19. Kulo Nuwun

7.3K 679 57
                                    

"Pasti lo lega kan, Dis, karena udah mundur dari kemarin sebelum tahu ini?"

Lagi-lagi tak perlu ilmu psikologi secara khusus untuk melihat raut putus asa yang kini mendominasi wajah Saga.

Pada umumnya orang dengan sifat seperti Adis ini seperti memiliki dua mata pisau, yang suatu saat bisa saja melukai diri sendiri jika tidak berhati-hati. Pasalnya ia mudah sekali berempati pada masalah orang lain, salah-salah bisa dimanfaatkan oleh orang yang jahat. Adis dengan segudang sifat empati yang dimiliki sudah pasti merasa prihatin dengan keadaan Saga. Terlebih lagi kini ia sudah tahu bagaimana cerita masa lalu pria ini.

"Tangan Mas Saga sering termor seperti tadi? Selama kita kenal, baru sekali tadi aku melihatnya."

Alih-alih menjawab pertanyaan Saga, Adis lebih tertarik dengan penyakit yang Saga ucapkan sebelumnya.

"Tidak sering, tapi dalam sebulan pasti ada terjadi beberapa kali. Kalau gue terlalu capek mungkin, gue juga nggak tau pasti saat apa akan kambuh."

"Tentang parkinson, apa Mas Saga sudah melakukan pemeriksaan pasti? Maksudku, apa itu sudah diagnosa akhir?"

Mendapatkan pertanyaan bertubi dari Adis membuat Saga menatap gadis itu beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum. Namun jika bisa terlihat jelas, ada semacam kegetiran di balik senyum itu.

Dan pada akhirnya, ia hanya menjawab pertanyaan itu dengan gelengan kepala sehingga membuat Adis gantian terdiam. Sepertinya gadis itu baru menyadari bahwa terlalu banyak bertanya.

Untuk beberapa menit kemudian, keduanya sama-sama diam menatap jauh ke depan. Mata mereka sama-sama melihat lampu kota yang berkilauan.

"Ayo, gue antar pulang!" Saga yang pertama kali memecah keheningan.

Akan tetapi Adis tak langsung menjawab. Jika boleh jujur, dia belum ingin pulang.

"Apa yang paling membuat Mas Saga sakit hati pada wanita itu? Sampai-sampai tidak ingin lagi memikirkan jatuh cinta pada seorang wanita."

Dari pertanyaan itu, Saga menyimpulkan bahwa Adis belum ingin pulang. Namun sejujurnya ia sedikit memikirkan keluarga Adis. Saga sangat memahami bagaimana adat kebiasaan di sini yang sangat berbeda dengan kota tempat asalnya. Entah kenapa ia merasa sedikit khawatir dengan penilaian keluarga Adis. Apakah itu artinya ia benar-benar ingin dinilai baik oleh keluarga Adis? Pertanda apa itu?

"Sudah gue sampaikan, Dis, awalnya wanita itu memberi harapan besar ke gue. Dia baik, baik banget malah. Wanita yang penuh perhatian dan sabar banget. Gue yang sudah berharap banyak tiba-tiba harus patah hati ketika dia mengatakan bahwa dirinya bukan wanita yang tepat dan sabar untuk mendampingi hidup gue. Dan itu dia katakan setelah tau bahwa kemungkinan besar gue mengidap parkinson. Lalu setelah membaca banyak artikel ditambah penjelasan dokter, gue jadi tau kenapa wanita itu memilih mundur. Orang yang menderita parkinson, semakin lama selain terganggu syarat geraknya, mereka akan mengalami gangguan pada daya otaknya. Lama kelamaan penderita parkinson akan mudah lupa dengan segala hal alias pikun lebih cepat. Gue nggak menyalahkan dia kenapa akhirnya mundur, dia berhak mendapatkan yang terbaik untuk hidupnya. Sejak itu, gue nggak ada keinginan lagi untuk mencintai ataupun dicintai. Gue takut berharap dan gue juga tidak ingin membebani hidup orang lain."

Saga menjeda dengan mengambil napas panjang. "Tapi kemarin hampir saja gue salah langkah karena berharap sama lo, Dis. Nggak seharusnya gue meminta kesempatan itu sementara gue sendiri nggak yakin. Untung saja lo cepat menyadarkan gue." sambungnya.

Sampai detik itu, Adis tak mengerti harus merespon apa. Satu yang pasti, ia ingin membantu Saga namun tak tahu harus memulai darimana.

"Kapan Mas Saga periksa terakhir kali?"

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang