31. Adis Bisa Marah

6.7K 630 70
                                    

"Jadinya mau makan apa, Dis?"

"Terserah Mas Dipta aja,"

Dipta menatap adiknya yang tengah serius belajar di meja yang ada di kamarnya. Lengkap dengan kacamata, bando hitam yang menahan rambutnya maju ke depan.

"Kamu emang nggak jaga? Aku lihat udah beberapa hari nggak ke rumah sakit."

Masih sambil mencatat materi di ipad nya Adis menggeleng. "Libur seminggu," terangnya.

Selagi Adis masih konsentrasi, Dipta yang semula bersandar di pintu kini mendekat membawakan jus jeruk favorit adiknya itu.

"Bisa panjang banget gitu liburnya. Emang nggak diprotes?"

Meski kakaknya sejak tadi banyak tanya dan bisa disebut cerewet, Adis tetap tak begitu peduli. Ia mencurahkan sebagian besar konsentrasi nya untuk belajar.

"Biasa saja."

Adis menjawab singkat dan semakin membuat Dipta tak senang. Sejujurnya Dipta cukup terganggu dengan sikap Adis yang ia nilai berubah. Beberapa hari terakhir Adis lebih banyak diam. Biasanya Adis akan menunjukkan sisi manja dan banyak mau sekalinya Dipta pulang. Akan tetapi untuk kepulangannya kali ini, Adis nampak tak begitu peduli akan kehadirannya. Bahkan ketika dia mencoba membahas perihal Saga pun Adis tak mendebat sama sekali, berbeda dengan sebelum-sebelumnya.

"Ayah dan ibu besok akan ke sini."

Baru ketika mendengar nama orangtuanya disebut, Adis tergerak untuk menatap kakaknya. "Ibu nggak bilang padaku. Ada apa?"

"Memang harus bilang dulu kalau mereka datang hanya untuk menjenguk putri satu-satunya?"

Pandangan Adis kembali pada buku yang sejak dua jam lalu menemaninya. Itulah cara dia untuk melupakan hal-hal yang cukup membuat sedih akhir-akhir ini. Ia menilai dengan tidak terus memikirkan kesedihan, ia akan lupa dengan sendirinya.

Akan tetapi detik ini rasanya dia sulit mengendalikan rasa kesal terhadap kakaknya. "Ibu udah bilang baru bisa kesini akhir bulan depan. Aneh kalau besok tiba-tiba bisa ke sini, kecuali Mas Dipta berhasil menghasut mereka."

Tentu saja hal itu juga memancing rasa kesal Dipta hingga suasana mendadak menjadi tidak bersahabat.

"Menghasut kamu bilang? Untuk apa aku menghasut mereka? Apa untungnya buat aku?"

Adis tak begitu tertarik menjawab lagi. Dia pura-pura kembali membaca meski sebenarnya sudah tidak bisa fokus.

"Apa kamu sedang membahas Saga?" tanya Dipta dengan nada jengkel nya tapi kembali tidak ada jawaban dari Adis.

"Kalau iya, silakan kamu keluarkan semua rasa kesal atau marah mu. Silakan sampai kamu puas. Karena meski kamu mau marah sampai kapanpun, aku tidak akan pernah berubah pikiran. Kamu nggak akan dilepas untuk sembarangan laki-laki. Terlebih macam Saga."

Menatap nyalang ke arah kakaknya, Adis lupa bahwa sejak kecil selalu diajarkan untuk sopan kepada yang lebih tua.

"Macam Saga itu yang bagaimana menurut Mas Dipta? Soal anak? Itu sudah masa lalu dan aku menerima. Soal gonta-ganti wanita? Aku tidak yakin, karena selama kenal, mas Saga tidak menunjukkan sisi suka bermain wanita."

Sebut saja Adis memang benar-benar bodoh. Sudah sangat kecewa karena diabaikan Saga bahkan ditinggal pergi dengan Laras tapi masih sanggup membela sebegitu kuatnya. Karena Adis meyakini satu hal yang Saga ucapkan. Saga pernah memintanya agar bisa mengenal pria itu lewat sikapnya, bukan melalui kata-kata orang. Sejauh ini, ia masih percaya dengan hati kecilnya yang meyakini bahwa Saga tidak seburuk itu. Adis benar memegang kata hatinya yang mengenal Saga lewat sikap pria itu, bukan berdasarkan ucapan orang lain.

Resusitasi Jantung Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang