"Ada sebuah buku besar yang menjadi bukti juga foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Vian, hampir seluruh isinya adalah gambar Adis. Aku sudah memastikan agar dia mendapat tuntutan berat dengan pasal berlapis. Syukur ada bukti lain yang semakin memberatkan."
Nyatanya keterangan yang disampaikan Adrian justru semakin membuat Adis sedih bercampur marah meski sudah dua hari berlalu. Selama ini, rasanya hidupnya lurus-lurus saja. Tidak menyangka jika ada orang gila yang terus mengintainya.
"Tindakan ini udah gila banget sih. Dia benar-benar ngikutin Adis dari dulu banget sampai sekarang." imbuh Adrian.
"Selama ini kamu nggak ngerasa ada yang aneh?" tanya Dipta.
Adis menggeleng. "Anehnya memang baru belakangan ini. Aku sering dapat kiriman bunga tanpa nama."
"Lain kali jangan asal terima. Ini aku sengaja belum kasih kabar ayah dan ibu. Menurut mu bagaimana?"
"Jangan dulu, Mas. Nanti mereka bakal khawatir banget."
Dipta mendengus pelan. "Justru aku sebenarnya pengin mereka tahu terus kamu dipaksa pulang ke Jogja."
Adis melirik malas. Semakin hari kakaknya ini semakin menyebalkan saja.
Kemudian fokus Adis teralih ke hal lain. Membicarakan tentang foto-foto yang dimiliki Vian, Adis teringat ada foto yang diambil di ruangan tengah tempat tinggalnya ini. Dia sangat takut jika Vian sering diam-diam bersembunyi di sini dan mengamatinya. Namun dia ingat, ada sebuah boneka beruang yang pernah ia terima. Lantas ia berdiri dan mendekati rak yang ada di pojok ruangannya.
Adis mengambil boneka itu dan mengamati tiap bagiannya.
"Ada apa, Dis?" tanya Adrian.
Adis membawa boneka itu dan menyerahkannya pada Adrian. "Ini aku juga dapat kiriman bareng bunga."
Belum sempat Adrian meraih, Dipta lebih dulu mengambil boneka itu.
Beberapa saat mengamati ia menemukan sesuatu yang aneh. Salah satu mata boneka itu memang diganti dengan kamera kecil. Dengan cepat Dipta melepasnya.
"Beneran gila Si Vian. Terobsesi banget sama Adis. Kamu dulu kasih apa ke dia sampai bisa segini sakitnya dia?"
"Aku juga nggak tahu, Mas. Aku hanya mencoba selalu bersikap baik sama orang. Mana aku tahu jika Vian menganggap lain."
Dipta menghela napas pelan sembari menatap adiknya dengan lekat. "Makanya jadi orang jangan terlalu baik! Tidak semua orang itu bisa dibaikkin, Dis. Ada yang justru menjadi boomerang untuk kamu. Bukannya mendapat balasan kebaikan, malah kamu yang dapat beban."
Tatapan mata Adis tak lepas dari Dipta. Sepertinya Adis menangkap maksud lain dari ucapan Dipta. Kakaknya itu jelas bukan hanya membahas perihal Vian.
"Sudahlah, yang paling baik memang kamu pulang ke Jogja. Di rumah bisa dekat dan dijaga sama keluarga, meneruskan keinginanmu menjadi dokter bedah. Ibu pasti bisa bantu kamu, nggak perlu orang lain."
Adis semakin yakin bahwa inti dari ucapan Dipta bukan lagi Vian.
"Terimakasih atas sarannya. Aku masih bisa menentukan sendiri, Mas."
Dipta tak segan untuk berdecak keras. Kesal karena Adis benar-benar keras kepala. Tidak tahukah dia bahwa dirinya sangat cemas jika Adis tinggal di sini sendiri. Niatnya harus membawa Adis pulang sebelum dirinya harus kembali mengemban tugas negara.
"Adrian, jadi kita ke Bandung sekarang?"
"Ayo aja, aku sekalian akan ada urusan di sana."
Lantas Dipta menatap Adis. "Ayo ikut!"
![](https://img.wattpad.com/cover/363966530-288-k423454.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Resusitasi Jantung Hati
General Fiction"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya a...