Ace menyodorkan kartu identitas diri beserta tiket booking pesawat, ia juga meminta milik Thalia. Wanita itu dengan tak acuh memberikan berkasnya dingin tanpa melihat kearah Ace. Setelah menyerahkan semua berkasnya, Thalia kembali membuang muka dengan ekspresi datar.
Suara hembusan nafas panjang terdengar, Ace menyadari ia telah melakukan kesalahan 'fatal.' Memang ia ingin mengerjai Thalia seperti biasa yang ia lakukan, dan wanita itu tidak pernah marah sampai tahap ngambek seperti sekarang. Thalia sedikit berubah, ia menjadi lebih sensitif, terkadang juga bertingkah sangat agresif atau malu-malu kucing.
Ace sadar, ia melakukan kesalahan dengan meninggalkan Thalia yang sudah tersulut perasaan berapinya. Namun, Ace tetap saja takut melebihi batas meskipun ia telah melanggarnya akibat ulah Jollene. Bagi pria itu, menahan gairah untuk sekarang lebih sulit daripada kemarin-kemarin sebelum malam panas itu terjadi. Jadi, ia memutuskan untuk menyudahi dan pergi mandi air dingin saat itu juga.
Iris merahnya menangkap lirikan dari sudut mata Thalia, ia nampak datar menatap tangan kekarnya meraih dan menggenggam erat tangan Thalia. Tak ada balasan dan ia membiarkan saja tangannya berpaut erat.
"Kamu baik-baik saja, Tha?" Tanya Ace, ia mencium punggung tangan Thalia sayang.
Wanita itu mendengus kesal dan mengabaikan pertanyaan Ace.
'Benar ternyata dia marah.' batin Ace memelas.
"Maafkan aku, Tha." Ucapnya menarik tangan Thalia hingga kedua mata mereka beradu.
"Jangan memulai, ini tempat umum!" Sergah Thalia.
"Iya, aku tidak akan melakukannya. Tapi, jangan mendiamkan aku seperti ini, Tha."
Thalia menatap Ace jengkel. Ia tahu tidak bisa lama-lama mendiamkan Ace, tapi kejadian malam itu bebar-benar membuatnya kecewa. Thalia ingin lebih—mendadak ia menggelengkan kepalanya ribut dan merutuki keinginan hatinya yang cukup tidak waras.
'Apa yang kamu pikirkan, Tha! Apakah kamu kecewa tidak bisa lagi merasakan kegagahan Ace? Benar-benar tidak waras kamu!' benak Thalia berperang.
"Kamu marah karena aku menghentikan cumbuanku kemarin?" Tanya Ace membuat Thalia melotot dan kedua pipinya memerah. Iris gelapnya mendadak memindai sekitar, ia menghembuskan nafas lega karena tidak ada siapapun.
"Aku tidak marah padamu, cukup jangam dibahas lagi." Jawab Thalia jengkel.
Mendadak Ace menangkup wajah Thalia hingga membuat pandangan mata Thalia hanya tertuju pada Ace. "Maafkan aku kejadian kemarin, Tha. Tapi, aku memang sengaja melakukannya karena aku tidak mau terulang kembali. Asal kamu tahu, lebih sulit sekarang mengontrol api didalam diriku semenjak aku sudah melakukannya padamu," Jelas Ace membuat Thalia bungkam. "Lagi pula, aku tidak pernah sesering itu melepas dan meninggalkan dirimu begitu saja. Kalau kamu lupa, kamu lah yang sering melakukannya padaku, Tha. Kamu sering iseng padaku." Wajah Thalia benar-benar memerah, ia tidak bisa membalas perkataan Ace yang memanglah benar adanya.
"Jangan mendiamkan aku, ya. Aku tidak bisa menerimanya." Tutur Ace dengan tatapan memelasnya.
Thalia mengangguk ribut. "Iya, maafkan karena aku terlalu kekanak-kanakan."
Ace tertawa, ia mencium Thalia sekilas sehingga kedua mata gelapnya kembali melotot terkejut.
"Hei, ditempat umum!" Ia menepis kedua tangan Ace yang menangkup wajahnya. Suara kekehannya kembali terdengar, Thalia mendengus kesal.
Ace tampak lebih tenang saat naik pesawat karena memang bukan penerbangan pertamanya. Ia sudah terbiasa dan lebih menikmatinya sebelum kembali ke dunia asalnya. Dalam hati, ia bertekad ingin membuat pesawat agar perjalanannya tidak terganggu dan memakan waktu banyak. Sepertinya Ace bisa melakukan kemajuan besar-besaran secara ilmu pengetahuan dan teknologi. Senyumnya mengembang, ia tidak sabar untuk melakukannya..
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEAUTIFUL EYES
Fantasy2nd book of "I Want You" Status : Ongoing ***** Bagaimana jika karakter novel bisa melintasi perbedaan dimensi dan hadir dalam kehidupan nyata seorang Thalia Navgra? Berawal dari jiwanya yang tersesat dan Male Antagonis dapat meraih masa kejayaannya...