Chapter 23

20 4 0
                                    

Siang hari telah tiba, saat pertandingan antara kelas kami dengan kelas lain akan segera dimulai. Kompetisi ini menentukan juara pertama dan kedua.

"Ehe, semangat ya, jangan sampai kalah," ucap Evelly pada kami semua.

"Iya, Vel, terima kasih atas dukungannya," jawab Nicholas.

"Kalian semua, mari berkumpul ke sini,kamu juga dian" kata Alvero padaku.

"Yang lainnya di mana, Dian? Coba panggil mereka," lanjut Alvero.

Vel, Vara, Ias, Alya, ayo kumpul dulu," teriakku memanggil mereka.

"Apa ada yang terjadi, Dian?" tanya Evelly.

"Alvero memanggil, ada yang ingin dia bicarakan," kataku pada mereka.

"Kami sudah membuat rencana untuk memberi kejutan pada Jovancha. Aku ingin bekerja sama dengan kalian untuk membuatnya tetap berada di lapangan. Dan mengenai bunga, sudah siapkan, kan, Dian?" jelas Alvero kepada kami semua.

"Sudah, Al, semuanya sudah diatur dengan baik," ucapku pada Alvero.

"Ehe, Jovancha belum datang kan," ucap Alvero dengan nada cemas.

"Napa cari gue ?" sahut Jovancha, tiba-tiba muncul dari belakang.

"Eh, sejak kapan kamu di sini?" tanya Hendra, sedikit terkejut.

"Sejak kalian pada bisik-bisik yang gak jelas," balas Jovancha sambil tersenyum mengejek.

"Jadi kamu dengar, Cha?" ucap Alya, sambil menggertakkan gigi.

"Enggak lah, kalian aja dah siap bisik-bisik sebelum aku datang. Lagian, kalian sedang membicarakan apa sih?" tanya Jovancha dengan nada penasaran.

"Enggak, tadi cuma sedang membahas persiapan pertandingan," jawab Alvero, disambut anggukan setuju dari Jovancha.

"Yaudah, mari kita langsung ke lapangan, pertandingan mau dimulai," ucap Adithia, mencoba meredakan ketegangan.

"Semoga lancar ya, Al," ucap Anggara, menyentuh bahu Alvero dengan penuh semangat.

"Jangan khawatir, semoga semuanya berjalan sesuai rencana," tambahku, memberi dukungan pada Alvero.

"Terima kasih, Gar, Dian, kalian berdua sudah membantu banyak," ucap Alvero dengan tulus pada kami, kami menjawab dengan senyum dan anggukan penuh antusias.

"Ehe, kalian bertiga lagi ngobrolin apa, sih? Yuk, ke lapangan," ucap Nicholas pada kami bertiga dengan antusias.

"Iya, Nic, kita ke sana. Ayo, kita pergi," ajakku pada mereka berdua. Langkah kami menuju lapangan dipenuhi dengan kegembiraan. Begitu tiba di lapangan, kami melihat sekelompok adik dan kakak kelas yang tak sabar menanti pertandingan antara kelas kami dan kelas MIPA 6. Di sisi lain lapangan, kekasih Anggara duduk dengan wajah penuh perhatian, memandang ke arah Anggara.

"Dian, nitip HP dan barang-barang lain ya. Dan pakai jaketku, takutnya kamu kepanasan takut nya kamu  mimisan lagi," ucap Anggara padaku, tanpa menghiraukan kehadiran kekasihnya yang duduk di seberang.

"Gar, jangan seperti ini. Kekasihmu ada di sana, Gar. Kamu tidak bisa begitu," ucapku pada Anggara dengan penuh kekhawatiran. Meskipun begitu, Anggara hanya diam, dan dengan lembut mengenakan jaketnya padaku, mengelus rambutku, lalu pergi dengan langkah mantap.

Suasana lapangan dipenuhi semangat, sorak-sorai penonton mengiringi setiap gerakan pemain. Aku melihat Anggara membawa bola menuju gawang lawan, dibantu oleh Hendra yang siap menerima umpannya. Saat Hendra berhasil mencetak gol, Anggara terjatuh saat memberikan umpan terakhirnya, tetapi wajahnya tetap penuh kebahagiaan atas kerja sama mereka. Sorakan bangga dari penonton memenuhi udara saat kami mengamankan kemenangan dalam kompetisi futsal ini.

Alvero melangkah maju, mengambil mikrofon dari panitia untuk berbicara. Aku menangkap pandangannya yang memberikan kode, menandakan bahwa saatnya telah tiba.

"Aku pergi sebentar ke toilet," ucapku pada mereka berenam, sambil bergerak untuk mengambil bunga yang Alvero titipkan padaku. Dengan cepat, aku kembali dan memberikan kode balasan pada Alvero, menegaskan bahwa semuanya telah siap. Alvero pun mulai dengan hati-hati menyatakan perasaannya pada Jovancha.

"Jovancha, entah sejak kapan perasaan ini tumbuh dalam diriku. Hari ini, aku ingin mengungkapkannya padamu meskipun aku tidak begitu pandai dengan kata-kata. Maukah kau menjadi kekasihku?" ucap Anggara dengan tulus, sorakan dari adik-adik dan kakak kelas di sekitar mereka meneriakkan Alvero dan Jovancha.

"Namun, jika kau menolak, aku akan tetap menghormati pilihanmu. Tetapi jika kau menerima, datanglah padaku dan ambillah bunga ini dari tanganku," tambah Alvero dengan hati-hati, tatapannya penuh harapan pada Jovancha.

Jovancha diam beberapa saat di tempatnya, membiarkan ketegangan mengambang di udara sebelum akhirnya dia melangkah maju mendekati Alvero dengan langkah ragu.

"Maaf, Al, aku tidak bisa..." ucap Jovancha dengan suara yang terdengar ragu.

"Tidak apa-apa, Cha. Aku akan selalu menunggumu dan berjuang untukmu," ucap Alvero dengan suara yang sedikit terdengar patah hati, namun matanya tetap memancarkan kehangatan. Aku melihat Jovancha mengambil bunga dari tangan Alvero dengan lembut.

"Bunga ini cantik, Al, tapi... bisakah aku bicara? Jangan terlalu cepat memotong ucapanku. Aku belum siap untuk mengatakannya. Tapi kamu selalu cepat memotong," ucap Jovancha dengan sedikit kesal, tangannya lembut menyentuh wajah Alvero agar dia bisa melihat ekspresinya dengan jelas.

Maaf, Al, aku tidak bisa menolakmu sebagai kekasihku," ucap Jovancha dengan suara yang penuh makna. Alvero merespons dengan cepat, merangkul Jovancha dengan penuh kebahagiaan.

"Terima kasih, sayang, telah menerima ku. Aku sangat bahagia," ucap Alvero, melepaskan pelukan sambil tersenyum lebar. Sorak sorai siswa-siswi di lapangan memenuhi udara.

"Wahhh, selamat ya, Al, Cha! Semoga hubungan kalian lancar dan tak ada halangan yang menghalangi," ucap Evelly dengan antusias, yang dijawab oleh senyuman hangat dari Alvero dan Jovancha.

"Yuk, kita foto dulu untuk merayakan kemenangan kita dan hari jadian mereka," usul Hendra kepada kami semua.

"Baiklah, mari kita ambil posisi," ucap Alya, membantu mengatur agar foto itu sempurna.

"Tunggu sebentar, biar aku susun posisi foto ini. Alvero dan Jovancha di tengah, di sebelah kiri Alvero aku dan Lionel, di sebelah kanan Jovancha Anggara dan Diandra. Yang duduk di bawah Adithia dan Hendra, sementara di sebelah kanan Hendra ada Iastin dan di sebelah kiri Adithia ada Alya. Alya dan Iastin, jongkok ya, keren aja," ucap Cyvara setelah merapikan posisi kami dengan cermat.

"Oke, dek, bisa potret kita gak ?" tanya Evelly pada adik kelas yang melintas di depan kami, dijawab dengan anggukan setuju dari adik kelas tersebut.

"Baiklah, kak. Siap-siap ya. Satu, dua, tiga, oke, sekali lagi. Satu, dua, tiga, oke, ini HP-nya, kak," ucap adik kelas itu dengan antusias.

"Terima kasih, dek," ucap Evelly dengan senyuman.

"Baik, kita akan ke mana setelah ini?" tanya Lionel, menanyakan rencana selanjutnya.

"Kita ke kelas dulu, menunggu pertandingan voli dimulai," jawab Hendra, memimpin langkah menuju ke kelas, diikuti oleh kami semua untuk istirahat.

Ilustrasi bunga untuk johancha

Ilustrasi bunga untuk johancha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
 ANGGARA ALEXSANDER ( End ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang