Eleanor menunduk, ia takut dengan tatapan marah kakaknya itu. "Maaf," lirih Eleanor.
"Minta maaflah pada Luella, kau hampir membuatnya terluka!" sinis Lionel.
"Lionel, kau terlalu kasar!" sentak Luella mulai kesal.
Lionel hanya diam, ia memilih untuk membuang muka, seakan enggan untuk sekedar menatap adiknya yang duduk di depannya. Luella memijat kepalanya yang terasa berat, ini adalah pertama kalinya ia melihat Lionel bertingkah seperti ini, bahkan dulu ketika ia pertama bertemu dan mulai berteman dengan Emanuel, Lionel tidak pernah sedingin ini pada Emanuel, meski mereka memang sering bertengkar, tapi Luella tahu kalau itu hanyalah pertengkaran biasa seperti pertengkaran antara Miles dan Louis, tapi saat ini Luella bisa melihat dengan jelas kemarahan Lionel dan ekspresi Lionel yang sangat terganggu dengan keberadaan adiknya itu, Luella tahu jelas itu adalah ekspresi kebencian, Lionel membenci adiknya.
Sebenarnya kenapa? Batin Luella bertanya-tanya.
Luella tersadarkan dari lamunannya ketika jendela kereta kudanya di ketuk oleh Robert, Luella membuka jendelanya, lalu bertanya, "Ada apa?"
"Kita sudah sampai, Nona." Ucap Robert.
Luella melotot, benar saja, ia sudah berada di depan gerbang mansionnya. Hahaha, dua orang ini membuat kepalaku pusing sampai aku tidak sadar bahwa kita sudah sampai. "Baiklah, terima kasih Robert."
Lionel turun, Luella yang baru akan menyusul turun dikejutkan dengan tindakan Lionel yang tiba-tiba menggendongnya. "Ahhhh, Lionel, kau mengejutkanku!" seru Luella kesal.
"Kakimu bengkak," ucap Lionel, ia kemudian berbalik menatap Robert. "Panggilkan dokter, aku akan membawa Luella ke kamarnya." Titah Lionel.
"Baik, Yang mulia." Robert mengangguk kemudian pergi untuk memanggil dokter.
Sementara itu, salah satu pengawal lainnya membantu Eleanor turun.
"Bawa dia ke ruang tamu, lalu kabari Grand Duchess," titah Lionel sebelum akhirnya pergi membawa Luella masuk.
Luella menghela napas pelan. "Sudah kubilang, kau terlalu kasar dengan adikmu!"
"Luella, sebaiknya kau diam dulu, tanganmu juga terkilir kan? Kau jadi terluka karena Eleanor ceroboh, dia setidaknya harus diberi peringatan!" ucap Lionel, wajahnya terlihat memerah menahan amarah.
Lionel masuk ke kamar Luella, membaringkan Luella di kasurnya, kemudian berbalik, berniat untuk menemui adiknya, tapi Luella memegangi tangannya.
"Jangan pergi," ucap Luella cepat.
Lionel menghela napas pelan, ia kemudian duduk di samping Luella. "Tadi kau bilang aku terlalu kasar pasa adikku, sekarang kau melarangku pergi menemui adikku."
"Justru itu, kalau kau bertemu dengannya sekarang, kau hanya akan mengucapkan kata-kata yang mungkin akan kau sesali nantinya," ucap Luella bijak.
Lionel hanya diam, ia memegangi tangan Luella yang membiru karena terkilir tadi. "Maaf," lirih Lionel.
Luella mengerutkan keningnya. "Kenapa kau tiba-tiba minta maaf?" tanya Luella bingung.
"Kau terluka karena aku tidak bisa melindungimu," ucap Lionel.
Luella tersenyum. "Ini namanya kecelakaan, dan itu bukan salahmu," Luella menenangkan Lionel.
"Oh, sudah jelas itu salahnya, Papa mempercayakan keselamatanmu di tangannya, tapi dia gagal melindungimu."
Lionel dan Luella menoleh, mendapati Miles yang berdiri di depan pintu kamar Luella dengan aura gelapnya.
"Papa, kami terpisah secara tidak sengaja, ini bukan salah Lionel," ucap Luella.
"Bukan salah Lionel tapi kamu terluka karena melindungi adiknya," Miles menyugar rambutnya. "Keluarga kaisar memang selalu membuat keluarga kita kerepotan!"
Luella menghela napas kesal. "Papa, di mana dokternya, kakiku sakit!" Luella mencoba mengganti topik.
Miles mendekat, ia kemudian berdiri di samping ranjang Luella, tepatnya di samping Lionel. "Dokternya sedang ke sini, apakah sangat sakit?" tanya Miles cemas.
Luella menggeleng. "Aku menggunakan sihir untuk menetralisir rasa sakitnya, aku tidak bisa menyembuhkannya langsung karena banyak yang melihat aku terluka., kalau aku langsung menyembuhkannya dengan sihir, orang-orang akan curiga."
Miles mengusap rambut Luella lembut, ia baru akan mengucapkan pujiannya saat sang dokter datang dengan terburu-buru.
"Maaf, saya terlambat!" sang dokter langsung membungkuk takut.
Miles berdecak kesal. "Kalau sudah tahu terlambat, cepat obati putriku!" sentak Miles.
Luella menggeleng pelan. Hah ... aku kagum dengan keberanian dokter satu itu untuk tetap bekerja di sini, batin Luella.
Dokter itu mulai memeriksa Luella, menggunakan sihirnya untuk menyembuhkan Luella, setelah itu, ia langsung berpamitan untuk memeriksa Eleanor karena Ruby memintanya untuk memeriksa Eleanor setelah memeriksa Luella.
Luella bangkit. "Nah, sekarang, ayo kita temui Putri Eleanor," ucap Luella lalu menarik Miles dan Lionel keluar dari kamarnya, menuju ruang tamu, di mana Eleanor menunggu.
Saat mereka sampai di ruang tamu, dokter sedang berbicara dengan Ruby, dan saat mereka masuk, sang dokter langsung berpamitan keluar, Ruby yang melihat Luella langsung berlari memeluk putrinya itu.
"Astaga, syukurlah kamu baik-baik saja," lirih Ruby lega.
Luella tersenyum, ia membalas pelukan ibunya. "Aku baik-baik saja, putri Mama ini kan kuat." Ucap Luella sombong.
Ruby melepaskan pelukannya, ia kemudian menyentil dahi Luella. "Kuat atau tidak situasi seperti itu tetap berbahaya!"
Luella mengusap dahinya yang terasa panas. "Hehe, yang penting aku baik-baik saja, kan?"
Ruby menghela napas lelah. "Kau benar-benar mirip dengan ayahmu, ceroboh dan semaunya sendiri."
"Hei, aku tidak seceroboh Luella," ucap Miles protes.
Ruby melirik Miles tajam. "Siapa yang pergi ke hutan sendirian untuk berburu beruang saat baru berusia lima tahun?"
Miles membuang muka, kalah telak.
Luella tertawa, perdebatan yang selalu terjadi dan selalu memiliki hasil yang sama, ibunya selalu menang.
Miles berdehem, ia duduk di depan Eleanor yang sedari tadi hanya diam sembari terus menunduk. "Jadi, penjelasan apa yang Anda miliki, Tuan putri?" tanya Miles dingin.
Lionel ikut duduk di samping Miles, mereka seakan menginterogasi Eleanor, Luella menoleh, berniat untuk meminta bantuan sang ibu, tapi sebelum ia menyadarinya, Ruby sudah ikut duduk di samping Miles, ikut menginterogasi Eleanor.
Luella melotot. Wah ... bahkan Mama yang biasanya tenang ikut menggila. Luella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia kemudian duduk di samping Eleanor, berniat untuk membela Eleanor.
Lionel menatap Luella tidak suka. "Luella, duduk di sini," ucap Lionel sembari menepuk tempat kosong di sampingnya.
Luella menggeleng. "Kalau aku duduk di situ, tuan putri akan merasa lebih terintimidasi, aku di sini sebagai penenang, agar tuan putri tidak terlalu tegang," Luella memegangi kepalanya. "Lagian kalian ini terlalu berlebihan, tuan putri juga bukannya mau di serang tiba-tiba di siang bolong begitu."
"Luella, tidak ada yang berlebihan jika tentang kamu," ucap Lionel santai.
Luella menggebrak meja. "Lionel, Tuan putri ini adalah adikmu, kalau kau berpihak padaku, siapa yang akan berpihak padanya?"
"Adikku atau bukan, kalau salah tetap salah!" Lionel tetap keukeuh dengan pendiriannya.
Luella mengerang frustrasi. "Ah ... kau ini benar-benar ya! Kalau aku tidak ada di sana tadi, adikmu pasti sudah tiada, kau mau itu terjadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Twisted Ending
FantasySebagai seorang saintess, Luella De Webster memiliki kewajiban yang tertumpu kepada dua pundaknya. Namun, apa jadinya kalau saintess yang seharusnya menjadi boneka kuil justru memilih untuk menyembunyikan identitasnya?