Tawa petaka

1.3K 161 18
                                    

-

-

-

-

-

idaha.......
Gibson......

_______________Tawa Peraka__________

Pagi-pagi sekali Marsha sudah bangun
Untuk mengerjakan pekerjaan seperti biasa. Tidak ada yang berubah meskipun ia tidak kekurangan materi sama sekali. Bahkan sebelum berang ke luar kota mama Chika menyempatkan memberi sejumlah uang yang menurut Marsha cukup banyak. Bahkan lebih besar dari gajinya saat menjadi art dan tukang cuci dulu.

  Sungguh Marsha tidak pernah memegang uang sebanyak itu. Mungkin untuk orang-orang kaya, uang sebanyak 10 juta tidak berarti apa-apa. Tapi berbeda dengan Marsha yang seumur hidupnya hanya bisa bekerja sebagai Art. Pendidikan yang hanya sebatas SMA membuatnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Bukan berarti pekerjaan sebagai art tidak baik. Hanya saja gajinya yang terbatas. Belum ia memiliki seorang anak yang sering sakit-sakitan. Jelas saja gaji art jauh dari kata cukup. Namun Marsha tidak pernah mengeluh. Ia justru tetap bersyukur setidaknya ia memenuhi kebutuhan putrinya tersebut.

Oleh sebab itu Marsha tidak pernah menyesali menikah dengan Freyan. Meskipun sikap laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu cenderung mengesalkan, tapi ia anggap itu sepadan dengan apa yang ia dapatkan. ia tidak perlu bekerja lebih keras lagi, tidak perlu berpindah-pindah kontrakan karena di usir akibat menunggak pembayaran. Ia juga tidak perlu kelaparan karena uang belanja yang Freyan berikan cukup banyak. Bahkan baru beberapa hari di sana, Freyan udah berapa kali memberinya uang belanja. Meskipun tidak secara langsung kerena Freyan meletakan uang di atas meja makan, tapi setidaknya laki-laki itu tidak terlalu menyebalkan. Ia masih bertanggung jawab atas dirinya dan Shasa.  Freyan juga tidak pernah protes apa yang di masaknya

Pagi ini Marsha memasak sup ayam, tahu goreng, dan sambal kentang ampela. Ia tidak tau,  Freyan menyukai menu masakan ini atau tidak, sebab Marsha tidak tau makanan kesukaan suaminya. Selama ia berkerja di rumah mama Chika, Marsha baru berapa kali bertemu dengan Freyan sebab laki laki itu lebih suka tinggal di apartemen.

Setelah semua makanan terhidang, Freyan pun muncul dengan setelan jas mahalnya. Freyan memang tampan, tatapan tajam, dengan rahang yang tegas dan bulu mata yang lentik. Jujur, Marsha iri dengan bulu mata itu. Padahal Freyan seorang laki-laki,bulu matanya yang lebat, panjang, dan lentik.

"Kok lama-lama kalau liat kak Freyan mirip Shasa ya? Bahkan bulu mata dan alisnya pun mirip" gumam Marsha sambil memperhatikan Freyan. Freyan yang berjalan mendekat seraya memasang kancing di ujung lengan kemejanya.

"Kenapa liat-liat? Terpesona ya?"ujar Freyan dengan pede membuat mata Marsha terbelalak.

"Dih, sok pede bangat!" Sahut Marsha sinis. Freyan mengerutkan keningnya, pagi ini Marsha tidak bersikap manis seperti kemarin-kemarin.

Freyan mendekat, lalu ia memegang dahi Marsha, membuat Marsha membulatkan matanya

"Apaan sih pengen-pengang"kesal Marsha karana Freyan menyentuh keningnya tanpa izin.

"Boleh gue tanya sesuatu nggak? Tanya Freyan

"Biasanya langsung bicara aja, nggak ada tuh pake izin segala" cibir Marsha

"Izin salah, nggak izin salah"omel Freyan kesal.

Marsha menahan tawanya" yaudah, mau tanya apa?"ucap Marsha meletakan piring berisi nasi di hadapan Freyan. Terlepas kalau ia sebenarnya terpaksa menikahi dengan laki-laki itu, tapi ia harus tetap melayani Freyan dengan baik. Hanya satu yang belum sanggup Marsha lakukan, yaitu melayani di atas ranjang. Marsha harap Freyan tidak pernah menginginkan haknya itu.

"Lu punya kepribadian ganda?"tanya Freyan to the poin. Ia sudah benar-benar penasaran dengan perubahan sikap Marsha

"Apa? Kepribadian ganda? Maksudnya?" Tanya Marsha bingung

"Itu, sikap kamu itu, aneh, entar baik, entar judes. Entar ramah, senyum manis, entar seperti ibu tiri. Seram"ujar Freyan membuat Marsha menganga.

Tak lama kemudian Marsha tergelak kencang. Ia sampai memegang perutnya yang berguncang

"Astaghfirullah, pikirin aneh dari mana itu?" Ujar Marsha yang masih tertawa. Kalau berusaha meresahkan tawanya saat melihat ekspresi Freyan yang seakan melihatnya aneh"gue nggak seperti yang lu bilang, apa tadi? Kepribadian ganda? Ya ampun, pikiran macam apa itu? Dengar ya, gue bersikap ramah itu hanya di depan Shasa. Bagaimana pun gue nggak mau Shasa niru sikap gue. Gue nggak mau ngajarin Shasa hal-hal yang nggak baik ke dia. Oleh sebab itu , sebisa mungkin kalau di hadapan Shasa gue ngejaga sikap gue,gue harap lu juga ngelakuin hal yang sama. Meskipun Shasa bukan anak lu, tapi gue mohon, jangan ngelakuin sesuatu yang buat dia nggak nyaman"
Ucap Marsha dengan penuh pengharapan.

Melihat wajah itu, entah mengapa Freyan terenyuh. Ia pun sambil berdehem sambil memalingkan wajahnya.

"Ok. Nggak masalah" namun Freyan diam-diam tersenyum tipis

Mengingat sesuatu, Freyan menoleh ke meja makan.

"Anak lu mana?" Tanya Freyan heran karena biasanya Shasa sudah duduk di meja makan.

"Dia lagi demam, jadi gue minta tetap di kamar aja"

Freyan mengangguk kan kepalanya. Ia pun segera duduk di meja makan. Dan mulai menyantap apa yang yang sudah di hidangkan ke padanya.  sebenarnya Freyan tidak biasa makan nasi pagi-pagi. Tapi Freyan tidak mau menyia-nyiakan makanan yang sudah di hadapannya. Apalagi masakan Marsha cukup enak.

Kayanya nggak masalah kalau makan nasi mulai sekarang" gumam Freyan dalam hati

                         ••••••••••••••••

Hari ini hari Minggu, Freyan seperti biasa melakukan joging di pagi-pagi sekali. Saat hendak keluar, Shasa menegur Freyan.

"Papa mau kemana?" Tanya Shasa, yang pagi itu sedang menikmati tayangan televisi. Sementara Marsha mencuci pakaian.

Freyan melirik datar pada Shasa. Freyan masih belum bisa terima menikah dengan janda anak satu. Oleh karena itu, Freyan pun belum bisa menerima keberadaan Shasa.

"Joging" jawab Freyan datar kemudian segera pergi.

Shasa menundukkan kepalanya. Shasa merasa sedih karena sikap Freyan tidak seperti ayah teman-temannya. Sejak dulu Shasa ingin sekali memiliki ayah seperti teman-temannya, tapi setiap ia bertanya pada ibunya di mana ayahnya, ibunya selalu mengatakan kalau ia sudah tidak ada, memangnya ayah kemana, shasa selalu mengatakan itu, dan itu kata sarkas bagi Marsha. Dan dia tidak pernah menjawabnya. Ia selau diam dan mengalihkan pembicaraan.

Freyan diam-diam melirik wajah murung Shasa. Entah kenapa, dia terasa terganggu dengan ekspresi itu. Ada rasa tak nyaman. Namun Freyan tak terlalu memikirkannya. Ia memilih pergi dari sana

Pulang dari joging, Freyan masuk ke pekarangan rumah. Namun ada yang aneh, ia mendengar suara tawa dari dalam rumah. Sala satu tawa itu Freyan yakin berasa dari Shasa, namun yang membuatnya penasaran, Shasa sedang bercanda seorang pria. Tangan Freyan mengepal. Freyan kesal karena Marsha sudah membawa laki-laki lain ke dalam rumah tanpa sepengetahuannya.

"Dasar perempuan sialan! Berani-beraninya dia bawa laki-laki masuk ke rumah, awas aja, gue bakalan kasih lu pelajaran" kesal Freyan dengan tangan terkepal.

Baru saja Freyan ingin berseru kesal, tapi saat melihat siapa yang sedang bercanda dengan Shasa. Mata Freyan seketika terbelalak.

"Lo......."

To be continued......

____________Tawa petaka_____________

Pembantu Sialan //FreshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang