Tiba Saat nya lomba antar kelas disekolah kami tiba, aku melihat Anggara bersama timnya sedang melakukan pemanasan. Sebelum mereka memulai, Anggara mendatangiku untuk menitipkan barang-barangnya beserta ponsel nya, lalu kembali ke posisinya.
Pertandingan dimulai dengan tim kami unggul 4-2. Kami yakin dengan kemampuan Anggara dan timnya dalam sepak bola, terutama dengan kehadiran Hendra sebagai kapten dan Anggara yang merupakan pemain terbaik di sekolah kami. Akhirnya, tim kami berhasil mengalahkan tim lawan dari kelas lain. Pertandingan akan dilanjutkan pada hari Kamis dengan lawan yang berbeda.
"Dian, boleh minta air minum?" ucap Anggara dengan suara yang terengah-engah di tengah keringat yang mengucur.
"Ini, Gar. Kamu kelihatan sangat capek," ucapku sambil memberikan air minum kepadanya saat ia rebahan di atas rumput.
"Iya, Dian. Capek banget, terik matahari hari ini juga bikin tambah capek," keluh Anggara. Aku hanya mengangguk sambil memahami.
"Dian, kenapa kamu terdiam begitu? Ada masalah?" tanya Anggara, matanya mencari tatapanku yang kosong.
"Hehe, enggak, Gar. Yuk, kita lanjut ke lapangan voli. Kalian juga harus siap-siap untuk pertandingan voli nanti," kataku padanya.
"Yaudah, ayo," ucap Anggara sambil bangkit dari tidurnya. Tanpa disangka, ia menarikku untuk berdiri di sampingnya, menggunakan jaketku untuk melindungi kepala kami dari sinar matahari yang terik.
"Panas sekali, Diandra. Kamu tahu kan sinar matahari jam dua itu bisa membuat kepala pusing," ucapnya sambil tersenyum.
"Iya, Gar, tapi aku merasa tidak enak di lihat seperti ini, apalagi jika dilihat oleh kekasih mu," kataku dengan nada panik.
"Tenang, Diandra. Enggak apa-apa," jawabnya sambil mengajakku berjalan. Sorakan dari adik-adik kelas yang ada di lapangan futsal semakin membuatku merapat kan diri pada Anggara, walau rasa malu itu terus menghantuiku.
Ketika kami sampai di lapangan voli, aku melihat kekasih Anggara yang memperhatikan kami berdua. Mata kami bertemu sejenak sebelum Anggara membimbingku untuk bergabung dengan teman-teman sekelas yang lain.
Setelah memastikan aku nyaman dengan memperbaiki jaketku agar melindungi dari sinar matahari, Anggara mengelus kepalaku dengan lembut. Itu adalah isyaratnya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku membalasnya dengan senyuman singkat. Kemudian, Anggara pergi untuk mengambil posisinya di lapangan voli.
"Tolong, semangat semua!" teriak Cyvara kepada tim voli kelas kami.
"Var, kenapa suka teriak-teriak gitu?" goda Nicholas pada Cyvara.
"Ya sudahlah, biarin aja," jawab Cyvara enteng.
"Jangan teriak terus, nanti suaramu serak," saran Evelly kepada Cyvara.
"Santai saja, Var," tambah Lionel.
"Dian, kamu baik-baik saja kan?" tanya Alya padaku.
"Aku baik-baik saja, Alya," jawabku mantap.
"Kalau kurang enak badan, ke kelas aja, aku antar," tawar Alya lagi.
"Aku baik-baik saja, Alya, tenang saja," aku menguatkan Alya.
"Baiklah, kalau ada masalah, ceritakan pada ku ya," ucapnya sebelum kembali fokus menonton pertandingan.
Tak lama setelah pertandingan voli antarkelas dimulai kami berakhir dengan kemenangan, kami semua bersama-sama kembali ke kelas. Namun, Anggara memilih untuk pergi sendirian tanpa memberitahu tujuannya kemana.
Setibanya di kelas, kami duduk bersama untuk makan siang dan mengisi energi.
"Selamat makan, semuanya," ucap Alya ramah kepada kami yang tengah makan di ruang kelas.
"Iya, Alya. Selamat makan juga," balas Evelly sambil tersenyum.
"Eh, ada apa ya dengan Anggara?" tanya Iastin, menarik perhatian kami semua.
"Kami juga tidak tahu, Ias. Dia tidak bilang apa-apa," jawab Hendra dengan jujur.
"Al, kamu tahu kenapa Anggara dia kan dekat denganmu?" tanya Adithia pada Alvero, yang hanya menggelengkan kepala.
"Jadi, ada apa dengan dia?" tanya Jovancha sekali lagi kepada kami semua.
"Udahlah, mungkin dia ada urusan penting atau mungkin dia hanya butuh waktu sendiri sebentar," jelaskan Evelly dengan bijak, diikuti anggukan dari kami yang lain.
"Yaudah, kita lanjut makanannya. Udah laper nih," ucap Nicholas dengan antusias kepada kami semua. Kami pun melanjutkan untuk menikmati makan siang kami, sambil tetap menyemangati satu sama lain dengan candaan dan tawa di dalam kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA ALEXSANDER ( End )
Teen FictionKu dengar cinta adalah obat untuk hati yang terluka, namun mengapa rasanya seperti aku tenggelam dalam penderitaan? Meskipun cintanya palsu, rasa ini terus membekas dalam diriku. Aku tak bisa memiliki dirinya, namun aku memilih untuk terus menantiny...