geleng-geleng. "Ya ampun, naif banget kamu, Nak."
Memilih tak menghiraukan analisa Wina yang tidak masuk akal, Adis iseng membuka ponselnya. Betapa terkejutnya dia ketika ada enam panggilan tak terjawab dari nomor baru.
"Siapa ini?" gumam Adis.
Kemudian ia membuka aplikasi pesan. Ada pesan baru yang datang dari nomor yang sama seperti si penelpon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resusitasi Jantung Hati
General Fiction"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya a...