9. Timbal Balik?

8.2K 754 68
                                    

Saga adalah termasuk salah satu orang yang bisa dipegang ucapannya. Setidaknya bisa dilihat dari keberadaannya di depan kost Adis ketika waktu menunjukkan pukul tujuh lebih dua menit. Sesuai seperti yang ia katakan kemarin, akan menjemput Adis pagi-pagi sekali.

Adis yang terbiasa jaga pagi dan pukul tujuh sudah sampai di rumah sakit, tentu siap menunggu kedatangan pria itu. Dan ketika ponselnya berdenting tanda pemberitahuan dari Saga bahwa dirinya sudah berada di depan, segara gadis itu meninggalkan kamarnya.

Memastikan semua alat elektronik yang ia gunakan untuk membuat sarapan sudah mati, Adis mengalungkan slingbag nya kemudian meraih tas kecil berisi kotak sarapan yang sudah ia siapkan. Lalu setelah mengunci pintunya, Adis memindahkan thumbler ke tangan kiri.

Saga baru saja selesai menelepon ketika Adis keluar dari gerbang. Meletakkan ponsel di sampingnya dengan mata yang tertuju pada Adis. Tanpa disadari bibirnya melengkung membentuk senyum ketika melihat gadis itu berjalan dengan tangan kanan kiri membawa barang ditambah rol rambut yang masih menggulung poninya sementara rambutnya dibiarkan terurai.

Lucu.

Satu kata yang terlintas di pikiran Saga. Lebih sering melihat Adis dengan tampilan formalnya, kini gadis itu terlihat lebih santai. Lantas ia keluar dan berjalan memutari mobil, membuka pintu untuk Adis.

"Kenapa?" tanya Saga heran melihat Adis tiba-tiba diam.

Gadis itu menggeleng. "Bisa buka pintu sendiri, Mas." ucapnya disertai cengiran canggung.

Saga menatap kedua tangan Adis yang sama-sama membawa barang sebagai isyarat bahwa ia membantu karena melihat Adis kerepotan.

"Tinggal geser ini, terus buka pintu." jawab gadis itu sambil memindahkan kotak makanan ke tangan kiri lalu menggerakkan tangan kanannya di depan Saga sebagai bukti bahwa dia bisa buka pintu.

Bibir Saga menipis dengan tatapannya dalam ke arah Adis. "Selama gue masih bisa, Adis."

Adis mencoba tak ingin beranggapan lebih dengan kalimat terakhir Saga. Ia memilih masuk dan duduk dengan manis ketika Saga menutup pintunya. Matanya bergerak mengikuti Saga yang berjalan lewat depan mobil lalu masuk dan duduk di sampingnya. Melihat pakaian Saga yang rapi dan formal, Adis baru menyadari sesuatu. Hari ini adalah hari kerja meski dirinya libur.

"Kita mau kemana, Mas?"

"Berangkat,"

Adis menahan napas dan greget nya. Kemudian kembali tenang. "Iya, maksudnya berangkat ke mana?"

"Berangkat pergi, Adis."

Alih-alih protes dengan jawaban Saga, Adis memilih mengekspresikan rasa kesalnya dengan tertawa. "Atur ajalah, Mas!" ucapnya pasrah.

Melihat Adis yang tertawa malah membuat alis Saga terangkat heran sehingga ia akhirnya ikut tertawa. Niat menjahili Adis malah dirinya sendiri yang terjebak tawa gadis itu.

"Pasrah amat, Dokter!"

"Lebih tepatnya malas bertanya lagi demi kestabilan emosi."

Saga tergelak lagi. Dari awal Adis memang jarang menutupi apa yang dirasakan. Tak segan untuk jujur mengenai apa yang benar-benar ada di dalam hatinya.

"Gue udah lama nggak ke gudang produksi karena kemarin-kemarin ada masalah di kantor cabang yang ada di Bali. Jadi hari ini gue mau ke sana untuk ngecek beberapa hal."

Mendengar jawaban yang amat aneh itu membuat Adis menegakkan duduknya dan secara terang-terangan menatap Saga heran.

"Jadi intinya Mas Saga ini pergi dalam rangka kerja kan?"

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang