Everything goes wrong

304 67 2
                                    

"Lo kenapa sih?!" Teriak Tyaga ke arah Jihan.

Saat ini mereka berdua sedang berada di ruang BEM yang sepi, karena memang semua anggota BEM sedang berkumpul di lapangan tengah.

Tyaga merasa sangat marah tentang sikap Jihan. Tyaga merasa kalau kembarannya itu menyerah soal kesembuhannya.

Jihan hanya bisa menunduk, tidak berani menatap Tyaga yang sudah kepalang marah.

"Gue nggak suka lihat lo kayak gitu! Lo seakan ngucapin Selamat tinggal lewat lagu tadi tau nggak!" Tyaga berjalan kearah Jihan dan memegang bahu kembarannya. "Lo ngga boleh nyerah, Ji! Lo yang bilang ke gue kan lo pasti sembuh?!"

Jihan sudah tidak dapat menahan air matanya lagi.

Jihan juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Jujur, ia merasa bahwa kemungkinan dirinya untuk sembuh sangat sedikit, padahal Dokter yang menanganinya selalu bilang kalau kemungkinan ia untuk sembuh lebih dari 80%.

Jihan hanya bisa menggeleng sambil terus menangis dalam pelukan Tyaga.

Tyaga yang merasakan sesak di dalam dadanya juga akhirnya ikut menangis.

"Lo pasti sembuh, Ji. Pasti. Gue nggak akan ngebiarin tumor yang ada di otak lo ngehancurin hidup lo. Gue akan lakuin segala hal untuk bikin lo sembuh. Plis, lo juga harus percaya kalau lo pasti sembuh!" Tyaga mengusap punggung Jihan untuk memberikan ketenangan kepada kembarannya.

Ruby dan Miqdad saling menggenggam tangan mereka di balik pintu utama. Mereka sungguh tidak sengaja mendengar itu semua.

Ruby yang tidak bisa menahan tangisnya memilih untuk segera pergi dari sana agar tangisnya tidak di dengar oleh Jihan dan Tyaga, begitu juga dengan Miqdad yang memilih untuk pergi mengikuti Ruby.

***

Jihan dan Tyaga telah kembali duduk di tempat mereka di lapangan tengah, film akan segera di mulai.

Ruby menyandarkan kepalanya di bahu Jihan saat perempuan itu telah duduk. Rasanya ia masih belum percaya kalau Jihan sedang sakit saat ini.

Miqdad datang dengan beberapa gelas coklat panas di nampan yang ia bawa, satu persatu orang mengambil minuman itu.

"Ah~ it's perfect." Ucap Jihan setelah selesai menyesap coklat panasnya.

Yang di maksud sempurna adalah coklat yang ia sesap, momen saat ini, kebersamaannya dengan teman-temannya saat ini, semua terasa sempurna untuknya.

Devon yang melihat bahu kekasihnya bergetar menahan tangis, berusaha untuk menenangkan Ruby dengan mengusap lengannya lembut. Ia pun kaget saat Ruby menceritakan tentang kondisi Jihan saat ini.

Setetes air mata turun di pipi Jihan, yang segera ia usap dengan cepat agar tidak ada yang melihat. Ia tidak ingin malamnya yang sempurna ini berlalu begitu saja karena penyakitnya. Setidaknya, malam ini ia harus merasa sehat, sebelum besok ia menjalani operasi, yang jujur saja membuatnya takut.

Jihan menyandarkan kepalanya ke pundak Tyaga. Mengapit lengan kembarannya, lalu kembali fokus kepada film.

Tyaga merebahkan kepalanya ke kepala Jihan, sambil memegang tangan Jihan yang mengapit lengannya itu. Lama mereka fokus kepada film yang sedang terputar. Sampai Tyaga merasa pegangan tangan Jihan melonggar, Tyaga baru menoleh kepada Jihan.

"Jihan!" Teriaknya kaget, saat melihat Jihan tidak sadarkan diri, dengan darah yang mengalir dari hidungnya.

***

BECAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang