Pagi itu, aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah seperti biasanya, namun kali ini aku akan diantar oleh kakakku karena Papa tidak ada di rumah.
"Dek, cepat sedikit, kakak masih ada pekerjaan yang harus diurus," ucap kakakku padaku sambil menunggu di mobil.
"Iya, Kak," jawabku sambil bergegas dari arah tangga. "Yuk, aku sudah siap," ucapku sambil melangkah menuju mobil. Kami berdua berangkat bersama dengan kakak yang mengemudikan mobilnya dengan hati-hati.
Sesampainya di sekolah, aku berpamitan padanya sebelum turun dari mobil. kakak mengatakan sesuatu padaku, "Semoga hari sekolahmu menyenangkan ya, dengarkan guru saat mengajar, mengerti?"
"iya, Kak," jawabku dengan senyum.
Kakakku pun melanjutkan, berkataannya"Punya uang jajan tidak?" Dia mengeluarkan uang seratus ribu dari dompetnya.
"Ada, tapi Mama memberiku dua puluh ribu saja tadi," dengan sedikit kebohongan agar dia memberiku tambahan uang jajan.
"Tapi kalau Kakak mau menambahkan, aku tidak keberatan," tambahku riang. Kakak memberikan uangnya dengan senang hati.
Aku memeluknya sejenak sebelum keluar dari mobil dan masuk ke gedung sekolahku.
Semua berjalan dengan lancar, dan aku merasa beruntung memiliki kakak yang peduli seperti dia.Saat aku memasuki gedung sekolah, mataku tak sengaja menangkap Devan sedang memarkirkan motornya. Aku berusaha melewatinya seolah tidak memperhatikannya, sambil pura-pura sibuk dengan ponsel yang kugenggam. Langkahku kukencangkan untuk menghindarinya, tetapi...
"Pagi, Dian. Jangan terlalu fokus melihat ke ponselmu," ucapnya dengan senyum.
"Pagi juga, Dev," jawabku ramah sambil tetap menatap layar ponsel.
"Yuk, kita menuju ke kelas," ajaknya dengan penuh semangat, yang kuhadapi dengan mengangguk.
"Nanti pulang sekolah kamu dijemput sama siapa?" tanya Devan lagi.
"Aku tidak dijemput, tapi pulangnya bareng Evelly dan Jovancha," jawabku santai.
"Kalau gitu, mau pulang bareng pada ku?" tawarnya tiba-tiba, tapi sebelum aku bisa menjawab, Vara memanggilku.
"Dian, tungguin aku!" teriaknya begitu dia berada di sisiku. Aku segera memberikannya air minum yang kubawa dari rumah tadi.
"Minum dulu, Va. Kok kamu lari-lari sih?" ucapku sambil menyodorkan air minum kepadanya. "Ini masih pagi, dan kami berdua akan menunggu di sini."
"Hehe, makasih ya, Dian, atas air minumnya. Aku tadi cuma ingin sedikit bergerak," jawabnya dengan suara yang sedikit terengah-engah.
"Ya udah, ayo ke kelas. Ngapain sih kita masih di sini berdiri?" ucap Devan, bergabung dengan kami. Kami berdua mengangguk dan melangkah bersama menuju ke kelas.
Sesampainya di kelas, aku melihat sudah banyak siswa yang berdatangan. Aku langsung menuju meja yang dikelilingi oleh Anggara, Evelly, Johancha, Lionel, Iastin, dan Nicholas.
"Pagi semua," sapaku pada mereka yang sedang berkumpul di sana.
"Pagi juga, Dian," jawab mereka serempak. Aku pun duduk di kursiku sambil mendengar mereka melanjutkan pembicaraan mereka,yang tertinggal tadi karna membalas sapaan ku.
"Eh, dengar-dengar nih, kita bakal pulang cepat loh," ucap Hendra tiba-tiba muncul dengan suara yang bersemangat.
"Heh, astaga, anjir lu Hen! Datang-datang kok langsung teriak begini, udah kayak alarm aja lu," ejek Nicholas pada Hendra.
"Iya nih, Hen, datang-datang kayak gini, kan mestinya ngomong selamat pagi dulu kek ," tambah Lionel sambil tertawa.
"Haha, sorry ya guys, gue gak nyadar kalian bakal kaget denger gue tadi," ucap Hendra meminta maaf sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA ALEXSANDER ( End )
Teen FictionKu dengar cinta adalah obat untuk hati yang terluka, namun mengapa rasanya seperti aku tenggelam dalam penderitaan? Meskipun cintanya palsu, rasa ini terus membekas dalam diriku. Aku tak bisa memiliki dirinya, namun aku memilih untuk terus menantiny...