35. Tiga Pria Satu Tujuan

2.3K 372 75
                                    

"Saya dengar kamu sudah punya anak?"

"Benar, Om, tapi bukan darah daging saya. Ada satu kondisi di mana anak itu perlu perawatan medis dan harus ada wali yang bertanggung jawab. Saat itu mungkin hanya saya yang bisa membantu. Karena ibunya juga sedang tidak berdaya."

"Lalu rencananya, kamu mau ajak putri saya susah-susah mengurusi anak orang?"

"Tidak, Om. Anak itu tidak bersama saya. Selalu bersama ibunya dan saya hanya membantu biaya hidupnya."

"Sudah berapa lama kamu mengenal putri saya? Setahun? Atau kurang?"

"Kurang."

"Dalam waktu sesingkat itu, kamu yakin memilih putri saya?"

"Saya yakin, Om."

"Tapi saya yang tidak yakin. Saya banyak mendengar cerita tentang kamu, Saga. Hidupmu cukup rumit. Dengan rumitnya perjalanan hidup mu, ditambah kamu masih harus berjuang untuk sembuh dari penyakit, bagaimana caranya kamu bisa mengurus dan memperhatikan putri saya? Sungguh saya tidak rela melepas putri saya jika hanya untuk ikut dalam hidupmu yang rumit. Sampai kamu yakin bisa memperbaiki hidupmu sendiri dan tidak membebani putri saya dengan keluhan sakitmu atau kerumitan lainnya, jangan dekati dia! Atau jika kamu menyadari, saya ingin kamu melepaskannya."

Sambil menatap langit sore Saga menetralkan napasnya yang masih belum stabil setelah berhasil lari memutari stadion sultan Agung sebanyak delapan kali. Selama dua tahun terakhir dia berusaha menjaga pola hidupnya agar berjalan teratur dan sehat demi menjaga kondisi tubuh selalu fit.

Selagi terbaring di rerumputan saat menstabilkan napas, dalam ingatannya terputar kembali ucapan-ucapan ayah Adis waktu itu, di kala dirinya meminta izin kesekian kalinya agar bisa memiliki Adis.

Akan tetapi, kesungguhannya masih belum bisa meluluhkan hati pria paruh baya itu. Bahkan kata peringatan terakhirnya sanggup membuat Saga tertampar kenyataan. Bahwa jalan hidupnya yang rumit tak layak untuk mengajak Adis masuk ke dalamnya. Saga sadar itu, hanya saja keinginannya begitu kuat karena merasa Adis lah wanita yang paling dia mau.

Saga tak pernah menyalahkan sikap ayah Adis. Setiap orang tua terutama seorang ayah yang baik pasti akan selalu memastikan hidup putrinya baik-baik saja. Mungkin jika dirinya berada di posisi ayah Adis, dia juga tidak akan rela menyerahkan sang putri untuk pria yang untuk berkomitmen saja sulit. Ditambah penyakitan pula.

Saga tersenyum getir lalu terduduk dan menatap ke sekeliling. Suasana stadion itu sudah mulai sepi setelah sebelumnya ramai oleh para pelari. Akhirnya dia berdiri dan berjalan santai menuju mobilnya yang terparkir di sisi utara stadion.

Sesaat setelah berhasil duduk di dalam mobil, ponselnya berdering tanda panggilan dari papanya. Timbul sedikit rasa malas untuk menjawab karena sudah terbayang apa saja yang akan papanya katakan.

["Kamu di Jogja lama jangan hanya berpangku tangan saja!"]

"Ya nanti Saga mangku purel juga." jawab Saga seenaknya yang langsung membuat papanya menghela napas, sangat jelas terdengar.

["Serius dong, Ga! Papa kasih satu fakta yang sebenarnya Papa tahan selama ini."]

"Apa?"

["Kemungkinan besar jika nanti Adis sudah selesai pendidikannya, dia akan kembali ke rumah sakit kita karena salah satu berkas syaratnya adalah rekomendasi dari Papa. Itu kalau Adis memakainya."]

Saga terdiam.

Fakta yang sebenarnya menarik. Hanya saja Saga ragu Adis memakai rekomendasi papanya untuk pendaftaran. Apalagi waktu itu hubungannya dengan Adis baru saja berakhir.

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang