Salah Paham

392 75 4
                                    

Pukul 10 pagi, suasana di apartment milik Jihan sudah penuh dengan segala aktivitas.

Ruby yang sedang mencatok rambutnya di meja rias. Miqdad yang memasak nasi goreng porsi besar karena untuk 6 orang. Brea yang sedang karaoke di kamar mandi. Naya yang masih rebahan di sofa tengah dengan muka bantalnya, menunggu giliran untuk mandi. Dan Jihan yang sedang menikmati teh hangat buatan Jevan di balkon apartment, dengan Jevan yang duduk di sebelahnya.

Semalam mereka tidak hanya berkunjung tapi juga memutuskan untuk menginap dadakan, biar bisa berangkat bareng untuk nonton konser katanya. Hanya saja, Miqdad dan Jevan menginap di apartment Tyaga yang berbeda satu lantai diatas apartment milik Jihan.

Tyaga baru saja memasuki apartment Jihan, sudah dengan berpakaian dan berdandan rapi siap menonton konser. Padahal Miqdad kemarin bilang kalau mereka akan berangkat sore hari agar tidak terlalu panas, tetapi sepertinya mereka akan berangkat lebih awal.

"Udah nggakpapa? Mau berangkat sore an aja biar nggak panas?" Tanya Jevan sambil menyesap tehnya.

"Nggakpapa, gue udah enakan, udah sembuh sih kayaknya, berkat calon dokter." Kalimat Jihan tentu terdengar membanggakan Jevan.

Ucapan Jihan membuat Jevan terkekeh. Memang sejak kemarin, Jevan selalu siap sedia untuk kesembuhan Jihan. Dari memberikan Jihan makanan sehat, membelikannya obat yang sesuai, juga sempat memijat kepala Jihan yang sedikit terasa pusing.

"Gemes banget sih mereka berdua, kayaknya beneran saling suka deh." Brea yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung memulai gosipnya saat melihat Jihan dan Jevan yang duduk berdua di balkon luar.

Ruby dan Naya yang melihat kearah itu juga mengangguk setuju.

"Ga, Jihan nggak pernah cerita soal cowok yang dia suka?" Pertanyaan dari Miqdad membuat semua mata tertuju pada Tyaga.

"Cerita." Jawabnya enteng sambil menatap ke layar ponselnya.

Sedetik kemudian, Tyaga sudah dikerubungi oleh keempat serangkai itu.

"Siapa?"

"Jevan?"

"Anak BEM?"

Pertanyaan muncul bertubi-tubi.

Tyaga berdiri dari duduknya karena merasa risih. "Bukan hak gue buat ngomong, lo tanya aja sendiri gih."

"Tanya apa?" Tanya Jihan, yang sudah masuk keruang tengah bersama Jevan di belakangnya.

"Mereka tanya soal cowok yang lo suk-mbhff" suara Tyaga terpotong karena Ruby telah membekap mulutnya.

Jihan tersenyum, ia mendengar itu dan tahu apa yang akan dikatakan Tyaga. "Kepo amat sih jadi orang." Goda Jihan sambil duduk di sofa yang kosong.

"Ya lagian lo nggak bosen apa kuliah doang tapi nggak pacaran? Bikin momen indah gitu?" Miqdad mengomel sambil membagikan nasi gorengnya kesetiap orang.

"Enggak. Lagian gue kuliah buat belajar, nggak masalah kalau gue nggak pacaran. Nanti gue langsung nikah aja sama dia." Ucap Jihan lalu menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

"Dih pede banget bakal nikah sama cowok itu, emang dia mau sama lo!" Nyinyir Miqdad.

"Maulah pasti." Bukan Jihan yang menjawab, tapi Jevan.

***

Jihan berdiri dibarisan orang-orang yang akan membeli minum. Cuaca yang panas membuatnya dehidrasi lebih cepat. Sayangnya semua stand yang menjual minuman terisi penuh, jadi mau tidak mau ia harus mengantri juga disalah satu stand penjual minuman. Untungnya tadi ada yang membagikan kipas gratis, jadi Jihan bisa menunggu sambil mengipasi wajahnya agar tidak terlalu kepanasan.

Jihan kaget saat sebotol air mineral dingin mendarat di pipinya. "Jonas?" Lebih kaget lagi saat tahu kalau yang melakukan itu adalah Jonas.

Jonas tertawa melihat ekspresi kaget Jihan. "Jangan kaget gitu, gue nggak lagi stalking lo ya! Gue juga lagi nonton konser." Kalimat Jonas membuat Jihan ikut tertawa. "Lo udah baikan? Kok malah nonton konser bukannya istirahat?"

"Gue udah baikan kok, thanks to temen-temen gue yang nginep semalem." Jihan menunjuk kearah Tyaga dan yang lainnya, yang berdiri tak jauh dari situ.

Jonas mengangguk, "Syukur deh. Nih." Jonas memberi Jihan sebotol air mineral yang tidak dingin.

"Yang dingin deh Jo, panas." Ucapan Jihan membuat Jonas menggeleng.

"Lo habis sakit, nggak baik nanti. Ini aja." Jonas langsung meletakkan botol itu ke genggaman Jihan.

"Jo?" Suara Jevan membuat Jihan dan Jonas menoleh.

"Hai, Jev." Jonas melambaikan tangannya kearah Jevan dan mendapat balasan anggukan dari laki-laki itu. "Gue kebetulan liat Jihan disini lagi antri minuman, jadi gue samperin." Jonas bingung kenapa ia harus menjelaskan sesuatu kepada Jevan, padahal Jevan tidak bertanya apapun kepadanya.

Well, Jevan memang diam, tapi tatapannya seakan bertanya sedang apa Jonas disini.

Jevan hanya ber-oh lalu memandang kearah Jihan. Sedangkan Jihan memandang kearah Jonas. Dan Jonas masih mengarah kepada Jevan. Aneh.

"Jo, boleh minta kontak lo nggak?" Ucapan Jihan membuat Jonas menoleh cepat kearah perempuan itu. Apa ia tidak salah dengar?

Saat Jihan memberikan ponselnya kepada Jonas, disitu ia sadar bahwa ia tidak salah dengar.

Saat Jonas ingin mengambil ponsel itu, tangan Jevan sudah lebih dulu berada diatas ponsel Jihan. Membuat Jihan dan Jonas menoleh kearahnya.

"Ah, dia udah bantuin gue kemarin, udah anterin gue pulang juga. Sebagai balas budi, gue mau traktir dia makan mungkin?" Kali ini Jihan yang menjelaskan kepada Jevan, padahal Jevan belum melontarkan kalimat apapun.

Dengan gerakan pelan, tangan Jevan mulai turun dari ponsel Jihan, lalu ia menoleh pada Jonas yang saat ini, dengan ragu-ragu, sedang mengetikkan nomor ponselnya disana.

"See you again, Jo. Thanks ya minumannya." Jihan berpamitan sambil melambaikan tangannya kepada Jonas. Lalu perempuan itu mengapit lengan Jevan dan segera kembali kepada teman-temannya yang lain.

***

BECAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang