Sesampainya di rumahku, aku turun dari motor Anggara dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Aku menyambutnya di ruang tamu, lalu segera menghilang ke dalam kamar untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah selesai, aku turun kembali ke bawah. Tiba-tiba, mama datang dari tempat kerjanya. Aku meminta izin padanya, yang dengan senang hati memberikannya.
Setelah izin didapat, aku dan Anggara berangkat meninggalkan halaman rumahku menuju rumahnya. Sampai di sana, kami melihat teman-teman sekelas sudah berkumpul di sana, termasuk Devan. Mata Devan langsung memandangku, tetapi Anggara cepat-cepat menyembunyikanku di baliknya.
Setelah sampai di rumah Anggara, suasana tegang tercipta ketika Devan menyindir Anggara tentang kehadiranku. Anggara dengan cermat memutarbalikkan keadaan dengan alasan yang tidak meyakinkan, tetapi Devan tetap meragukannya. Perdebatan pun mulai memanas, dengan Alvero yang mencoba untuk menengahi situasi. Nicholas akhirnya mengalihkan perhatianku dari pertengkaran itu, sementara Jovancha dan yang lainnya mencoba mengalihkan suasana dengan obrolan santai.
Kami kemudian melanjutkan pekerjaan yang ditinggalkan Alvero dan teman-temannya karena perdebatan tadi. Meskipun awalnya tegang, akhirnya kami kembali fokus dan menyelesaikan tugas dengan baik.
Pukul 9 malam, suasana di halaman belakang rumah Anggara masih terasa hangat setelah acara memanggang yang penuh tawa dan cerita. Kami berkumpul untuk makan malam bersama di bawah cahaya lampu kecil yang menghiasi halaman.
"Cyvara, kamu kuliah di mana nanti?" tanya Jovancha dengan rasa ingin tahu.
"Aku memilih untuk tetap kuliah di kota ini," jawab Cyvara sambil tersenyum.
"Oh, begitu ya," kata Jovancha sambil mengangguk mengerti.
Lionel bergabung dalam percakapan, "Al, gimana rencanamu? Cewekmu kan kuliah di sini."
Alvero menjawab dengan mantap, "Aku berencana merantau ke luar kota."
Nicholas memberikan doa dan dukungan, "Semoga lancar untuk kalian berdua."
Iastin mengalihkan perhatian, "Dian, bagaimana denganmu? Sudah memilih kota untuk kuliah?"
Dengan sedikit ragu, aku menjawab, "Aku masih bingung memilih tempat kuliah yang tepat."
Hendra memberikan semangat, "Tenang saja, kamu pasti bisa memilih dengan baik."
"Aku yakin juga," kataku sambil tersenyum.
Alvero menoleh ke arahku, "Gar, apa rencanamu?"
"Aku juga memilih merantau ke luar kota," jawabku dengan mantap.
Anggara menambahkan, "Semoga semua lancar bagi kita semua."
Adithia mengangguk setuju, "Amin."
Percakapan kami terus berlanjut dengan canda tawa dari Nicholas dan Hendra yang menghibur. Ketika jam menunjukkan pukul 11 malam, kami pun memutuskan untuk pulang. Devan menawari untuk mengantarku pulang, dan dalam perjalanan kami, kami berdua hanya duduk diam tanpa banyak bicara. Saat sampai di depan rumahku, aku turun dari motornya tanpa banyak kata, hanya menghela nafas dalam.
Setelah mengganti pakaian dan membaringkan tubuhku di atas kasur, aku membiarkan pikiran melayang. Esok hari adalah hari baru, dan keputusan untuk memilih tempat kuliah masih menggantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA ALEXSANDER ( End )
Teen FictionKu dengar cinta adalah obat untuk hati yang terluka, namun mengapa rasanya seperti aku tenggelam dalam penderitaan? Meskipun cintanya palsu, rasa ini terus membekas dalam diriku. Aku tak bisa memiliki dirinya, namun aku memilih untuk terus menantiny...