Chapter 22

14 4 0
                                    

Pagi itu, suasana di sekolah begitu hidup dengan siswa yang datang untuk hari yang sibuk. Beberapa memilih untuk masuk siang karena jadwal pertandingan tenis meja mereka, sementara kami dari kelas menantikan kebanggaan kami dalam kompetisi yang sama. Meskipun ruang tenis kami sempit, kami tetap bersatu untuk mendukung tim kami.

"Kita udah punya nama grup," seru Cyvara, menghidupkan percakapan di antara kami.

"Apa namanya?" tanya Evelly dengan penasaran.

"Coba deh 'BEBAS'!" Cyvara berseru dengan semangat.

"Aduh, nggak banget, va. Lu aja yang pakai nama gitu," ujar Alya dengan tawa kecil.

"Iya, mendingan lu aja yang pake nama grup kaya gitu, Va," ujar Jovancha.

"Ya kan bagus kali, ha? Nggak seru banget sih kalian berdua jir," protes Cyvara dengan sedikit kesal.

"Gimana dengan G-SIX dan slogan 'BEBES'? Cocok nggak?" usul Iastin kepada kami berenam.

"Cocok tuh! Nah, kan udah diberesin, Var. Jangan ngambek lagi ya," kata Evelly pada Cyvara.

"Iya, Vel, hehehe," jawab Cyvara.

"Ya udah, jangan diganti-ganti lagi nama grupnya ya," kataku kepada mereka semua.

"Oke, Dian. Aman deh," sahut mereka berlima.

Kami melanjutkan percakapan dengan canda tawa, yang di buat oleh Cyvara dan Iastin membuat kami tertawa dengan kuat hingga membuat suara kami terdengar dari luar kelas.

"Seru amat kalian berenam ketawanya, bicarain apa sih?" tanya Hendra yang tiba-tiba muncul dengan teman-temannya.

"Hehehe, gak papa, Hen. Cuma bercandaan doang tadi," jawab Iastin.

"Gimana tenis mejanya, menang gak?" tanyaku pada mereka.

"Menang dong, gak usah diragukan," ujar Adithia kepada kami semua.

"Eh, ngomong-ngomong, Anggara, dia mana kok nggak sama kalian berlima?" tanya Evelly pada mereka.

"Oh, tadi dia ada urusan sama pacarnya jadi nggak ikut dengan kita," jawab Nicholas pada Evelly, yang kemudian disambut anggukan dari gadis itu. Aku terdiam mendengar penjelasan Nicholas, pikiranku melayang jauh. Apakah Anggara dan Kirana sedang mengalami pertengkaran? Aku merasa bersalah kepada kekasih Anggara saat ini. Seharusnya aku tidak menuruti Anggara waktu itu.

"Kenapa, Dian? Kok kamu diam aja?" tanya Jovancha.

"Gak apa-apa, Cha," jawabku singkat.

"Eh, kalian mau ikut gak nonton futsal? Gue mau jadi wasit di situ," tambah Hendra.

"kalo gitu, yuk kita ke lapangan," ajak Alvero, disambut dengan langkah kami yang mengikuti.

Sesampainya di lapangan Kami melihat banyak kakak dan adik kelas berkumpul untuk menyaksikan pertandingan, tapi aku masih menunggu Anggara. Saat pertandingan selesai, Anggara tak kunjung muncul untuk bergabung dengan kami.

"Lu lagi cari siapa, Dian? Kok kayaknya udah lama nungguin orang," canda Lionel.

"‘Itu nel, aku lagi cariin Anggara,’ ucapku padanya.

"Oh, Sianggara tadi dia kabarin gue, dia gak bisa kumpul sama kita karena dia lagi ada urusan," jelas Alvero padaku.

"Oh gitu ya, Al. Yaudah, mari kita balik aja. Tidak ada lagi kan yang harus kita lakukan di sini," ucapku pada mereka.

"Yuk, pulang sekalian kita makan siang bareng," usul Nicholas.

"Baiklah, kita makan di tempat yang biasa kita ngumpul aja," kata Adithia pada Nicholas.

"Ayo, jangan hanya diam saja. Langsung berangkat aja kita,"ajak Hendra pada kami semua.

"Kita langsung ke parkiran saja," ajak Alvero lagi pada kami. Kami bergerak ke warung makan yang disebut Nicholas. Namun, dalam perjalanan, aku melihat Anggara dan kekasihnya sedang berdebat di dekat kafe. aku meminta Evelly untuk berhenti sejenak.

"Eh, Vel, lihat itu, bukankah itu Anggara dan Kirana?"ucapku pada Evelly.

"iya, Dian, apa yang sedang terjadi dengan mereka?’ balas Evelly.

"Sepertinya mereka sedang bertengkar, Vel," kataku.

"Baiklah, Dian, mungkin mereka punya masalah. Kita tidak perlu campur tangan. Ayo kita lanjut," usul Evelly.

"Baiklah, mari kita pergi," ucapku. Namun pikiranku dipenuhi pertanyaan tentang masalah apa yang sedang dihadapi Anggara dan kekasihnya, Kirana. Begitu banyak pemikiran negatif yang muncul dalam pikiranku tentang bertengkaran mereka.

Saat sampai di warung makan pilihan Nicholas, kami memesan makanan yang kami mau. Setelah makanan tiba, kami memakan nya dengan hening tanpa ada seorang pun yang berbicara. Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk berbicara sejenak sebelum kembali ke rumah masing-masing pada siang hari itu.

 ANGGARA ALEXSANDER ( End ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang