Luella melotot, ia ingat ini, ini adalah ingatan terakhir yang ia miliki sebelum ia akhirnya terbangun sebagai bayi bernama Luella, ini adalah ingatan akan kematiannya. Luella mencoba membatu Dilara, tapi tubuhnya hanya menembus begitu saja, ia tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa menyaksikan Dilara, dirinya di masalalu terus dipukuli sampai berlumuran darah, Luella terduduk, ia menangis, ingatan-ingatan akan kekerasan yang ia terima kembali terngiang di kepalanya, Luella menutup telinganya, ia terus menangis sampai akhirnya tangan Dilara meraih tangannya. Luella tersentak, ia baru sadar bahwa sang paman sudah keluar dari apartemennya, Dilara yang terbaring tak berdaya di depannya membuat Luella kembali menangis, Luella memeluk Dilara, ia memeluk sosok dirinya yang membutuhkan pelukan, tapi ia kemudian dikejutkan dengan suara ledakan, Luella bangkit, Dilara sudah tak sadarkan diri dan dapur apartemennya terbakar.
Luella panik, tapi disaat itu juga ia sadar, ia bukan hanya meninggal karena dipukuli pamannya, tapi juga karena pamannya menyalakan api untuk membakarnya. Luella kembali menangis, dalam sekejap saja, apartemennya sudah berubah menjadi lautan api yang besar, Luella melihat beberapa pemadam kebakaran masuk ke apartemennya, membawa tubuhnya keluar dari apartemennya, Luella mengikuti pemadam kebakaran itu, ia melihat petugas medis berkali-kali mencoba menyelamatkan nyawanya. Ia tidak tahu harus tertawa atau menangis, karena petugas pemadam kebakaran dan petugas medis langsung tahu bahwa kebakaran ini di sengaja, mereka juga langsung tahu bahwa Dilara adalah korban kekerasan.
Hal lain yang Dilara lihat adalah beberapa teman sekolahnya yang datang karena semua keributan ini, saat mereka melihat tubuh Dilara, untuk pertama kalinya, Luella tahu, bahwa ada orang yang peduli padanya, teman-temannya menangis, memanggil namanya berkali-kali, mencoba menawarinya segala hal agar ia kembali membuka matanya, Dilara yang ia kira tidak pernah mendapatkan cinta, kasih sayang atau yang lainnya, ternyata mendapatkan kasih sayang itu dari teman-temannya, teman-teman yang ia kira tidak peduli padanya.
Luella memeluk teman-temannya dari belakang, mencoba menyalurkan kehadirannya. “Terima kasih, terima kasih karena sudah menangis untukku.”
“Bagaimana? Apakah kau akhirnya merasa lebih lega?”
Luella bangkit, ia berbalik untuk mendapati sosok wanita asing berdiri di depannya.
“Siapa?”
Wanita itu menjentikkan jarinya, dan Luella langsung berpindah, ke ruangan serba putih, ruangan yang sama seperti saat dia bertemu dengan Giana.
“Itu tadi ... apa?” tanya Luella.
Wanita itu duduk di kursi yang entah sejak kapan ada di sana. “Itu adalah sedikit adegan yang terjadi setelah kematianmu.”
Luella mundur beberapa langkah ketika di depannya tiba-tiba ada kursi yang di lengkapi dengan meja penuh dengan dessert.
“Duduk,” titah wanita itu.
Luella langsung duduk, ia kembali menatap wanita itu dengan tatapan bingung. “Kau ini siapa?”
“Orang-orang di duniamu memanggilku saintess pertama.”
Luella memukul meja dengan keras. “Saintess pertama?”
Wanita itu mengangguk.
Luella menyandarkan tubuhnya. “Wah, gila, apa yang saintess pertama lakukan di sini?”
“Aku terpaksa menarikmu kembali ke masa lalu karena jiwamu berkeliaran tidak jelas.”
Luella berkedip beberapa kali. “Jiwaku berkeliaran tidak jelas?”
Wanita itu kembali mengangguk. “Sepertinya kau terlalu stress sampai kau meragukan eksistensimu di dunia itu, melihat dari ingatanmu, sepertinya ini karena keluargamu, benar?”
Luella tertawa canggung. “Yah, begitulah.”
“Luella, aku menunjukkan hal tadi bukan tanpa alasan, aku hanya mau kau tahu, kalau kau itu di cintai, baik sebagai Luella, atau Dilara, kalian berdua di cintai, jangan berpikir bahwa kau sendirian sampai kau meragukan eksistensimu begini, aku panik melihat jiwamu berkeliaran, aku pikir kau sudah mati!”
Luella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Aku tidak tahu kalau jiwaku bisa berkeliaran.”
“Luella, dengan sihir dan divine powermu ini, kalau kau meragukan eksistensimu sedikit saja, itu bisa berakibat fatal, divine power akan membawa jiwamu menuju tempat yang akan membuatmu tenang, dan untung saja, kekuatan itu membawamu ke tempatku, aku jadi tahu kalau hidupmu sedang dalam bahaya.”
“Saintess punya tempat sendiri?”
“Tentu saja, ini adalah tempat di mana jiwa para saintess beristirahat setelah semua reinkarnasi yang harus mereka alami.”
Luella mengangguk. “Berarti nanti aku juga akan ke sini?”
Wanita itu mengusap rambut Luella. “Entahlah, kamu spesial, kami para saintess tidak lagi bisa menebak masa depanmu, bahkan Giana juga sudah tidak bisa lagi melihat masa depanmu.”
“Tapi semua itu juga karena Saintess Gania yang membantuku untuk menghentikan masa depan mengerikan itu.”
“Yah, aku akui, Gania memang banyak membantu, tapi semua pilihan itu tetap ada di tanganmu, kau bisa saja memilih untuk melarikan diri, tapi kau justru memilih untuk membantu mereka mengubah masa depan, jadi semua ini juga karena pilihanmu.”
Luella hanya tersenyum.
“Luella, aku dengar kau ingin mencuri holy sword untuk mencari Dwarf?”
Luella tersentak. “Ahaha, itu ....”
“Aku tidak menyalahkanmu, melihat bagaimana gilanya kuil sekarang, aku paham kenapa kau tidak mau membongkar identitasmu sebagai saintess.”
Luella tertawa canggung.
“Aku bisa membantumu, anggap saja ini berkat dariku, hidupmu lebih mengerikan daripada semua kehidupan para saintess lainnya, aku hanya ingin kau bahagia di kehidupan ini, jadi, biarkan aku membantumu.”
“Aku akan sangat senang kalau Saintess bisa membantuku.”
“Aku akan membuat Holy sword mendatangimu sendiri, tenang saja, kotak holy sword tidak bisa dibuka kecuali oleh saintess, jadi tidak akan ada yang sadar kalau holy sword sudah menghilang dari kotaknya.”
“Ah, jadi holy sword itu ada di dalam kotak? Astaga, untung aku belum mengirim pamanku untuk mengambilnya,” lirih Luella.
Wanita itu tertawa. “Kalau kau tidak bangun sekarang, pamanmu mungkin akan menghancurkan kuil untuk mengambil holy sword.”
“Hah? Maksudnya?”
“Luella, kau lupa? Waktu di sini berjalan berbeda.”
Luella melotot. “Oh, benar juga, saat aku bersama Saintess Giana, itu bahkan tidak sampai setengah jam, tapi aku tidak sadarkan diri sampai tiga hari!”
“Luella, Giana mungkin sudah mengatakan ini, tapi aku akan mengatakannya sekali lagi, tolong bersihkan kuil.”
Luella tersenyum. “Itu sudah pasti.”
“Oh, tapi biar aku tambahi sedikit, kalau memang tidak bisa dibersihkan, tinggal hancurkan, buat yang baru.” Wanita itu menjeda ucapannya, ia kemudian mengusap rambut Luella lembut. “Apa pun yang kau lakukan, bahkan jika kau memutuskan untuk menjadikan kuil sebagai musuhmu, aku akan selalu mendukungmu, asalkan kau bahagia. Selama ini kau selalu hidup dalam lingkaranmu sendiri, cobalah untuk keluar dari lingkaran itu, cari kebahagiaanmu.
Luella tertawa pelan. “Aku mulai merasa kalau Saintess mirip Papaku.”
“Oh, sebuah fakta kecil, dulu aku jatuh cinta pada leluhurmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Twisted Ending
FantasiSebagai seorang saintess, Luella De Webster memiliki kewajiban yang tertumpu kepada dua pundaknya. Namun, apa jadinya kalau saintess yang seharusnya menjadi boneka kuil justru memilih untuk menyembunyikan identitasnya?