Ekstra 4

5.6K 414 34
                                    


Tengah malam upload... 😅

Ingin rasanya selalu kembali ke dunia halu ini setiap hari, tapi apa daya kesibukan dunia menguras tenaga dan waktu.
Janji, nanti kalau udah selesai tugas negaranya langsung kembali dengan cerita baru.
Btw, aku punya dua cerita baru. Baiknya gimana nih? 🤭

Oh ya, part 4 ini seperti biasa lengkapnya ada di karya karsa.
Yang mau menyisihkan jatah beli ciloknya bisa pergi ke karya karsa.
Siapin waktu cukup, karena ada  lebih dari 6k kata di sana. Hasil halu dikit2, nyuri2 waktu.. Hihi

Happy reading ❤️





🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼



"Siang, Pakde!!"

Saga berdecak pelan. Belum apa-apa Rafa dan Lila sudah membuatnya kesal. Mereka datang tanpa membawa anak, bisa-bisanya tetap memanggil seperti itu. Apalagi selain sengaja membuat kesal?

Rafa langsung masuk ke toilet yang ada di ruangan itu, sementara Lila langsung duduk tepat di samping kakaknya.

"Ga, lo udah mirip banget sama para gelandangan di luar negeri yang suka tidur di jalanan karena over dosis."

Lila tak segan menyamakan kakaknya dengan fenomena di suatu negara luar, di mana terdapat satu daerah yang sepanjang jalan banyak terdapat orang-orang terkapar tak berdaya karena over dosis obat-obatan dan alkohol.

Hal itu Lila ucapkan lantaran melihat penampilan Sang Kakak yang terlihat tak terawat. Rambut yang mulai tak rapi, ditambah jambang yang nampak jelas memenuhi area leher dan pipinya.

Apakah Saga mendengar? Tentu saja dengar tapi dia tak peduli. Akhir-akhir ini dia bisa tidur barang setengah jam saja sudah sangat bersyukur.

"Kata papa, lo nggak ke dokter Ludita kemarin?" Rafa yang baru keluar dari toilet langsung mengajukan pertanyaan yang membuat Lila semakin menatap kesal ke arah kakaknya.

"Udah berapa kali lo melewatkan kontrol ke dr. Ludita?" tanya Lila.

"Baru kemarin." jawab Saga, nampak malas.

Sejujurnya Saga sedang tidak ingin bertemu dengan dua adiknya ini. Bukan karena hubungan mereka tak baik, hanya saja Saga sedang malas mendengarkan kata-kata keduanya yang pasti tak akan jauh-jauh dari permasalahannya dengan Adis.

Semakin lama, kekesalan Lila semakin bertambah melihat Saga yang nampak cuek dengan keadaan. Entah cuek atau memang terlalu bingung harus berbuat apa, yang jelas Lila benci melihat kakaknya yang seperti itu.

"Lo dari dulu nggak berubah ya, Ga! Kalau sifat baik, sih, nggak masalah. Tapi sialnya yang lo pertahanin ini sifat buruk dan merugikan. Sifat suka mengalah dengan keadaan kalau hal itu udah menyangkut kekurangan diri lo." Lila kemudian menoleh pada suaminya, Rafa. "Paham maksud gue, nggak?"

Rafa terpaksa mengangguk meski tak begitu paham dengan ucapan Lila. Dalam mode garang seperti itu, dia harus selalu mengiyakan apapun ucapan Sang Istri. Salah sikap, bisa-bisa dia ikut dimarahi seperti Saga.

Perhatian Lila kembali pada Sang Kakak. "Lo itu hanya perlu sedikit menurunkan ego untuk mau minta maaf pada dr. Nova lebih dulu, seperti maunya Adis. Selesai semua permasalahan."

Lila sampai harus menarik napas panjang karena Saga masih belum merespon apa-apa.

"Coba, deh, flashback perjalanan lo sama Adis! Bagaimana dia yang udah usaha banget buat percaya bahwa lo itu baik. Bahkan sampai membela habis-habisan di depan keluarganya. Bagaimana dia yang bisa menerima segala kenakalan lo di masa lalu sampai kalian bisa saling berkomitmen untuk menikah. Dia yang masih nunggu selama lo berusaha mati-matian untuk bisa hidup lebih baik. Dan sekarang lo mau sia-siakan perjuangan kalian berdua begitu aja hanya karena gengsi lo yang selangit itu? Berumah tangga aja deh sama gengsi lo itu!"

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang