Hari-hari berjalan begitu saja, dan akhirnya saat yang dinanti-nantikan tiba: pengumuman kelulusan dari SMA. Aku memakai seragam putih abu-abu ku untuk terakhir kalinya, ditemani perasaan campur aduk antara harapan dan kekhawatiran. Diantar oleh supir pribadi ayahku, perjalanan menuju sekolah terasa penuh dengan refleksi akan perjalanan panjang ini.
Sesampainya di sekolah, suasana penuh kehangatan dari senyuman-senyuman haru teman-temanku menyambutku.
"Evelly, sungguh aku merindukanmu," kataku dengan tulus pada sahabat baikku.
"Iya, dian, aku juga merindukanmu," jawabnya dengan senyum lebar.
"Iastin, mari kita segera masuk, Bu Hernita pasti sudah menunggu," ajakku pada Iastin dan yang lainnya.
Namun, sebelum kami beranjak, suara Devan memanggilku dari kejauhan.
"Apa ada yang salah, Dev?" tanyaku padanya dengan penuh perhatian.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin kita pergi bersama ke ruangan Bu Hernita," jawabnya dengan senyuman hangat.
"Tentu saja, ayo kita pergi bersama," kataku sambil mengajak Devan mengikuti langkahku. Sesampainya di depan ruangan Bu Hernita, kami melihat Anggara dan teman-temannya telah berkumpul di sana. Kami bergabung dengan mereka dengan senang hati.
"Kenapa belum masuk, Gar?" tanya ku dengan antusias.
"Kami sudah masuk, tinggal menunggu giliran dipanggil oleh Bu Hernita," jawab anggara dengan senyuman.
"Oh, begitu ya. Ayo, kita masuk bersama," ajakku pada mereka. Kami masuk ke dalam ruangan dengan semangat, siap untuk menandai kehadiran kami dengan sidik jari pada SKHU yang akan kami bawa pulang nanti. Setelah selesai, kami keluar dari ruangan untuk bergabung kembali dengan teman-teman yang menunggu di luar.
Perasaan haru dan kebersamaan begitu terasa di antara kami, menandai akhir perjalanan kami bersama di SMA ini sebelum melangkah ke babak baru kehidupan yang menanti.
"Setelah ini, mau ke mana, teman-teman? Langsung pulang?" tanyaku pada mereka.
"Gimana kalau kita jalan-jalan?" usul Nicholas.
"Kita bisa pergi ke danau, meskipun butuh waktu sekitar 2 atau 3 jam," saran Hendra.
"Tapi pulangnya akan agak malam nanti," tambah Adithia.
"Gak masalah, kita bisa ganti baju dulu di rumah masing-masing dan izin sama orang tua," kata Hendra kepada semua.
"Devan kemana, Dian? Kok tiba-tiba menghilang?" tanya Alvero.
"Dia punya urusan penting, mungkin dia punya rencana lain," jawabku menjelaskan.
"Oke, akan kita tangani saja," kata Hendra dengan santai.
"Baiklah, mari kita pergi,gar," ajak ku.
"Kita langsung kumpul di rumah Dian dan berangkat dari sana," usul Anggara sambil membawa ku pergi dari teman-temanku.
Mereka berjalan dengan semangat petualangan, siap untuk menjelajahi danau yang indah walaupun perjalanan akan memakan waktu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Sesampainya di rumah, aku segera menuju ke kamarku untuk berganti pakaian dan merapikan barang-barang ke dalam tas kecil yang sudah aku siapkan sebelumnya. Bersama Anggara, kami memutuskan untuk singgah sebentar di rumahnya agar dia bisa berganti pakaian dan meminta izin kepada orang tuanya. Setelah kami selesai, aku turun ke bawah dan dengan hormat meminta izin dari mama sebelum bergabung dengan teman-temanku yang sudah menunggu di luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA ALEXSANDER ( End )
Teen FictionKu dengar cinta adalah obat untuk hati yang terluka, namun mengapa rasanya seperti aku tenggelam dalam penderitaan? Meskipun cintanya palsu, rasa ini terus membekas dalam diriku. Aku tak bisa memiliki dirinya, namun aku memilih untuk terus menantiny...