Makan bersama di jam setengah empat pagi. Adis duduk bersama ayah dan ibunya di meja makan, lengkap dengan menu-menu yang tersedia.
Bukan sedang sahur, tidak juga sedang kelaparan. Melainkan sedang memanfaatkan waktu yang singkat untuk sekedar makan bersama karena setelah Adis mulai aktif sebagai residen di rumah sakit, rasanya kegiatan itu jarang sekali dilakukan. Berbanding lurus dengan Adis yang memang jarang pulang.
"Kamu beneran nggak apa-apa Ayah sama ibu tinggal?"
"Ya mau gimana?"
"Kami mau semingguan lho di Bali, Dis."
"Silahkan saja, Ayah. Kenapa kesannya Adis nggak mau ditinggal? Lagian Adis juga bakal sibuk di rumah sakit."
Bukannya lega, Prama justru terlihat sakit hati sampai-sampai ia letakkan sendok sambil menatap Adis penuh luka.
"Ayah kenapa sih?" tanya Adis bingung.
"Adis berubah."
Semakin tak mengerti saja Adis dengan sikap ayahnya. Lantas ia mencari jawaban dengan menatap Sang Ibu namun wanita itu justu santai saja menanggapinya.
"Seharusnya dulu Ayah tidak mengizinkan kamu pergi ke Jakarta. Banyak pengaruh buruk."
Sebelumnya Adis lahap makan karena ia tak tahu lagi kapan bisa makan bersama orang tuanya. Namun setelah mendengar ayah mengungkit persoalan itu, selera makannya hilang seketika.
"Ayah mau ngomongin siapa? Langsung point nya aja. Adis malas kalau harus memeras pikiran untuk menebak maksudnya Ayah."
Suasana yang tadinya hangat berubah tak kondusif. Tatapan Prama semakin terluka melihat reaksi Adis. Kalau dia bisa memberi penilaian, putri bungsunya ini sedikit mengalami perubahan sikap. Tidak lagi menjadi putri ayah yang penuh kesabaran.
"Lihat, Bu! Anakmu jadi nggak sabaran lagi."
"Mending makan dulu, Yah. Kalau kalian mau debat kan butuh tenaga."
Melihat ayahnya yang aneh ditambah ibunya yang santai saja menanggapi membuat Adis semakin tak sabar berada di situasi ini. Beban kegiatan rumah sakit yang begitu tinggi dan sangat kurang istirahat mungkin sangat mempengaruhi kondisi perasaan Adis. Sehingga dia pun juga mengakui bahwa saat-saat ini sering susah mempertahankan kesabaran, tingkat stres nya meningkat tajam.
Daripada semakin bersikap tidak sopan pada orangtua terutama ayahnya, Adis memilih meninggalkan meja makan. Dia masuk ke kamar untuk bersiap mandi sekaligus menyegarkan pikiran agar lebih tenang.
Lima belas menit kemudian ketika ia keluar kamar mandi dengan kondisi yang sudah lebih segar, ibunya sudah berdiri di kamarnya sambil melihat-lihat jurnal yang cukup berserakan di meja.
"Jangan terlalu keras belajar, Sayang. Bahkan kamu punya waktu sedikit untuk pulang aja masih maksa baca-baca."
"Semalam susah tidur, Bu." jawab Adis, dia duduk di meja rias bersiap mengeringkan rambut.
Semalam setelah ia dan Saga akhirnya pergi bersama setelah dua tahun, Adis benar-benar tak bisa tidur. Mau berusaha tak peduli, tapi nyatanya kedatangan Saga setelah sekian lama itu cukup mempengaruhi kondisi perasaannya.
Hanya bisa tidur sekitar satu setengah jam lalu paginya kembali mendapati ayahnya yang bersikap aneh. Ternyata memang Adis tak sesabar yang orang-orang kira.
"Saga kemarin ke sini."
Adis baru saja akan menghidupkan hairdryer nya, namun tertunda karena ucapan ibunya cukup mengejutkan.
Anik berjalan mendekati Adis lalu duduk di tempat tidur sehingga ia kini berada di samping anaknya. "Ngobrol sama ayah, mereka main tenis juga."
"Ayah mau main sama mas Saga?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Resusitasi Jantung Hati
General Fiction"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya a...