Intention

490 89 0
                                    

Karena banyaknya makanan yang dikirim untuk Jihan. Akhirnya, perempuan itu menghubungi teman-temannya agar berkumpul di apartment, untuk membantu mengurangi makanan yang sudah sangat menumpuk itu.

Rose dengan senangnya menyuapi Miqdad yang juga ikut senang ketiban rejeki makan gratis. Perempuan itu sampai merasa kenyang hanya karena melihat kekasihnya yang makan dengan lahap. Devon, Brea dan Naya juga menjadi orang-orang yang senang ketiban rejeki seperti ini.

Grata dan Putra hanya bisa menggeleng pasrah melihat tingkah Jihan. Ya mau bagaimana lagi, Jihan adalah anak bungsu, permintaannya dari dulu selalu ia dapatkan. Jadi tidak kaget jika saat sudah besar seperti ini, Jihan menghalalkan segala cara kalau permintaannya ada yang tidak terpenuhi. Perlu digaris bawahi, meng'halal'kan segala cara.

Jihan tersenyum melihat teman-temannya yang berkumpul. Ia sudah sangat rindu untuk masuk kuliah dan rindu dengan keramaian teman-temannya ini.

"Kapan lo masuk kuliah?" Tanya Miqdad, yang saat ini sedang memakan porsi ketiganya.

Jihan mengangkat bahu, "Lusa mungkin. Jevan belum ngijinin gue buat masuk dulu."

Miqdad celingak-celinguk. "Btw, kemana tuh anak, tumben belum muncul?"

Jihan mengecek ponselnya yang menampilkan ruang chatnya dengan Jevan. "Chat gue belum dibaca malah."

"Kayaknya tadi gue liat dia di kampus sih. Sibuk banget kayaknya." Ujar Devon.

Jihan dan yang lainnya hanya manggut-manggut.

Ponselnya berbunyi tanda ada panggilan masuk dan Jihan segera mengangkat telepon itu.

"Jihan, gue di lobby." Jonas mengabari Jihan melalu telepon.

"Oh ya? Masuk aja Jo, gue kasih akses dulu ya ke resepsionis." Jihan mengakhiri teleponnya dan segera menghubungi resepsionis.

"Jonas?" Tanya Naya dan mendapat anggukan dari Jihan. "Anjir!" Perempuan itu langsung terburu-buru bangkit untuk menuju ke kamar mandi, merapikan penampilannya.

"Masuk, Jo." Ucap Grata yang menyambut kedatangan Jonas.

Jonas mengangguk dan tak lupa memberi salam pada Grata dan Putra, sebelum ikut duduk di ruang tengah. Well, ia cukup terkejut saat tahu kalau teman-teman Jihan juga sedang berkumpul disini. Membuatnya sedikit canggung karena belum kenal dekat dengan mereka.

"Gue bawa juga, ternyata udah banyak ya, Ji." Ucapnya canggung, sambil mengangkat satu kantung kresek Marugame Udon kearah Jihan.

Jihan tersenyum sambil menerima itu, "Thanks, Jo. Bisa gue makan besok kok. Tenang, gue belum bosen."

"Hai, Jo." Sapa Naya, saat ia baru saja keluar dari kamar mandi dengan penampilannya yang berbeda.

Tadi perempuan itu datang dengan kucelnya karena baru saja pulang dari kampus. Sekarang ia sudah terlihat lebih segar dengan blush pink yang merona di kedua pipi dan juga baluran liptint di bibirnya.

Tidak butuh waktu lama untuk Jonas berbaur dengan teman-teman Jihan. Terlebih karena Naya yang sangat welcome pada laki-laki itu, juga Miqdad yang memang social butterfly. Sehingga, saat ini Jonas sudah merasa lebih rileks untuk ngobrol dengan mereka.

Jonas tidak menutup mata dengan sikap Naya yang memang selalu menunjukkan ketertarikan padanya. Ia juga merasa kalau teman-teman Naya mendukung perasaan perempuan itu terhadapnya. Tapi rasanya ia sedikit merasa sakit saat melihat Jihan juga ikut mendukung perasaan Naya padanya, padahal Jonas berada disini karena ingin menunjukkan ketertarikannya pada Jihan.

Pukul 9 malam, mereka memutuskan untuk pulang dari apartment Jihan. Satu persatu dari mereka mulai berpamitan dari sana, Jonas memilih untuk menjadi yang paling terakhir keluar.

"Jihan," panggil Jonas saat ia sudah berada di ambang pintu, menoleh pada Jihan. "Just in case you're confused about my intention," Jihan mengernyit pada Jonas. "Gue disini karena gue mau nunjukin perhatian buat lo, Ji."

Jihan mengangguk, "I know, that's why i thank yo-"

"No, you don't understand." Jonas menggeleng, memotong perkataan Jihan.

Jonas mengambil nafasnya dalam, lalu menghembuskannya sebelum berkata. "I like you, Ji. As a woman. So," Jonas menghela nafas lagi, ia sangat sangat gugup sekarang. "Jangan jodoh-jodohin gue sama orang lain. Gue sukanya sama lo."

Jihan hanya bisa mematung dengan matanya yang sudah membulat, terlalu kaget dengan ucapan Jonas.

Jonas tersenyum sambil menepuk kepala Jihan pelan. "Gue pulang ya, lo istirahat. Bye." Ucap Jonas sebelum menutup pintu apartment Jihan, karena ia pun ingin sekali segara kabur dari sana. Detak jantungnya sedang meledak-ledak saat ini.

Baru berbalik dari pintu apartment Jihan yang telah tertutup, ia berhenti karena berpapasan dengan seseorang yang sedang memandangnya dengan tatapan dingin. Sangat dingin sampai suasana yang ada disana seakan membuat bulu kuduk Jonas berdiri. Jonas jelas tahu kenapa.

Jevan baru saja mendengar pernyataan cintanya untuk Jihan.

***

Padahal aku tipe pembaca yang, "Ih chaptnya banyak banget sampe 45." And here i am writing till chapt 44. 😁

BECAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang