"Bagaimana keadaannya, dokter Wenny?" Tanya wanita itu pada dokter yang bertugas merawat Ace.
Seorang dokter membaca secara cermat hasil CT scan mengalihkan pandangan matanya. Senyum terukir diwajahnya membuat hati gelisah sang wanita sedikit berkurang. "Bersyukur, nona Jollene. Tidak ada patah tulang dikaki kiri tuan Arche. Hanya saja, nanti akan sedikit membengkak dan nyeri tidak nyaman saja. Kamu tidak perlu terlalu khawatir lagi." Papar sang dokter bernama Wenny.
Wanita bernama Jollene itu menghela nafas panjang, ia sangat lega. "Syukurlah kalau begitu, aku lega sekali. Terima kasih, dokter."
"Tebuslah obat dan salep ini ke apotek. Jika tuan Arche sudah sadar hari ini, maka besok dia sudah boleh pulang. Usahakan tuan Arche beristirahat total dirumah selama dua minggu untuk mempercepat penyenbuhannya." Sahut si dokter lagi.
Jollene mengangguk, "Baiklah, terima kasih untuk semuanya dokter. Aku permisi dulu." Ujarnya kemudian beranjak keluar ruangan sang dokter.
Ia menatap sejenak jam tangannya, sudah waktunya ia harus presentasi. Wanita itu bergegas menuju aula. Sedangkan, asisten pribadinya ia tugaskan untuk menjaga Ace diruang rawat inap.
***___***
Ace tersadar, ia menyesuaikan cahaya ruangan yang masuk kedalam matanya. Sangat tidak menyenangkan, karena ia masih memakai softlens disaat ia tidak sadarkan diri—sangat mengganjal dan nyeri. Ace membutuhkan sebuah cermin untuk melihat matanya.
"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Sahut seorang wanita.
Ace terdiam, ia menatap wanita muda didepannya. "Aku membutuhkan sebuah cermin." Jawab Ace jujur, ia tidak bisa berdiri karena nyeri dikakinya masih terasa.
Dengan cekatan, wanita itu meraih sebuah cermin ditasnya, ia memberikannya kepada Ace.
Ace segera menerima cermin tersebut dan melihat kedua matanya. Kedua softlens-nya tidak bergeser ditempatnya, ia memejamkan matanya sejenak untuk mengurangi rasa tak nyaman.
"Anda memerlukan sesuatu, tuan?" Tanya wanita itu, Ace masih diam. "Jangan sungkan, Anda bisa meminta kepada saya jika membutuhkan sesuatu, karena saya disini menjaga dan membantu jika tuan membutuhkan." Jelasnya lagi.
Ace membuka matanya saat sudah merasa sedikit nyaman. Kedua netra hazel-nya melirik kearah wanita yang berdiri disamping tempat tidurnya. "Siapa kamu?"
"Saya Selly, tuan. Asisten nona Jollene." Jawabnya sambil tersenyum manis.
Ace mengangkat sebelah alisnya, "Jadi kamu yang sudah menabrak saya tadi?"
Selly menggelengkan kepalanya ribut, "Maafkan saya, tuan. Itu bukan saya, tapi nona Jollene."
Ace mendengus kesal, "Dimana dia sekarang? Kenapa bukan dia yang disini melainkan kamu?" Tanya Ace dengan nada dinginnya.
"Nona sedang presentasi, tuan. Beliau memenuhi jadwal pelatihan kedokterannya di rumah sakit ini. Mungkin sekarang nona sedang membawakan materinya di aula rapat rumah sakit." Jelas Selly.
"Kalian benar-benar membuatku repot dan membuang-buang waktuku. Dengan luka seperti ini, maka aku harus menunda perjalananku." Kesal Ace—ia bisa saja menggunakan sihir penyembuhannya. Tapi, kondisi dan situasinya tidak memungkinkan untuknya melakukan hal diluar nalar manusia. Ace teringat pesan kakek Fariz untuk tidak terlalu barbar menggunakan sihirnya didepan orang lain.
Selly terdiam melihat pria asing didepannya yang sedang menahan gejolak emosi dalam hatinya. Ia merutuki tindakan Jollene yang sedikit ceroboh itu, hingga membuatnya harus menerima omelan dari pria asing. Beruntung, Selly terdiam dan berusaha menerima, karena pria asing yang terbaring diranjang rumah sakit itu merupakan pria rupawan yang belun pernah ia jumpai sebelumnya.
***___***
Jollene menghela nafas panjang, ia sudah menyelesaikan presentasi pelatihan kedokterannya. Meskipun ia terluka dibagian pelipis, Jollene tidak bisa mengabaikan begitu saja tugasnya, karena ia ingin segera pulang ke Indonesia.Sedangkan, mobilnya sudah berada di bengkel langganannya untuk diperbaiki.
Sesi praktikum dan penilaian juga sudah selesai ia lalui, Jollene memutuskan untuk membeli beberapa makanan, untuknya, Selly, dan pria asing korban kelalaiannya—siapa tahu pria itu sudah sadar dan tidak mau makan menu rumah sakit.
"Semoga saja tuan Arche mau menyantap makanan ini. Aku tidak tahu menu kesukaannya. Lagian aku mana bisa makan kalau salah satu dari mereka hanya melihat. Setidaknya, aku sudah berusaha berbuat baik untuk menebus kesalahanku." Jollene bergumam sendiri.
Jollene melihat bungkusan makanan yang ia bawa. Langkah kakinya berjalan cepat, ia tidak sabar untuk melihat kondisi pria asing yang menjadi korban kecerobohannya—entah mengapa, ia sedikit menaruh perhatian kepada pria asing yang tidak ia kenal sama sekali. Bukan tipikal Jollene yang mudah terbawa perasaan, ia lebih berpikir rasional, mungkin karena rasa bersalah atau rasa tanggung jawab sebagai dokter.
Dengan semangat Jollene membuka pintu kamar rawst inap kelas VIP di rumah sakit swasta kota Sydney. Dan gelap. Ruangan itu gelap.
"Selly, bagaimana kondisi tuan Arche? Dan bagaimana ini bisa gelap seperti ini?" Tanya Jollene berjalan menuju nakas kecil disebelah tempat tidur pasien, karena saklar berada diatasnya.
Jemari kekar tiba-tiba meraih lengannya dan menarik Jollene hingga wanita itu kehilangan keseimbangan. Teriakan khas wanita yang melengking dan terkesan cempreng menunjukkan bahwa ia terkejut dan berakhir limbung diatas tubuh seseorang. Kedua tangannya berusaha menahan berat tubuhnya agar tidak melukai sang pasien.
"Apakah itu kamu?" Deep voice-nya berhasil membuat Jollene merinding dan kebekuan hatinya hancur.
Tubuh Jollene menegang sempurna ketika ia merasakan kedua tangan kekar dan hangat itu merengkuh dan memeluknya erat. Seakan penuh kerinduan dan takut kembali kehilangan untuk kesekian kalinya. Jollene tercekat, ia berada disituasi sangat aneh untuk seseorang yang tidak saling mengenal tetapi sangat intens saat berinteraksi—apalagi kondisi ruangan gelap.
"Le—lepaskan, tuan." Suara Jollene nyaris seperti tikus terjepit oleh jebakan. Kedua tangannya berusaha melonggarkan rengkuhan itu, ia menarik tubuhnya menjauh agar bisa terlepas dari pelukan pria asing tersebut.
"Aura ini hanya milikmu, aku merasakannya. Iya, tidak salah lagi, ini aura milikmu, Tha. Aku mohon jangan pergi lagi." Suara dalamnya penuh permohonan dan keputus-asaan. "Kamu tahu, seberapa frustasinya aku selama ini? Apapun akan aku lakukan untuk bisa menemukanmu dan kembali bersamamu." Sambungnya.
Jantung Jollene bertalu-talu mendengar ungkapan pria itu. "Tu—tunggu, tuan. Bisa lepaskan saya dulu." Ucapnya kemudian berhasil melonggarkan pelukan itu, Jollene mendongak dan kedua matanya melebar. Kilatan merah darah menatapnya mengerikan.
Jollene menjerit, "Siapa kamu?" Teriaknya dan pelukan pun terlepas. Jollene refleks meraih saklar untuk menghidupkan lampu ruangan.
Silau.
Jollene mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk kekedua matanya. Saat ia membuka mata, hatinya terpaut, ia jatuh dalam pesona yang tidak pernah ia rasakan. Debaran aneh menyerang tepat dijantungnya.
Pria asing itu terkesan tidak tersentuh, tapi ia sangat sempurna. Gadis itu tidak bisa mengelak istilah rupawan sangat cocok untuk pria yang mematung didepan matanya.
'Apakah seorang Jollene terpesona?' batin Jollene bertanya dengan nada mengejek diri sendiri.
Jollene menggeleng-gelengkan kepalanya kuat—menyangkal kenyataan yang baru saja ia rasakan. Berusaha membuang jauh-jauh rasa tertariknya pada pria asing itu. Rasa takutnya juga menghilang dalam sekejap berganti dengan rasa berdebar, aneh, dan sangat memalukan sekali, Jollene benar-benar jatuh dalam pesona mata hazel yang menatapnya lekat tanpa terputus.
Pria berambut hitam berantakan, dengan setelan pakaian pasiennya berwarna biru laut itu menatap Jollene lekat tanpa terputus. Pria itu nampak tertegun, sorot matanya penuh kebingungan dan kerinduan akan seseorang bercampur menjadi satu itu benar-benar terpancar disana.
"Siapa kamu?" Tanya pria itu dengan nada suara yang berubah 180 derajat lebih dingin. Sangat berbeda sekali, seperti saat pertama kali pria itu menegur Jollene dengan penuh hasrat kerinduan yang mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEAUTIFUL EYES
Fantasy2nd book of "I Want You" Status : Ongoing ***** Bagaimana jika karakter novel bisa melintasi perbedaan dimensi dan hadir dalam kehidupan nyata seorang Thalia Navgra? Berawal dari jiwanya yang tersesat dan Male Antagonis dapat meraih masa kejayaannya...