64

1.5K 162 16
                                    

Jollene impulsif mencari pelampiasan dengan mengikuti naluri rasa sakitnya. Ia mengecup bibir Ace. Kedua matanya terpejam-ia menikmatinya, meskipun Jollene tahu Ace tidak akan membalas ciumannya-sama sekali.

Kedua iris gelap Thalia melebar, ia menggertakkan gigi hingga rahangnya berkedut, kedua tangan Thalia refleks mengepal erat hingga buku-buku jarinya menonjol. Api amarahnya pun tersulut akibat melihat ulah sepupunya sendiri. Insting menyuruhnya untuk masuk dan melempar wanita tak tahu diri itu jauh-jauh dari Ace. Thalia membuka lebar pintur ruangan tersebut.

"Akh-" Tubuh Jollene terpelanting jauh kebelakang membentur tumpukan meja-kursi yang tidak terpakai dan berakhir menghantam lantai dengan keras. Jollene terbatuk dan mengeluarkan darah dari sudut bibirnya. Ia merasakan sekujur tubuhnya remuk seketika.

Sontak Thalia mematung, mulutnya terbuka karena terkejut. Ia beralih menatap sosok pria yang sudah berdiri dengan kedua iris merah berkilatnya, Ace kini diselimuti aura mencekam, tatapan tajam itu hanya fokus melihat Jollene.

Saat Ace berniat untuk melanjutkan aksinya, mendadak Thalia memutuskan berlari kearah Ace untuk mencegah pria itu berbuat lebih jauh. Amarah dihati Thalia yang sempat tersulut hilang seketika tergantikan oleh rasa khawatir.

'Gawat kalau Ace kelepasan, hukum disini berbeda dengan dunia dia berasal. Bisa terkena masalah dia jika Jollene sampai tewas.' batin Thalia cemas.

"Tunggu-" Thalia bergegas meraih lengan Ace. Tapi, pria itu melesat dengan cepatnya, ia menggunakan teleportasi.

Tangan kekarnya kini mencengkram leher Jollene. Wanita itu terbatuk-batuk karena kesulitan bernafas. Kedua tangan Jollene refleks memegang tangan Ace yang mencengkramnya kuat, tubuh Jollene perlahan terangkat. Kedua iris gelap Jollene bergetar dan menatap nanar sosok yang berbeda. Bukan lagi sosok Arche yang ia kenal, melainkan sosok asing dengan kedua iris matanya yang merah berkilat seperti darah menatap penuh aura membunuh.

"Le-pas." Rintihnya disela-sela ia berusaha mengambil nafas. Cengkraman Ace semakin mengerat, Jollene merasa sesak dan tubuhnya mulai lemas.

Thalia menarik tangan Ace, ia berusaha melepas cengkraman pria itu. "Ace, sadar. Kamu bisa membunuhnya!" Seru Thalia panik.

Ia berusaha menarik tangan Ace. Tapi, Ace tak bergeming. Thalia berdecak kesal. Berakhir Thalia mencoba menarik perhatiannya dengan mendaratkan sebuah tendangan ke bahu Ace yang bebas.

'Berhasil!' serunya dalam hati.

"Ugh." Keadaan Jollene semakin terjepit. Cengkraman itu semakin erat hingga mencekik leher wanita itu. Thalia tidak gentar. Ia kembali menyerang Ace. "Sadar, Ace!" Serunya.

Thalia mendaratkan berbagai pukulan dan tendangan, hingga tangannya berhasil dihentikan oleh pria yang sudah kesetanan itu.

Ace menatap Thalia tajam, ia mendorongnya menjauh, Thalia mendesis akibat tubuhnya menghantam lemari yang terbuat dari besi. Ia tidak menyangka jika Ace marah, siapapun tidak bisa mengendalikannya.

"Andai aku ada sihir seperti dulu, aku tidak akan kerepotan begini." Ujar Thalia kesal.

Kesempatan terakhir, Thalia memutuskan melakukan hal ekstrim. Sekuat tenaga, ia mengumpulkan kekuatan pada kaki.

"Maaf ya, Ace" Gumamnya.

Thalia mengambil kuda-kuda, ia fokus melihat kearah kepala, tinggi Ace membuat Thalia harus mengeluarkan tenaganya, segera ia melangkah sesuai ritme, Thalia memutar badanya 360 derajat dan sedikit melayang, ia melepaskan kekuatan penuh pada kakinya untuk menendang.

Suara keras tumbukan antara kaki Thalia dan kepala Ace terdengar akibat teknik 360 round kick taekwondo-nya.

Ace terhuyung kesamping. Cekikan Jollene sukses terlepas, wanita itu jatuh tidak berdaya dan terbatuk-batuk saat menghirup rakus udara untuk mengisi pasokan oksigen ke paru-parunya.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang