39. Tenggelam Harapan

6.8K 673 97
                                    

"Gue mau anggurnya lagi!"

Seseorang berdecak keras, namun tangannya tetap terampil mengupas satu butir anggur lalu disuapkan kepada yang memintanya.

"Sumpah, gue hitung semuanya ya! Dan lo harus bayar ketika udah pulih nanti."

"Perhitungan banget! Jangan sampai gue ambil lagi Lila dari lo, ya!"

Rafa nampak cuek. "Nggak bakal bisa, adik lo udah sumpah mati cinta sama gue."

Meski belum mampu membalas Rafa seperti biasanya, Saga tetap berdecak karena apa yang adik iparnya sampaikan itu benar. Bahwa Lila sudah cinta mati dengannya.

Hari ketiga setelah berhasil melewati masa kritis, Saga mulai bisa duduk. Porsi makannya juga sudah mulai membaik meski belum bisa banyak. Pun dengan tangan dan kakinya yang awalnya terasa kaku, kini berangsur normal.

Dari sekian kemajuan yang ia lalui, masih ada satu organ dalam tubuhnya yang seperti belum membaik. Hatinya serasa belum sembuh karena dia belum melihat Adis lagi. Terakhir waktu baru sadar dari koma ketika gadis itu mengikuti dokter penanggung jawab untuk visit ke ruang rawatnya. Setelah itu tidak pernah lagi Adis menyambangi kamar ini meski dokter spesialis yang menangani Saga sempat kembali visit. Bahkan kalah sering dengan polisi yang sudah beberapa kali datang untuk meminta keterangannya.

"Raf, kalian kompak bohongin gue ya?"

Rafa sedang mencuci tangannya di wastafal. Dari pantulan cermin ia menatap Saga sambil menjawab, "Bohong soal apa?"

Lantas ia berbalik setelah menarik tisu untuk mengeringkan tangannya. Kembali duduk di samping bed pasien. Siang tadi Rafa baru berkesempatan ke Jogja lagi sehingga kini ia menemani kakak iparnya dan meminta Lila juga Aris gantian beristirahat di hotel.

"Soal Adis. Kalian bilang dia sering ke sini."

Sempat merasa kasihan namun detik berikutnya Rafa tertawa. Tak peduli jika dianggap tidak punya rasa empati pada kakak sendiri karena wajah Saga terlihat memelas namun justru lucu di mata Rafa.

"Nggak ada yang bohong. Mungkin karena lo udah sadar jadi dia malas ke sini lagi. Kan kalau lo nggak sadar jadi nggak nyebelin."

Saga menghela napas panjang. Begitu kah yang Adis pikirkan?

Itu artinya Adis benar-benar sudah tidak ingin memberi kesempatan. Padahal Saga sempat berharap lebih ketika semua keluarga yang datang bercerita bahwa Adis sering ke sini sewatu dirinya koma.

"Kenapa lo? Sakit kepalanya?" tanya Rafa ketika melihat Saga memejamkan mata sambil mengusap dahi sendiri.

"Hati gue yang sakit."

"Syukurin!" jawab Rafa pelan, seenaknya sendiri.

"Lo kalau di depan Lila kayaknya bela gue banget. Giliran berdua mulut lo nyebelin." ucap Saga.

Rafa mencebik sesaat sebelum menjawab, "Kalau ada Lila, gue mempertahankan harga diri laki-laki dong. Kalau Lila nggak ada, ya jelas gue harus maki-maki ke-leletan lo buat balik ke Adis lagi. Sebenarnya bener kata Lila, dua tahun itu lama dan bakal banyak hal yang berubah. Nggak tau aja lo kalau Adis banyak yang deketin. Tuh, dokter yang menangani lo salah satunya. Saingan berat, bro."

Kata-kata yang membuat Saga kembali termenung. Sebenarnya tanpa diberi tahu, dia juga sudah bisa merasakan. Pria itu yang membawa Adis datang ke pernikahan Laras. Lalu ketika Saga menyambangi Adis ke rumah sakit ini, selalu ada pria itu.

Di malam itu, sebelum musibah terjadi, Saga menunggu lama Adis punya waktu luang meski pada akhirnya Adis tetap tidak berkenan memberi kesempatan padanya. Lalu ketika Saga pamit pergi, sebenarnya dia belum benar-benar pergi saat Adis menangis dan Nova datang memberi sapu tangan. Saga melihat itu semua.

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang