Pengagum Rahasia

333 70 2
                                    

Dua menit lagi, Jonas harus membangunkan Jihan sesuai dengan apa yang perempuan itu minta tadi.

Saat ini, Jonas sedang duduk di kursi samping kasur Jihan. Memanfaatkan waktu dua menit itu untuk memandangi sosok perempuan yang selama ini ia kagumi.

"Tidur aja cantik." Gumam Jonas mengulas senyum.

Suara pintu ruang kesehatan yang di buka membuat Jonas sedikit terlonjak dari duduknya dan segera menoleh, menampakkan Jevan yang sedang berjalan kearah kasur dimana Jihan berada.

"Jev." Sapa Jonas kepada Jevan. Jevan jurusan Kedokteran dan Jonas jurusan Keperawatan, tentu saja mereka saling mengenal.

Jevan hanya mengangguk dan duduk di kursi yang tadi ditempati Jonas.

"Udah berapa lama Jihan tidur?" Tanya Jevan.

"30 menit. Bangunin gih, tadi dia minta dibangunin setelah 30 menit dia tidur."

"10 menit lagi deh. Kasihan dia tadi berangkat habis subuh." Jawaban Jevan membuat Jonas mengangguk dan berlalu menuju mejanya.

Jonas memperhatikan Jevan yang duduk di samping Jihan. Ada sedikit rasa nyeri dihatinya saat melihat itu, karena Jonas berharap ia bisa sedekat itu dengan Jihan.

Jonas mengenal Jihan saat wajah Jihan terpampang di seantero kampus karena perempuan itu telah berhasil menjabat sebagai ketua BEM. Senyum Jihan di salah satu baliho dekat gedung fakultasnya, yang mengawali rasa kagum Jonas terhadap perempuan itu. Cantik dan berwibawa, menurutnya.

Lalu seakan semesta mendukung perasaan kagumnya, ia sering melihat Jihan berada disekitar fakultasnya. Seperti saat Jihan berkunjung ke gedung fakultasnya untuk menuju keruang dosen. Jihan yang makan di kantin fakultasnya dan tepat duduk di sebrang mejanya. Padahal Jonas merasa kalau sebelumnya ia tidak pernah melihat Jihan berada disekitaran Fakultas Kedokteran, tapi mungkin setelah dilantiknya perempuan itu menjadi ketua BEM, Jihan jadi semakin sibuk dan memiliki kegiatan yang mengharuskannya berkunjung kesini, begitu pikir Jonas.

Melihat Jihan yang tersenyum ramah, dengan sikapnya yang tegas tapi bisa manis dan baik, membuat Jonas tidak sadar bahwa laki-laki itu telampau sering memperhatikan Jihan. Yang saat ini sudah mengubah perasaan 'kagum' itu menjadi 'menyukai'.

Jonas sedikit menyesali keputusannya yang tidak mendaftar sebagai anggota BEM, jika tahu ia akan menyukai Jihan seperti ini. Sekarang ia tidak tahu harus mendekati Jihan seperti apa selain hanya menjadi pengagum rahasia perempuan itu.

"Jihan." Jevan membangunkan Jihan 10 menit lebih dari yang Jihan minta tadi kepada Jonas.

Jihan bangun dan perlahan duduk dari tidurnya yang cukup, kepalanya juga sudah terasa ringan. "Gimana, Jev?" Tanya nya dengan suara serak.

Jevan memberikan segelas air putih keapada Jihan. "Semua udah beres, masakan juga udah jadi. 20 menit lagi masakan siap dibagiin ke anak-anak panti asuhan."

Jihan mengangguk dan mulai turun dari kasur. Ia membenahi sedikit pakaian dan rambutnya sebelum kembali bertugas di acara.

"Thanks ya, Jo." Ucap Jihan saat berada di depan meja Jonas.

Jonas mengangguk, lalu memberikan kantung kresek kecil kepada Jihan. "Ini ada vitamin dan obat juga kalau masih sakit kepala nanti. Sama ada granola dan yogurt untuk ganjel perut, jangan lupa makan."

"Wah Thanks again, Jo." Jihan menerimanya dengan senang hati. "Duluan ya."

Jevan dan Jonas saling berpandangan selama beberapa detik sebelum Jevan menunduk kecil dan pergi mengikuti Jihan.

Jonas memegangi dadanya yang berdegup lebih kencang, "Tatapan apa tadi?" Jantung Jonas berdegup karena melihat Jihan yang tersenyum kepadanya, ditambah dengan tatapan aneh yang Jevan tunjukkan tadi.

***

BECAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang