Ekstra Part (1)

12.4K 571 67
                                    

Sepasang dokter sedang duduk berdampingan di ruangan yang digunakan untuk periksa dan konsultasi pasien-pasien rawat jalan. Meski sama-sama memakai snelli, namun keduanya masih berbeda status. Yang pria sudah resmi menjadi dokter bedah, sedangkan yang wanita masih dalam proses meraih gelar spesialis itu.

"Saya mengingatkan Ibu panjang lebar tentang bagaimana perawatan pemulihan setelah operasi, tapi kata anak-anak nya, Ibu tetap ngeyel. Apalagi soal makan. Lalu setelah benar terjadi masalah, Ibu kembali ke sini minta disembuhkan. Nanti saya bantu, Ibu ulangi lagi. Lalu kambuh dan ke sini lagi minta bantuan. Mau sampai kapan begitu? Kalau kasusnya pasien yang ngeyel begini, bisa-bisa BPJS nggak berlaku lagi. Nanti kalau kambuh, Ibu ditangani dengan perawatan umum. Ibu bersedia?"

Sang Dokter pria, yang tak lain adalah Nova sedang memberi edukasi panjang lebar kepada salah seorang pasiennya yang kontrol selepas operasi bulan lalu.

Hal yang membuat dirinya terpaksa bersikap tegas adalah karena Sang Pasien yang benar-benar abai dengan kesehatannya. Operasi ini adalah yang kedua setelah dua tahun lalu diberikan tindakan dengan operasi yang sama. Lalu saat ini, baru satu bulan berlalu, terjadi masalah yang masih berhubungan dengan kasus sebelumnya.

Jika kondisi tersebut terjadi tanpa sengaja, tentu Nova tak akan sampai bersikap tegas seperti itu. Pasalnya berdasarkan keluhan dari anak pasien, ibunya memang abai. Sudah diperingatkan untuk tidak angkat beban yang terlalu berat, dan harus menjaga pola makan, tapi nyatanya pasien tersebut tidak menggubris. Baru dua minggu setelah operasi, sudah dipakai buat beraktivitas yang berat. Alhasil, terjadi masalah.

"Saya kan harus cari makan, Pak Dokter."

Jawaban pasien yang membuat Nova menarik napas secara terang-terangan. Rasa kesalnya mudah sekali terpancing untuk hal-hal seperti ini. Tapi untungnya di depan pasien, pengendalian emosinya masih cukup baik.

"Memang kalau harus cari makan, lantas bisa seenaknya dengan kesehatan sendiri? Semua kembali ke Ibu." jawab Nova dengan nada yang sudah lebih tenang, namun tetap saja sindirannya terasa kuat hingga membuat pasien berusia limapuluh enam tahun itu hanya bisa diam dan nurut apa yang Nova katakan.

Diam-diam Adis ikut merasakan berada di posisi pasien, meski dia juga tak menyalahkan sikap Nova. Pasien memang terkesan ngeyel dengan semua himbauan dokter. Tapi memahami sisi psikologis orang yang sudah tua, biasa mereka akan bersikap keras kepala.

Adis duduk tepat di samping Nova, tangannya sibuk mengetik setiap hal yang ia tangkap dari percakapan Nova dan pasien.

Dalam posisi itu Adis dituntut untuk berkonsentrasi penuh. Dia harus bisa mengisi SOAP pasien dari hasil percakapan itu. Apa saja yang pasien atau keluarganya sampaikan, lalu informasi objektif mengenai kondisi pasien dan penilainnya, termasuk rencana-rencana tindak lanjut yang harus dilakukan terkait keluhan pasien.

Semua itu harus bisa ia simpulkan sendiri dengan tepat dan benar tanpa bertanya pada Nova. Menurut Nova, penulisan SOAP sudah tidak perlu dijelaskan panjang lebar lagi, sebagai calon dokter spesialis sudah pasti harus menguasainya. Sudah bisa ditebak Adis akan kena marah jika hal-hal kecil seperti itu masih bertanya.

Lalu, apakah Adis pernah kena amuk Nova terkait penulisan SOAP pasien? Tentu saja sering. Apalagi di awal-awal ia menjadi residen. Apa yang ia simpulkan sering kali dikritik oleh Nova. Entah keterangannya yang kurang lengkap, atau tata bahasa yang tidak efektif. Ada saja bahan untuk pria itu marah.

Tetapi untungnya, setelah dua tahun mendampingi Nova, Adis sudah paham betul bagaimana cara kerja pria itu. Alhasil, Adis menjadi residen 'kesayangan' Nova meski tetap saja sering kena amuk.

Tepat setelah pasien rawat jalan terakhir itu keluar ruangan, Adis langsung melayangkan protesnya.

"Kasihan lho, Dok. Udah sepuh gitu, lagi sakit tetap diomeli juga."

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang