Back on track

258 55 0
                                    

"Akan kami awasi terus hingga seminggu kedepan, jika semuanya baik, maka pasien bisa segera pulang." Jelas Dokter Damar, setelah mengecek kondisi Jihan saat perempuan itu sudah sadar.

"Terimakasih." Putra menyalami Damar dan ikut keluar bersamanya untuk membicarakan beberapa hal lagi.

Jihan sedang bersandar diranjangnya yang dibuat dengan kondisi duduk, dikelilingi oleh Grata, Tyaga, Jevan dan Brea.

"Ma, stop crying." Ucap Jihan, dengan suaranya yang lirih dan sedikit serak, mengusap air mata bahagia yang turun di pipi Mamanya.

Jihan melihat kearah jam dinding, pukul 10.00 . "Hari apa ini? Kalian nggak ada kelas?" Tanya Jihan ke Tyaga, Jevan dan Brea.

"Hari Selasa. Gue cuti sementara." Jawab Tyaga sambil mengambilkan segelas air minum untuk Jihan.

Jihan meminum air pemberian Tyaga sambil memandang ke arah Brea. "Kelas gue jam 2 nanti." Jawab perempuan itu, lalu pandangan Jihan beralih ke Jevan.

"Nggak ada kelas." Jawabnya, tanpa memandang ke mata Jihan. Jevan baru saja berbohong.

Jihan hanya mengangguk-angguk. Ia akan merasa tidak enak jika teman-temannya membolos kelas hanya untuk mengunjunginya.

Suara pintu geser yang di buka secara tiba-tiba dan sedikit keras membuat semua atensi tertuju kesana.

Miqdad yang membuka pintu itu, dengan Ruby disampingnya, juga Devon dan Naya dibelakang mereka.

"Jihaaannn!!!!" Seru Miqdad dan Ruby bersamaan, sambil menghambur memeluk Jihan, membuat orang-orang yang tadi ada disekitar ranjang Jihan menyingkir.

"Akhirnya lo sadar Jihan!"

"Jahat banget, lo nggak bilang kalo lo sakit!"

"Sehat-sehat Jihan, nggak ada lo di kampus nggak rame!!"

Suara Miqdad dan Ruby bersahut-sahutan, masih sambil memeluk tubuh Jihan di sisi kanan dan kirinya.

"Sesak." Ucap Jihan lirih, membuat Miqdad dan Ruby segera melepas pelukannya.

"Sorry sorry, ada yang sakit?" Tanya Ruby.

Jihan menggeleng, "Kalian lagi nggak ada kelas?"

Miqdad meletakkan telunjuknya di bibir Jihan. "Ssst, jangan bahas kelas sama kampus. Lo harus istirahat."

Ucapan Miqdad membuat Grata tersenyum, tingkah laki-laki itu selalu saja lucu di matanya.

"Mama pesenin makanan dulu ya buat kalian." Ucap Grata.

"Ya ampun, Mama, nggak usah repot. Mau pesen apa?"

Mata Jihan membulat. 'Mama'? Miqdad memanggil Mamanya dengan sebutan 'Mama'? Bukan Tante?

Naya menyikut perut Miqdad, "Nggak usah repot, tapi lo tanya mau pesen apa!"

Lagi-lagi Grata tertawa, lalu keluar dari kamar rawat Jihan.

Teman-temannya kali ini sedang duduk di sofa sambil menonton tv atau sekedar bermain ponsel. Jihan tersenyum melihat mereka. Berterima kasih dalam hati karena mendapat perhatian seperti ini.

"Sejak kapan lo tau ada tumor di otak lo?" Tanya Jevan, satu-satunya orang yang sedang duduk di samping ranjang Jihan.

"Sejak gue periksa waktu sakit pas acara bansos."

"Kenapa nggak langsung operasi saat itu juga?"

Jihan diam sejenak, "Mendekati ujian?"

"Setelah ujian?"

"Serah terima jabatan."

Jevan mendengus, "Lo harusnya langsung operasi, Ji. Ujian sama Serah Terima Jabatan nggak sebanding sama sakit yang lo punya."

Jihan tahu ada nada marah dalam perkataan Jevan, jadi ia meraih tangan Jevan yang terletak di sisinya. "I'm sorry." Ucapnya lirih sambil mengusap jemari Jevan. "But I'm fine now." Jevan hanya bisa menghela nafas mengalah.

Naya membuka pintu kamar rawat Jihan saat mendengar suata ketukan disana. Ia tersenyum cantik saat melihat Jonas dibalik pintu.

"Hai, Jo." Sapanya Riang.

"Hai." Balas Jonas, sambil masuk ke dalam kamar dan berjalan menuju ranjang Jihan.

Jihan yang melihat Jonas datang seketika tersenyum sambil melepas usapan tangannya pada Jevan. "Hai, Jo."

"Hai." Saat Jonas menyapa Jihan, Jevan segera berdiri dari kursinya dan mempersilahkan Jonas untuk duduk disana.

"Mau kemana, Jev?" Tanya Tyaga saat melihat Jevan berjalan kearah pintu daripada ikut duduk bersama di sofa.

"Mau beli minum sebentar." Jawab Jevan, tanpa menoleh dan berjalan keluar dari kamar rawat Jihan.

***

BECAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang