Cyber Crime

181 37 1
                                    

Jihan menghembuskan nafas lelah. Lama-lama Jihan merasa lelah juga jika harus selalu dipandangi seperti ini.

Sengaja Jihan melirik tajam kearah beberapa perempuan yang sedang berbisik-bisik sambil mengamatinya, membuat ketiga perempuan itu langsung pergi berlalu karena merasa takut.

"Jihan." Panggil Jevan, laki-laki itu berjalan kearah Jihan sambil melepas jaketnya.

Sesampainua dihadapan Jihan, Jevan mengalungkan jaketnya dipinggang perempuan itu, mengikat bagian depannya.

Jihan menatap Jevan, "Kenapa ,Jev? Aneh banget ya pakaian gue hari ini?"

Jevan menggeleng.

"Tapi dari tadi anak-anak pada ngeliatin gue terus." Ucap Jihan yang berjalan beriringan dengan Jevan menuju keruang BEM.

"Well, mereka emang ngomongin dandanan lo hari ini yang keliatan," Jevan berdeham, "beda."

Jihan diam sambil memperhatikan pakaiannya kembali. Terlalu pendek kah? Keliatan jalang kah?

"Tapi mereka juga ngomongin lo yang daftar di aplikasi Tinder." Ucapan Jevan membuat langkah Jihan terhenti, apa ia tidak salah dengar?

"Apa?" Tanya Jihan untuk memastikan lagi.

Jevan meraih ponselnya, menunjukkan foto hasil screenshots yang menampilkan profil Jihan di aplikasi dating Tinder.

Jihan membelalakkan mata, "Hah?!" Ia mengambil ponsel Jevan dan memperbesar foto itu untuk memastikan lagi apakah itu benar-benar dirinya.

"Ini bukan gue yang bikin, Jev." Jihan memberikan ponselnya kembali kepada Jevan. "Nggak mungkin gue main app itu." Muka Jihan sudah memerah, karena kesal dan malu.

"Gue juga nggak percaya kalau itu lo." Jevan meraih tangan Jihan dan mengusapnya pelan, sambil membawa perempuan itu berjalan lagi menuju ruangan BEM. "Kita cari tahu nanti pas udah sampe ruangan. Gue udah kabarin Leo buat tracking siapa yang bikin akun itu."

Beberapa langkah sebelum sampai di ruang BEM, Jevan mendapat telepon dari Leo dan segera mengangkatnya, semoga kabar baik.

"Iya, Yo? Gimana?" Tanya Jevan membuka suara, membuat Jihan juga menatap kearah Jevan harap-harap cemas.

"Gue udah dapet nomor telepon yang di daftain di aplikasinya, Bang." Jawab Leo di sebrang sana, setelah menemukan hal yang di minta Jevan.

"Oh bagus deh, lo kirim nomornya ke gue ya, biar gue yang hubungin."

"Tapi, Bang," suara Leo terdengar ragu, membuat alis Jevan bertaut, "gue rasa ini iseng sih."

"Kok bisa gitu?" Jevan dan Jihan sudah sampai di depan ruang BEM. Jevan yang membuka pintu dengan Jihan dibelakang nya.

"Karena nomor telpon yang di daftarin nomor hpnya Bang Miqdad."

Jevan membeku di depan pintu, membuat Jihan menubruk punggung Jevan. Pun Miqdad, Herdan, Brea, Ruby dan Naya yang membeku ditempat mereka saat melihat Jihan di belakang Jevan.

***

Jihan memijat pelipisnya, masih merasa kesal dengan apa yang terjadi. Para pelaku keisengan, Miqdad, Herdan, Ruby, Brea dan Naya, sedang berjejer di tembok, menumpukan diri mereka dengan kedua lutut di lantai dan kedua tangan mereka yang mengacung keatas. Mereka pantas di hukum.

"Sorry, Jihan, sorry." Ucap Miqdad sedari tadi.

"Ini tuh cyber-crime loh, Miq. Gak boleh lo main pakai foto gue untuk daftar aplikasi Tinder atau bahkan di aplikasi manapun!" Suara Jihan tidak meninggi, hanya tegas, tapi tetap terdengar menyeramkan di telinga Miqdad.

"Iyaa, maaf, iseng gue keterlaluan. Tapi sumpah belum pada gue balesin kok pesan nya." Rengek Miqdad. Yang lain? Hanya bisa menunduk pasrah. Dalam hati mengutuk diri sendiri, mau-maunya ikut keisengan Miqdad.

"Hapus sekarang akunnya." Jihan berdiri dari kursinya, "jangan ngelakuin hal bodoh kayak gini lagi! Entah pakai nama gue atau nama orang lain! Mending pake nama lo sendiri aja!"

Jihan keluar dari ruangan BEM, diikuti dengan Jevan dibelakangnya. Meninggalkan kelima orang itu yang saling mengumpati kebodohan mereka.

***

BECAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang