Video Call

351 67 8
                                    

Miqdad dan Leo bertugas sebagai main chef untuk makan malam mereka setelah selesai berbelanja tadi. Rose dan Liora membantu sebagai asisten chef. Jethro dan Herdan bertugas membakar daging di area panggang di samping kolam renang. Sisanya tersebar dengan kegiatan mereka masing-masing sambil menunggu makan malam selesai disiapkan.

"Lo inget nggak? Our first alcohol?" Tyaga membuka suara saat dirinya dan Jihan sedang duduk di balkon, dengan sekaleng bir di tangan mereka, menikmati pemandangan kota dari lantai dua.

Jihan tersenyum mengingatnya, "Bodoh banget. Sok-sok an pengen sembunyi-sembunyi nyoba dikamar gue, malah ketauan Papa dan jadi minum bareng bertiga." Jihan dan Tyaga tertawa mengingat kejadian saat pertama kali mereka berdua memutuskan untuk mencoba meminum alkohol di ulang tahun mereka yang ke-17.

"Kangen banget sama mereka." Ucap Jihan, merasa merindukan orang tuanya, sambil menyandarkan kepala di bahu Tyaga. Tyaga mengusap puncak kepala Jihan dengan lembut, hanya menjawab dengan dehaman.

Suara ponsel Jihan membuat perempuan itu bangkit untuk meraih ponselnya di atas meja. Ia tersenyum melihat siapa yang menelpon, menunjukkan layar ponselnya ke arah Tyaga sebelum menjawab video call dari Mamanya.

"Halo, Ma." Ucap Jihan dengan suara manja. "Barusan aku bilang kalau aku kangen Papa sama Mama."

"Halo, sayang. Eh, Mama sama Papa juga kangen." Mamanya menggeser ponsel kearah Suaminya yang juga ingin ikut bergabung ke dalam layar.

"Halo anak cantik Papa." Jihan melambai ke arah Papanya sambil tersenyum lebar.

Orang tuanya saat ini sedang mengurus ijin usaha di Australia karena mereka akan membuka kantor cabang baru disana. Sudah enam bulan mereka tidak bertemu.

"Tyaga mana?" Tanya Sang Mama.

Jihan mengerucutkan bibirnya kesal, "Mama ih yang dicari malah Tyaga, kan aku yang kangen."

Melihat Jihan yang bersedekap sambil cemberut, membuat Tyaga, Mama dan Papa tertawa gemas. Memang kompak sekali perkumpulan orang yang suka menggoda si Bungsu satu ini.

Tyaga mengambil alih ponsel Jihan ke tangannya, "Halo Ma, Pa. Apa kabar disana?"

"Syukur baik-baik aja. Kalian juga baik kan disana?"

"Iya kita juga baik."

Jihan merangkul lengan Tyaga sambil bergabung di panggilan telepon tersebut, rasa kesalnya sudah hilang entah kemana.

"Maaf ya, ternyata ngurus dokumennya harus ngabisin banyak waktu kayak gini. Tapi Mama sama Papa bakal selesain dengan cepat kok. Udah tinggal dua berkas lagi aja yang harus diurus." Jelas Mamanya yang membuat Jihan dan Tyaga mengangguk mengerti.

"Bawain coklat ya jangan lupa." Ucapan Jihan membuat Papanya tersenyum.

"Ya nggak akan lupa sih kalau kamu chat Papa tiap hari." Goda Papanya, tapi Jihan hanya membalasnya dengan senyum lebar.

Benar apa yang Papanya katakan, Jihan mengirim pesan setiap hari agar orang tuanya kembali pulang secepatnya dengan keadaan sehat dan tidak lupa menitip ini-itu sebagai oleh-oleh.

"Jihan, Tyaga, ayo turun, makan malam udah siap." Jevan membuka pintu balkon dibelakang mereka berdua yang masih menerima panggilan video, membuat Jevan terlihat langsung pada layar ponsel. "Eh, sorry, sorry, nggak tahu kalau lagi-"

"Ya ampun ganteng bangeeet!! Itu Jevan kan? Yang sering Jihan ceritain-" Jihan menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan telepon. Panik dengan ucapan Mamanya yang terlampau excited tadi.

"A-ayo, Ga." Ajak Jihan yang berjalan mendahului Jevan dan Tyaga dengan kepala menunduk. Tyaga yang melihat itu hanya bisa terkekeh geli, sedangkan Jevan hanya bisa menatap bingung kearah Jihan, sebelum mereka berdua juga berjalan ke lantai bawah untuk makan malam.

***

BECAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang