Kedua alis Airuz menukik tajam menahan gejolak rasa mual, perutnya tiba-tiba bermasalah tanpa ada gejala apapun. Ia menyandarkan punggungnya sejenak setelah tiga jam yang lalu berhasil melintasi portal waktu untuk kedua kalinya. Ia memiliki keinginan untuk menculik sang ayah disaat hari ulang tahunnya, dimana Sandiano sempat terpeleset akibat menolong Jollene dan susah berjalan selama satu minggu.
Ia menyesap sedikit demi sedikit teh hangan yang sudah dibuatkan oleh perawat lebih senior, manik gelapnya mengerling sejenak pada Ace. Sesekali tangannya memijat pangkal hidung dan pelipisnya guna meringankan rasa tidak nyaman pada kepalanya.
"Apakah ada efek samping kalau melintasi portal waktu?" Tanya Airuz tiba-tiba.
Ace menghentikan aktivitasnya menatap dan membelai Thalia—ia memberikan sebagian mana miliknya diam-diam untuk kesembuhan Thalia. Manik kemerahan itu tidak melirik Airuz dan fokus pada belahan jiwanya. "Tidak ada." Jawabnya singkat.
"Lalu kenapa aku merasakan aneh pada tubuhku. Seperti orang mabuk kendaraan." Keluh Airuz sambil meminum teh hangatnya.
"Rasanya memang sama seperti kita naik kendaraan terutama kereta tercepat di Jepang." Jawab Ace membenarkan.
Airuz meletakkan cangkirnya, ia memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan segala sesuatunya sambil menunggu informasi tentang situasi lingkungan saat itu.
Ace memegang tangan Thalia erat dan membimbingnya serta membelaikan punggung tangan itu di wajah rupawannya. Ace menikmati kehangatan serta kelembutan tangan cantik milik calon istrinya—ralat sudah istrinya sejak awal.
'Kamu akan baik-baik saja, Tha.' batin Ace mencium punggung tangan Thalia.
Thalia hanya mampu menatap Ace dengan sorot mata datar, ia mengamati Ace begitu menyayangi dan mengkhawatirkan kondisinya. Ia tahu, Ace mengalirkan sebagian tenaga untuknya, sebab ia merasakan sensasi dingin yang menyejukkan mengalir di dalam tubuhnya—Thalia tidak bisa mencegahnya, seluruh tubuhnya mati rasa, berbicara pun terasa sulit. Dalam hati, Thalia juga mencemaskan Ace jika pria itu kehabisan mana serta seluruh tenaganya hanya untuk kesembuhan dirinya.
Deru langkah sepatu berlari membuat atensi semua orang yang ada diruangan itu menoleh—kecuali Ace dan Thalia yang lumpuh.
"Bos, persiapannya sudah selesai." Sahut pria berbadan tegap itu.
Airuz berdiri kemudian mengangguk. "Bagus. Lalu, apa kamu tahu keterangan tentang informasi waktu lengkap sejak kita sampai disini? Hari, tanggal, atau tahun berapa sekarang?" Tanya Airuz sambil melirik ke layar ponselnya sejenak. Penunjuk waktu diponselnya kacau sejak ia memasuki portal untuk pertama kalinya.
"Sekarang hari Minggu, tanggal sekian, bulan sekian, dan tahun sekian. Kalau tidak salah, besok malam tragedi kecelakaan yang menimpa ayah Anda akan terjadi, bos." Jelas pria itu cepat sontak membuat Ace dan Thalia bereaksi.
Manik kemerahan itu beradu dengan manik gelap milik Thalia, seakan terjadi komunikasi diantara mereka berdua.
Airuz mendadak panik, refleks ia berdiri dan melemparkan tatapan nyalang pada bawahannya. "Kenapa nyasar-nya jauh sekali. Aku sudah memfokuskan keinginan dan ambisiku untuk mendatangi hari dimana ulang tahunku dirayakan saat itu," Geramnya sambil berjalan mondar-mandir, emosi meluap-luap dihatinya. "Pasti diantara kalian ada yang memiliki keinginan lain mengalahkan keinginanku." Sembur Airuz dengan nada tingginya. Manik gelapnya refleks menatap tajam ke arah Thalia—tidak ada lagi yang dapat mengingat tragedi kecelakaan kecuali kedua korban yang mengalami.
Airuz berjalan mendekati Thalia, saat kedua tangannya ingin mencengkram bahu Thalia, Ace mencegahnya cepat. Dengan mudah, Ace memintir dan melemparkan tubuh Airuz hingga pria itu jatuh terjerembab menghancurkan meja dan kursi. Airuz menggeliat, rasa sakit menyerang punggungnya karena menghantam keras sudut tumpul meja dan kursi.
Manik merah berkilat itu menatap Airuz penuh dengan sorot mata pembunuh, sontak seluruh bawahan Airuz siaga dengan menodongkan senjata apinya masing-masing. Posisi Ace tersudut. Airuz terbatuk darah, ia berusaha bangkit dengan tertatih dibantu oleh pria bertubuh tambun.
"Jangan macam-macam atau Thalia akan berakhir mengenaskan!" Airuz mengancam. Ia terbatuk sekali lagi akibat bagian dadanya berdenyut nyeri. "Kamu lupa didalam tubuh Thalia ada racun mematikan yang mampu membunuhnya secara perlahan? Waktu kita tidak banyak, Ace. Jadi, jangan banyak berulah atau belahan jiwamu akan tewas karena kamu terlambat memberikannya obat penawar yang disimpan oleh Jollene." Desisnya sembari mengelap darah disudut bibirnya dengan punggung tangan.
Ace menggertakkan giginya, ia terpaksa menurunkan ego dan gejolak amarah yang meletup-letup didalam hatinya, ia memejamkan kedua mata serta berusaha menguasai dirinya kembali. Ace mengambil nafas panjang dan menghembuskannya kasar, rasa sakit yang tidak nyaman itu memukulnya telak sehingga membuat dadanya terasa sesak. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, sebab Jollene tidak ikut rombongan melintasi portal waktu.
Ace melemparkan tatapan mata tajam bak elang yang menargetkan mangsa, "Jangan berbuat macam-macam pada Thalia atau kalian semua berakhir ditanganku!" Hardiknya penuh penekanan, aura Ace mendominasi membuat orang-orang di ruangan tersebut merasa tertekan dan terintimidasi.
Airuz merasa tertekan. Namun, ia berusaha mengabaikan. "Bawa kedua orang itu. Kita akan ke Jakarta sebelum semuanya terlambat!" Perintahnya kemudian ia meninggalkan ruangan yang menegangkan itu.
***___***
Airuz memacu mobilnya dengan kecepatan penuh, samar-samar ia teringat kenangan sebelum kecelakaan tragis itu terjadi. Ingatannya meluncur saat ia sedang asyik membaca ulang materi yang ada di layar laptopnya. Sandiano—ayahnya, berpamitan akan pergi karena urusan pekerjaan. Airuz yang tidak mengetahui kejadian sebenarnya membuat benaknya memutar pertanyaan yang sama.
Kenapa kejadian kecelakaan itu bisa kebetulan terjadi bersamaan dengan Thalia?
Tidak ada saksi maupun rekaman CCTV sehingga kasus tersebut ditutup dengan alasan Thalia kelelahan dan Sandiano tergelincir akibat tumpahan minyak bercampur air hujan. Akan tetapi, Airuz merasakan sedikit kejanggalan. Sifat tantenya—Nizzy, saudara kembar Nezza—ibunya, mendadak asing dan tampak sekali menahan rasa kecewa serta amarah.
Airuz menertawakan dirinya yang mungkin hati kecilnya itu membenarkan pemikirannya sendiri sehingga ia bisa terlempar kembali ke masa tragis sang ayah. Inilah sebagian kecil keinginannya—mengetahui penyebab kecelakaan.
Lalu mengapa menyalahkan Thalia? Besar kemungkinan ia nyasar karena keinginan menggebu-gebu Thalia dan didukung oleh hati kecilnya sendiri. Mana bisa ia menyalahkan wanita lumpuh akibat ulahnya sendiri.
Ace duduk terdiam, pikirannya melayang pada satu sosok yang selalu mengusik ketenangan hidupnya. Ia sudah mengupayakan terbaik untuk mengembalikan kondisi fisik Thalia, manik langkanya tidak terbiasa melihat wanita yang selalu energik dan mandiri itu berakhir tidak berdaya di atas tempat tidur.
Saat Ace mengalirkan sebagian mana miliknya, tubub Thalia juga menampakkan perkembangan yang signifikan. Paras ayu nan elok itu telah menemukan rona kehidupannya kembali. Manik gelapnya juga nampak berbinar saat menatap Ace, meskipun tersenyum saja Thalia masih belum bisa melakukannya—Ace berani bertaruh, jika wanitanya sembuh maka habis seluruh rombongan Airuz ditangan mereka berdua. Dari titik ini, Airuz cukup jenius melakukan trik licik pada mereka berdua.
'Sekembalinya nanti, aku akan memburumu, Jollene.' batin Ace dengan sorot matanya berkilat merah keemasan.
"Kita akan ke rumah terlebih dahulu, Ace." Ucap Airuz dengan sorot mata tetap fokus melihat jalan sontak membuyarkan lamunan Ace.
"Hm." Jawab Ace singkat, ia masih memendam api didalam hatinya.
Airuz menoleh sesaat sebab tertarik pada Ace yang tidak bereaksi pada perkataannya, "Ini terlalu pagi kita memulai perjalanan, kemungkinan besar ayah masih di rumah dan bersiap-siap untuk keluar jalan-jalan." Ucapnya sambil melihat ke arah alrojinya.
"Kita akan membuntutinya sepanjang hari?" Tanya Ace datar.
Airuz mengangguk. "Iya, aku tidak tahu kemana tujuan ayah waktu itu dan aku hanya mengingat nanti malam terjadi tragedi kecelakaan antara ayah dan Thalia. Semoga saja aku bisa mencegahnya, setidaknya dua orang itu tidak akan mengalami nasib naas kan?" Ucap Airuz dengan nada penuh keyakinan.
Ace kembali melayangkan tatapan rumit. "Tapi, kamu akan merubah sudut cerita yang lain."
Airuz terkekeh. "Aku tidak peduli." Ace menggertakkan giginya mendengar jawaban Airuz.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEAUTIFUL EYES
Fantasy2nd book of "I Want You" Status : Ongoing ***** Bagaimana jika karakter novel bisa melintasi perbedaan dimensi dan hadir dalam kehidupan nyata seorang Thalia Navgra? Berawal dari jiwanya yang tersesat dan Male Antagonis dapat meraih masa kejayaannya...