17. Pertemuan Di Jogja

7.5K 759 72
                                    

Hari Senin, seringkali menjadi hari sakral dalam beraktivitas, termasuk para pekerja. Senin menjadi permulaan pekan di mana membutuhkan semangat ekstra untuk menjalaninya karena masih panjang jeda sampai hari libur lagi. Untungnya suasana Senin di kantor Labdajaya tidak se-horor hari-hari sebelumnya padahal kebanyakan dari karyawan sudah menyiapkan hati dan mental jikalau sewaktu-waktu bos mereka masih dalam mode kobra nya.

Akan tetapi sejak pagi pria yang biasa mereka panggil pak Saga itu nampak aman tentram. Selama rapat pun pria itu tidak banyak berkomentar pedas, hanya beberapa koreksi dan arahan wajar yang memang harus dilakukan oleh seorang atasan.

"Sepanjang rapat gue udah nahan napas banget, kirain mau dapat semburan kobra."

"Mas bos juga mungkin udah lelah dari kemarin-kemarin ngamuk terus."

"Syukuri aja deh. Setidaknya senin kita cerah, apalagi besok gajian."

Tawa para Karyawan itu terdengar ringan, apa yang mereka khawatirkan tidak terjadi hari ini.

"Jadi siapa yang siang nanti mau ikut tinjauan lokasi pemasangan iklan? Jangan gue lagi, kemarin pas pak Saga sedang gawat-gawatnya, gue yang jadi tumbal ikut survey. Sekarang kan doi udah slow, gantian deh!"

Meski hari ini Saga aman tentram, tapi mereka masih segan untuk pergi bersama pria itu menuju lokasi yang rencananya akan dipakai untuk memasang iklan produk terbaru mereka.

"Ya udah, gue aja. Kalau tiba-tiba doi kambuh di tengah jalan, langsung gue peluk aja biar tenang."

"Astaga Mbak Wulan, inget suami lo!"

Wanita bernama Wulan yang merupakan karyawan paling senior di tim marketing itu hanya tertawa saja.

Sementara itu, di ruangannya Saga masih terlihat serius me-review hasil rapat yang baru selesai setengah jam yang lalu. Tidak ada alasan baginya untuk marah-marah karena pekerjaan para karyawannya dinilai cukup baik.

"Haruskah gue marah-marah dulu supaya kerjaan mereka bener?" gumam Saga sendiri. "Yang ada lama-lama gue stroke dan mereka tetap bisa kerja di lain tempat. Hiiish! Rugi di gue dong! Tapi kalau nggak dimarahi, susah pahamnya mereka."

Saga berdecak kesal ketika mengingat para karyawannya yang rata-rata sudah lama bekerja namun masih saja melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang seharusnya tidak dilakukan.

Lalu, entah dorongan dari mana tiba-tiba terlintas bayangan Adis di pikirannya. Adis jarang sekali menunjukkan rasa marahnya meskipun sedang kesal. Gadis itu berwatak tenang dan suka berterus terang. Sebenarnya, Saga menyukai orang dengan sifat seperti itu, terlepas lelaki maupun wanita. Dia lebih suka orang yang berkata terus terang tentang apa yang diinginkan daripada harus menggerutu di belakangnya. Meski terakhir kali Adis berterus terang tentang  bahwa tidak bisa memenuhi permintaan Saga, dan itu cukup membuat Saga berpikir dalam.

Satu hal lagi yang cukup menganggu pikiran Saga sejak kemarin. Fakta bahwa Adis mengenal Adrian adalah sesuatu yang sedikit mengejutkan. Dan sekarang dirinya sedang dilema, ingin tahu lebih banyak tentang mereka, tapi seperti ada sesuatu yang menghalangi.

Menggeleng untuk mengenyahkan bayangan Adis, Saga langsung kembali fokus pada pekerjaannya. Merasa kurang, ia sampai harus meraih cangkir berisi kopi di meja untuk mengusir bayangan itu.

Sekitar satu jam berlalu dan dia sudah cukup puas memeriksa laporan-laporan yang masuk hari ini. Tanpa ia sadar jam makan siang sudah terlewat beberapa menit. Bayangan Adis memang berhasil ia usir beberapa saat lalu, namun ketika urusannya dengan laporan selesai, bayangan gadis itu kembali mengganggu pikirannya. Alhasil, alam bawah sadarnya bekerja untuk menuju lantai paling dasar, keluar dari pintu utama lalu belok ke kanan menuju klinik.

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang