Rencana pertama Luella adalah untuk menyelamatkan Lionel, tokoh utama dalam novel yang memiliki tingkat kegilaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Meski begitu, sama seperti tokoh-tokoh lain yang memiliki masa lalu kelam, Lionel Von Decuri, sang putra mahkota juga memiliki masa lalu yang kelam, bahkan bisa terbilang terlalu kelam. Salah satu tragedi masa lalu itu adalah ketika Lionel berusia enam tahun, ia di rampok dan dipukuli di sebuah gang di ibukota saat ia sedang dalam perjalanan pulang setelah membelikan hadiah untuk ibu dan adik perempuannya. Luella bisa mengingat kejadian ini karena dalam novelnya, kejadian ini di gambarkan terjadi saat salju pertama turun di ibukota.
“Jadi ... kenapa orang sepertimu jalan-jalan di sini sendirian?” tanya Lionel sembari menarik tangannya dari mulut Luella.
Luella melongo. “Yang mulia, bukankah seharusnya saya yang bertanya, kenapa Anda di sini, terlebih sendirian!”
Lionel menghindari kontak mata dengan Luella. “Aku hanya memiliki sedikit urusan di sini,” ucap Lionel pelan, nyaris berbisik.
“Yang Mulia ...,”
“Lionel, panggil aku Lionel, kau mau semua orang tahu siapa aku?” sambar Lionel sebelum Luella sempat menyelesaikan perkataannya.
Luella menatap Lionel tanpa ekspresi. “Bukannya semua orang tahu putra mahkota bernama Lionel?”
Lionel berdecih. “Tidak ada yang akan sadar, kau pikir yang memiliki nama Lionel hanya aku?”
Luella tertegun, Lionel yang ada di depannya benar-benar berbeda dari Lionel yang ia tahu dari novel. Lionel dalam novel digambarkan sebagai seorang putra mahkota berdarah dingin yang membunuh ayahnya sendiri untuk naik tahta, tapi, Lionel di depannya ini hanyalah seorang anak yang tampak kehilangan arah, meski usianya baru enam tahun, cahaya mata Lionel sudah redup, Lionel seperti anak yang kehilangan semangat hidup. Luella tahu Lionel memiliki sihir yang cukup kuat untuk melawan orang-orang itu, tapi dalam novelnya, Lionel dikatakan membiarkan orang-orang itu memukulinya karena ia sudah terlalu terbiasa dengan perlakuan seperti itu.
Mirisnya, Lionel terbiasa dengan perlakuan seperti itu karena ayahnya sendiri, yang selalu melampiaskan amarahnya pada Lionel. Luella menunduk, ia kemudian menarik Lionel masuk ke toko mainan.
“Apa-apaan kau?” Lionel berseru kaget.
Luella tidak membalas seruan Lionel, ia berdiri di depan pintu selama beberapa saat, matanya mengamati sekitar, mencari sesuatu yang sekiranya cocok untuk ia berikan pada Lionel. Setelah mengamati beberapa saat, Luella akhirnya berlari mengambil sebuah figur elang, ia kemudian membayar figur itu dan langsung menyerahkannya pada Lionel.
Lionel tentu saja kebingungan. “Kenapa memberikan ini padaku?” tanya Lionel.
“Itu hadiah pertemuan kita, Lionel, kamu harus ingat hari ini, hari di mana kita bertemu untuk pertama kalinya, karena mulai saat ini, nona ini akan menjadi teman pertamamu!” seru Luella semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Twisted Ending
FantasySebagai seorang saintess, Luella De Webster memiliki kewajiban yang tertumpu kepada dua pundaknya. Namun, apa jadinya kalau saintess yang seharusnya menjadi boneka kuil justru memilih untuk menyembunyikan identitasnya?