Chapter 54

41 6 0
                                    

Waktu terus melaju, mengganti hari, bulan, dan tahun dengan cepat, tetapi perasaanku untukmu tetap tak tergoyahkan. Meski perubahan menyapu segala sesuatu di sekelilingku, hati ini tetap menyimpan rasa yang sama untukmu. Kerinduan ini bukan sekadar bayangan, melainkan sebuah kehadiran nyata yang mengisi setiap ruang kosong dalam jiwaku.

Aku sering bertanya-tanya, dalam hening malam dan riuh pagi, bagaimana kabarmu di sana? Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau benar-benar meninggalkanku sendirian di sini, sementara aku berjuang melawan kekosongan yang menyisakan kekurangan akan kehadiranmu?

Namun, meski bertanya-tanya, aku tetap di sini, Anggara. Aku menunggu dengan penuh kesetiaan, meskipun perasaanku tidak pernah berubah. Aku telah berubah, menjadi lebih kuat dari sebelumnya, tetapi rasa yang aku miliki untukmu tetap tak tergoyahkan. Aku bukan lagi wanita yang cengeng yang dulu—aku telah belajar menjaga diriku sendiri. Namun, rasa sakit ini, kerinduan yang mendalam dan tak terucapkan, tetap membekas dalam setiap detak jantungku.

Ke mana pun kau pergi, ke mana pun hidup membawamu, satu hal yang pasti: aku sangat merindukanmu. Dalam setiap sudut yang gelap dan setiap saat kesunyian, aku terus berharap, menunggu dengan penuh harapan bahwa suatu hari nanti, mungkin takdir akan mempertemukan kita kembali. Aku di sini, dengan segala rasa yang tersisa, menunggu dengan setia dan penuh cinta.

Namun, Anggara, tahukah kau bahwa aku masih berdiri di tempat yang sama? Di pesisir pantai ini, tempat yang dulu kita kunjungi bersama di pagi hari, saat kau memarahiku karena datang terlalu awal. Aku masih duduk di batu besar yang sama, menunggu kehadiranmu seolah-olah kau akan datang dan marahiku dengan cara yang penuh kasih, seperti dulu. Aku merindukan setiap detik yang kita habiskan bersama, dan jika itu berarti kau harus memarahi aku lagi, aku akan menyambutnya dengan hati yang terbuka dan tanpa keluhan.

Sekarang, meski kau jauh, aku tak pernah sekali pun mengeluh. Aku terus mengunjungi tempat-tempat yang kita cintai bersama, mencari bayanganmu dalam setiap sudutnya, untuk mengisi kekosongan yang kau tinggalkan. Aku sabar menunggu, mengukir kenangan kita dalam setiap langkahku, berharap bahwa suatu hari nanti kau akan kembali. Aku memelihara cinta kita, meski jarak memisahkan kita. Setiap hari, aku hidup dengan harapan bahwa takdir akan mempertemukan kita kembali, di tempat yang sama di mana kita pernah berbagi segalanya.

Kau tahu, Anggara, betapa bahagianya aku ketika kau berjanji akan menemaniku untuk bertemu bayi Angkara. Aku menyimpan harapan dan kebahagiaan itu dalam hati, menunggu saat ketika kau akan menepati janjimu. Namun, kini aku menunggu dalam kesunyian, berharap suatu saat kau akan muncul. Sementara itu, bayi yang dulu ingin kau gendong telah tumbuh menjadi anak yang tampan, tanpa kau pernah menyaksikannya tumbuh dewasa.

Lebih dari itu, Anggara, aku ingin kau tahu bahwa aku kini telah berpisah dengan Devan. Dia memilih jalan yang penuh luka—mempermainkan perasaanku di belakangku—padahal aku hampir membuka hatiku untuknya, sebagaimana kau inginkan. Alih-alih mendapatkan cinta, aku malah mendapatkan kekecewaan yang mendalam. Hatiku terasa hancur, dan dalam kesedihan itu, kenangan tentangmu terus berputar-putar di kepalaku. Setiap kata yang kau ucapkan tentang melindungi dan menjaga terasa seperti bisikan hantu dari masa lalu, menghantui pikiranku dan menambah rasa sakitku.

Aku merindukan setiap detik yang kita bagi, dan janji-janji yang pernah kau ucapkan kini terasa seperti ilusi yang tak pernah terwujud. Aku terus menunggu, berharap kehadiranmu kembali, meskipun waktu terus berlalu dan aku terjebak dalam bayangan kenangan yang tak kunjung pudar.

Namun aku sadar, betapa pun aku menginginkannya, kita tak akan pernah bersatu. Tak ada yang bisa menggantikanmu dalam hidupku, meski banyak yang bisa menggantikanku dalam hidupmu. Perasaanku padamu tetap tak berubah, seperti hari pertama kita bertemu. Aku sering bertanya pada diri sendiri jika aku bisa berhenti mencintaimu dan melepaskan harapan ini. Namun, seperti matahari yang terbenam hanya untuk terbit kembali esok hari, begitulah perasaanku kepadamu.

Anggara, jika kau harus tahu, aku tak akan pernah membencimu. Bahagialah dengan wanita yang kau pilih, tapi jangan larang aku untuk terus mencintaimu—karena mencintaimu adalah pilihanku. Mencintaimu memang menyakitkan, namun melupakanmu jauh lebih perih.

Akhirnya, aku harus merelakan seseorang yang belum sempat ku miliki demi kebahagiaanmu. Kini, hanya kenangan manis yang jauh dariku dan rindu yang abadi yang tersisa, menyiksa hati dan melengkapi ceritaku yang tak pernah tuntas.

Dan hingga kita bertemu di titik terbaik kita, entah bagaimana nasib akan mempertemukan kita lagi atau tidak, aku merasa bersyukur telah mengenalmu. Namun, jika semesta memutuskan untuk mempertemukan kita kembali, aku akan memilih untuk menjauh. Aku takut, setiap kali aku melihatmu, rasa cinta ini akan semakin dalam, dan aku belum siap untuk merasakan itu lagi.

Akhirnya, meski aku berusaha tampak kuat, aku kalah oleh air mataku sendiri. Aku bertanya-tanya, begini rasanya mencintai seseorang yang tidak mencintaimu kembali? Jika suatu hari ada kesempatan, kembalilah padaku. Aku melepaskanmu dengan berat hati, dan jika kamu benar-benar ingin kembali, aku masih di sini dengan perasaan yang sama.

Setiap hari, aku akan menantikanmu. Aku merindukanmu, Anggara, dan semoga kau merindukanku seperti aku merindukanmu.

Kau akan selamanya menjadi pemenang di dalam hatiku, Anggara, tak ada yang bisa menggantikanmu di sana. Kau adalah sosok yang telah membuatku jatuh cinta dengan kedalaman yang tak terukur, menciptakan ruang istimewa dalam hidupku yang tak akan pernah pudar.

Sekarang, izinkan aku, Diandra Cristin, menutup bab ini dengan membawa bersama kenangan yang kau ciptakan—kenangan yang akan selalu ku simpan dan hargai. Terima kasih atas setiap momen yang kita bagi, walaupun singkat, namun sangat berharga. Terima kasih juga atas kata-kata yang kau ucapkan; meskipun mungkin hanya janji, kebahagiaan yang kurasakan saat itu akan selalu hidup dalam diriku.

Saat kata selamat tinggal ini ku ucapkan, ketahuilah bahwa cintaku padamu, Anggara Alexander, tak akan pernah memudar. Kau akan selalu abadi dalam setiap detak jantungku dan setiap hembusan napasku.

....

END





Ketahuilah, cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan memang meninggalkan luka yang mendalam. Namun, dari situlah kita menemukan kekuatan sejati dalam menghadapi kenyataan yang tak sesuai harapan. Setiap rasa sakit, setiap harapan yang tak pernah terwujud, membentuk kita menjadi pribadi yang lebih tangguh dan bijaksana. Dengan penuh rasa syukur, aku menghargai setiap pelajaran berharga yang datang dari cinta ini. Terima kasih telah mengajarkanku tentang arti sejati dari keteguhan hati.


TERIMA KASIH


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 ANGGARA ALEXSANDER ( End ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang