"Apa kalian baik-baik saja?" tanya Saga sembari mengusap lembut perut istrinya.
"Tidak, ibu kesal karena tadi di luar bertemu mak lampir." ucap Adis seolah jawaban itu keluar dari dalam perut.
Saga menutupi kecemasannya dengan tertawa. Dia amat sangat tahu siapa yang dimaksud oleh istrinya.
"Demi Tuhan, aku tidak tahu dia akan datang. Dia tiba-tiba datang tapi pas di sini banyak orang. Teman-teman tadi udah duluan ngumpul di sini."
Adis tersenyum geli melihat cara Saga menjawab karena kentara sekali bahwa dia takut.
"Iya, aku paham kok."
Baru setelahnya Saga bisa bernapa lega. Kemudian dia meminta agar Adis naik ke bed namun ditolak.
"Aku pengin rebahan aja di sana, pegel banget." Adis menunjuk kasur minimalis yang memang disediakan untuk penunggu pasien di kamar itu.
Tentu saja Saga mempersilakan. Justru dia merasa sangat khawatir dengan kondisi Adis. Harus menjalani hari-hari yang berat dalam keadaan hamil.
Pandangan Saga terus mengikuti setiap gerak Adis hingga istrinya itu sampai di sofabed dan langsung merebahkan diri dengan kaki lurus. Lalu tak lama kemudian memutar tubuhnya agar bisa miring ke arah Saga.
Dengan sisa tenaganya, Saga turun dari bed. Mendorong tiang infusnya sendiri sambil berjalan menuju Adis.
"Mas, kok malah turun sih!"
"Aku udah nggak apa-apa."
Saga berkata jujur. Meski kemarin dia merasa akan mati karena saking lemasnya, tapi hari ini ia merasa tubuhnya jauh lebih sehat.
Kemudian ia duduk di kasur. Tangannya yang terbebas dari infus ia gunakan untuk memberi pijatan lembut di bagian tubuh Adis yang belakang. Mulai dari punggung hingga pinggang, lalu naik lagi dan begini seterusnya.
"Makasih, Mas." ucap Adis sambil memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut dari tangan suaminya. Entah kenapa rasanya begitu nyaman.
"Maaf ya, Sayang." kata Saga, tanpa berhenti memijat tubuh Adis.
"Mas Saga udah berkali-kali bilang maaf dan terimakasih. Sudah aku katakan, aku sangat bahagia akan kehadiran anak kita, jadi sedikit beban tidak masalah. Lagipula, Mas Saga juga membantu meringankan beban ku secara tidak langsung. Tuhan sudah sangat adil, aku yang bawa anak kita sembilan bulan, Mas Saga yang tersiksa oleh ngidam, bahkan sampai harus opname begini. Seharusnya yang minta maaf itu aku karena Mas Saga sampai harus opname karena masih muntah terus. "
Tiba-tiba tangan Saga beralih untuk memegang bibir Adis karena istrinya itu mengoceh.
"Sudah aku bilang, aku tidak tersiksa. Justru aku bangga karena bisa ngidam. Dan yang pasti, kamu nggak harus merasakan ini."
Keduanya sama-sama tersenyum bahagia. Tidak direncanakan, tapi Tuhan benar-benar sangat adil membagi beban dalam proses kehamilan ini.
"Terimakasih," ucap Saga lagi, kini ia akhiri kalimatnya dengan mencium punggung tangan Adis.
Adis hanya tersenyum, lama kelamaan matanya tertutup karena merasa nyaman sambil menikmati pijatan yang terus Saga berikan di pinggangnya.
Beberapa menit kemudian, melihat deru napas yang teratur, Saga memastikan bahwa istrinya benar-benar tertidur pulas. Lantas ia mengambil selimut untuk menutupi sebagian tubuh yang mulai terlihat berisi itu.
Kemudian ia mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar. Masih dengan gerakan sangat hati-hati karena takut membangunkan Adis, ia bangkit dan mendorong infusnya sendiri menuju pintu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Resusitasi Jantung Hati
General Fiction"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya a...