44. Manusia-manusia Dominan

3K 340 101
                                    

Adis melangkah dengan riang menuju Saga yang sejak lima belas menit yang lalu menunggunya. Senyum nya pun tercetak jelas, terlebih lagi suasana sekitar yang masih sepi membuatnya bebas untuk melambaikan tangan.

Begitu Adis sampai, Saga langsung berdiri dan mereka berpelukan singkat sebelum akhirnya duduk bersama di sebuah gazebo yang berada di tengah taman rumah sakit.

"Mas, aku hanya punya waktu lima belas menit."

Bukan Adis yang mengatakan hal itu. Melainkan Saga yang sengaja menirukan kata-kata Adis setiap kali ia 'apel' ke rumah sakit.

Adis lagsung tertawa mendengar Saga yang sudah sangat hafal dengan kebiasaannya.

"Mas Saga langsung ke sini?" Pertanyaan pertama dari Adis karena melihat Saga yang masih memakai pakaian olahraga lengkap dengan sepatunya.

"Iya. Mau pulang mandi dulu takur keburu lima belas menit nya bablas."

Adis meringis lagi. Di dalam hati merasa bersalah karena untuk saat ini dan tahun-tahun ke depan, dia belum bisa memprioritaskan soal waktu kepada Saga. Untung saja, meski sering menggerutu tapi Saga masih sangat memberi dukungan padanya.

"Kali ini lebih lama kok. Jam empat tadi aku baru off, jadi ada sedikit kompensasi sampai nanti jam sembilan baru mulai lagi."

Terang saja mata Saga langsung berbinar. Jika benar masih jam sembilan, itu artinya mereka masih punya waktu satu setengah jam untuk bersama. Pasalnya, hari ini dia harus pulang ke Jakarta dan belum pasti kapan bisa ke Jogja lagi.

"Good news," ucapnya senang lalu dia meraih beberapa kantong makanan yang sengaja dibeli untuk Adis. "Ini pesenan kamu,"

Mata Adis ikut berbinar melihat makanan yang sengaja ia pesan untuk sarapan. Namun langsung terkejut ketika melihat masih ada beberapa makanan lain yang tidak ia pesan.

"Ini belinya banyak banget, Mas."

"Sengaja, biar kamu nggak butuh makanan dari bocil itu lagi."

Tatapan Adis langsung meredup kemudian ia tertawa pelan. Sepertinya Saga benar-benar sensitif dengan Raka. Selain masalah susu kotak waktu itu, kemarin Saga juga tanpa sengaja melihat Adis membawa kebab yang mana itu dari Raka.

"Astaga, itu cuma kebab lho, Mas. Dan juga aku titip."

Saga tak peduli, yang jelas makanan itu sudah dipegang Raka. Itu artinya dari Raka. Saga benar-benar tidak tenang membiarkan Adis lebih lama bersama Raka atau pria-pria lain. Namun ia tak punya pilihan lain. Cita-cita Adis masih menjadi hal penting baginya.

"Dan mulai besok pagi, setiap sarapan, makan siang dan makan malam akan ada orang yang nganter makanan buat kamu. Nanti aku kirim kontaknya."

"Ya Tuhan... Nggak perlu, Mas."

Saga tetap pada pendiriannya. "Selain agar pola makanmu terjaga dan sehat, juga agar tidak ada pria-pria hidung belang yang modusin kamu lewat makanan."

Adis hanya bisa menghela napas sambil tersenyum geli melihat kelakuan Saga. Tidak ada habisnya meladeni kecemburuan Saga.

Tapi demi kelancaran hari ini, Adis mencubit pipi Saga, tidak terlalu keras. "Terimakasih, Mas Saga sayang."

"Tadi berapa kali putaran larinya?" tanya Adis sembari membuka sarapan yang sudah sangat ingin ia makan karena sudah lama merindukannya.

"Berputar-putar pokoknya, biar bebannya sedikit berkurang."

"Emang naik berat badannya?"

"Bukan itu. Tapi beban rindu padamu."

Adis berdecih sambil tertawa. "Baru kemarin malam Mas Saga mampir ke sini. Lalu pagi ini udah di sini juga."

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang