16. Pertemuan Sinis

2.5K 375 78
                                    

Adis duduk termenung di sebuah kursi nurse station bangsal ICU. Dari tempatnya, ia bisa mendengar bunyi alat-alat medis yang diyakini sebagai bunyi yang bisa menyayat hati terutama bagi keluarga pasien. Bunyi monitor organ-organ vital pasien yang sewaktu-waktu bisa berdenting panjang sebagai tanda pisahnya nyawa sang pasien dari raganya. Di ruangan ini juga, rasa-rasanya menjadi ruang penantian bagi pasien, antara kembali ke keluarganya atau kembali ke Sang Pencipta nya.

"Kok belum pulang, Dokter?"

Lamunan Adis terhenti kala mendapat tepukan di pundaknya dari seorang perawat senior. Bahkan jika Adis lihat, usia perawat itu tak jauh beda dari ibunya. Sempat mendengar juga bahwa perawat ini akan segera purnatugas.

"Lanjut jaga siang, Bu."

"Kenapa? Bukannya dokter tadi juga habis ikut operasi sama dr. Aris? Yakin lanjut jaga? Hari Sabtu lho ini, Dok. Terlepas mitos atau fakta, tapi kalau malam minggu biasanya malah banyak pasien datang."

Adis juga tahu akan hal itu, namun ia tak punya pilihan lain.

"Ceritanya saya minggu depan pengin mudik karena saya terhitung belum bisa ambil cuti, akhirnya gantiin jaga begini agar bisa ngumpulin libur. Nanti ditambah cari pengganti juga buat jagain jadwal saya."

"Oalah, jadi dari kemarin nerus jaga Dok?" Perawat senior itu terlihat kasihan sebenarnya namun yang menjalani tenang-tenang saja.

Mengangguk untuk menjawabnya. Adis memang sudah mulai mengumpulkan libur dengan menggantikan sejawatnya. Untung saja mereka pengertian sehingga bersedia ditukar libur oleh Adis. Hari ini hari terakhir Adis bekerja ekstra sebelum besok siang ia akan pulang ke Jogja.

"Dipakai istirahat sana, Dok! Dokter jaga UGD kan? Mumpung masih longgar, nggak banyak pasien."

Adis hanya tersenyum menanggapinya. Alasannya menyingkir ke bangsal yang lumayan sepi dari orang-orang adalah ingin menghindari kondisi ramai karena berbarengan dengan karyawan lain yang sedang operan jaga. Tadi ia sudah berpesan pada perawat agar menghubungi jika sewaktu-waktu ada pasien.

Inti alasannya adalah dia sedang berubah kepribadian menjadi intovert. Alias lebih nyaman sepi atau sendiri karena sedang tidak ingin berinteraksi dengan banyak orang di sini kecuali memang tuntutan tanggung jawabnya sebagai dokter.

Adis memilih menghindari orang-orang rumah sakit yang tidak tau hubungan seperti apa yang terjadi antara dirinya dan Saga. Yang mereka tahu, dirinya adalah wanita yang menduduki tahta paling tinggi di hidup Saga. Padahal kenyataannya, tak lebih penting dari Fira yang secara terang-terangan hanya diakui Saga sebagai teman senang-senang.

"Bu Tia udah lama banget ya di sini?"

"Saya sudah sejak awal ikut dokter Aris. Dari ini baru klinik kecil yang buka setiap sore sampai bertahap naik jadi rumah sakit yang lumayan besar seperti sekarang. Bahkan waktu dr. Aris pendidikan, beliau percayakan pada saya untuk ngurus kliniknya. Saya ini sepupuan sama dr. Aris lho, Dok."

Adis terlihat kaget dengan kenyataan itu. "Oh ya? Baru tahu saya, Bu."

Tia mengangguk sambil tersenyum untuk meyakinkan.

Awalnya Adis hanya ingin ngobrol santai untuk menghindari keramaian, namun ketika mendapati bahwa lawan bicaranya adalah orang terdekat Aris, tiba-tiba mulut Adis gatal untuk bertanya tentang Saga. Akan tetapi sebisa mungkin ia tahan, ia teringat bagaimana tegasnya Saga ketika mengatakan bahwa kehadirannya sama sekali tidak berpengaruh untuk pria itu. Jadi untuk apa ia harus tahu lebih dalam tentang nya.

"Tapi, Dok, kayaknya kalau Dokter menghadap langsung ke dr. Aris bakal dikasih cuti."

Adis paham maksud Tia, apalagi ketika wanita itu menahan senyumnya.

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang