Lionel mendongak, air matanya kembali jatuh mendengar sapaan dingin Luella, melihat hal itu, sedikit bagian dari hati Luella ingin meledek temannya itu lebih jauh lagi, Lionel menangis membuat wajahnya terlihat semakin tampan, dan lucu, membuat Luella benar-benar ingin meledeknya lagi.Luella memeluk Lionel. “Kalau tidak mau kehilangan aku, jangan berjalan di depanku, jalan di sampingkku.” Bisik Luella.
Lionel mengangguk cepat. “Aku akan berjalan di sampingmu, aku janji.”
Luella tertawa, ia melepaskan pelukannya lalu berbalik memeluk Emanuel. “Maaf, kalian berdua pasti terkejut ya?”
Emanuel menggeleng, ia melepaskan pelukan Luella, kemudian menggenggam tangan Luella dengan erat. “Luella, jangan meminta maaf, ini salah kami, kami yang tidak mengerti emosimu, jadi jangan minta maaf. Justru kami yang seharusnya minta maf, maaf, Luella.”
Luella tersenyum, ia mengacak rambut Emanuel gemas. “Emanuel, wajahmu itu benar-benar berbahaya, kau tidak boleh berbicara dengan nona lain dengan ekspresi seperti ini.” Luella kemudian berbalik menatap Lionel. “Lionel, kau juga tidak boleh menangis di depan nona lain, wajah kalian ini benar-benar berbahaya, aku baik-baik saja karena aku sudah melihatnya sejak kalian kecil, tapi nona lain sudah jelas akan langsung jatuh cinta pada kalian.”
Emanuel dan Lionel saling menatap sejenak, kemudian keduanya menghela napas lelah. “Luella, kalau soal ini, kau benar-benar payah,” ucap keduanya kompak.
Luella memiringkan kepalanya. “Kalian bicara apa sih?”
Lionel bangkit, ia bergerak merangkul Luella. “Jadi, kau sudah tidak marah kan?” tanya Lionel mencoba mengganti topik.
Luella menggeleng. “Aku cukup puas meletakkan ujung pedangku di lehermu,” jawab Luella sarkas.
Emanuel tertawa. “Kau mau mencoba sparing?” tawar Emanuel.
Luella mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. “Kalau aku sparing dengan kalian, aku bisa mati kelelahan.”
Emanuel dan Lionel tertawa, Luella mereka kembali, Luella yang ceria dan suka bercanda kembali berada di depan mereka, dan mereka sangat-sangat bersyukur untuk itu.
“Omong-omong, aku benar-benar punya banyak hal yang harus aku kerjakan, aku bahkan belum memberikan kadoku untuk kakak karena pangeran gila itu,” celetuk Luella dengan nada sedikit kesal.
“Ah, soal Rue, aku sebenarnya sudah memberikan laporan soal penyeranganku dan siapa yang aku curigai sebagai dalang di balik penyerangan itu, aku bahkan memberikan bukti, tapi sepertinya ayah hanya akan mengabaikannya,” ucap Lionel.
“Lionel, kalau balas dendam itu mudah, maka orang-orang akan takut untuk melakukan hal-hal buruk. Balas dendam adalah hal yang sulit dan memakan waktu, jadi bersabarlah sedikit lagi, kau hanya perlu membangun kekuatanmu, tarik sebanyak mungkin bangswan ke fraksimu, kumpulkan sebanyak mungkin bukti,” Luella menjeda ucapannya, ia kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga Lionel lalu berbisik, “Kalaupun pada akhirnya kau membunuh kaisar, aku akan tetap mendukungmu. Ah, bukan, aku akan mendukungmu seribu persen.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Twisted Ending
FantasySebagai seorang saintess, Luella De Webster memiliki kewajiban yang tertumpu kepada dua pundaknya. Namun, apa jadinya kalau saintess yang seharusnya menjadi boneka kuil justru memilih untuk menyembunyikan identitasnya?