07

2.5K 327 33
                                    

Ace menyerap mana alam sebanyak yang ia mampu. Nyali Ramosa kian menciut seiring ia merasakan tekanan besar yang dihasilkan oleh lawan bertarungnya tersebut. Terlebih lagi, iris mata merahnya berkilat seakan siap menerkam Ramosa hidup-hidup.

"Lepaskan aku!" Pinta Ramosa dengan penuh usaha-cemas dan panik tergambar jelas diraut wajahnya. Cekikan Ace sangat erat hingga menimbulkan bekas kemerahan pada leher mulusnya dan membuat Ramosa kesulitan bernafas.

Ace menekan tubuh Ramosa hingga gadis itu jatuh berlutut, kedua tangannya memegangi tangan kekar milik Ace dan berkali-kali memukulnya berusaha untuk melepaskan diri. Usaha Ramosa sia-sia belaka, tenaga dan energi Ace lebih besar darinya.

Telapak tangan Ace meraup seluruh wajah Ramosa. Di sela-sela jari Ace, kedua mata Ramosa melotot sempurna, sorot matanya nampak kesakitan. Akan tetapi, ia tidak dapat berteriak. Kekuatan besar milik Ace memaksa masuk kedalam tubuhnya. Ramosa merasakan rasa sakit menjalar dan menggerogotinya perlahan, dari ujang kepala hingga ujung kakinya. Ramosa bergerak tidak beraturan, kedua tangannya berusaha melepaskan diri dari cengkraman Ace yang sudah membelenggunya dengan sihir hitamnya.

Ace tersenyum tipis, ia melepaskan telapak tangannya dari wajah Ramosa seakan ia menarik sesuatu dari dalam tubuh gadis itu. Benar saja, jiwa gadis malang tersebut tertarik dan terlepas dari tubuhnya secara paksa. Tubuh Ramosa mengejang hebat didepan Ace.

"Siapa yang menyangka, kuncinya akan datang sendiri kepadaku tanpa kepayahan aku mencarinya." Gumam Ace sedikit kesal ternyata ia membutuhkan jiwa sebagai tumbal untuk mencapai keinginannya. "Apa bedanya aku dengan dia?" Ace kembali terkekeh saat ia teringat umpatan sihir kelas teri pada Ramosa.

Sinar keemasan muncul dari ujung kaki Ramosa, perlahan menjalar keatas. Raga gadis perlahan hancur dan berubah menjadi kepingan emas seperti abu keemasan beterbangan mengelilingi tubuh Ace.

Netra merahnya menatap jiwa murni milik Ramosa, sejenak ia menatap gerhana bulan yang sudah menelan seperempat cahaya bulan. Ace kembali merapalkan mantra sesuai yang diajarkan makhluk mitologi didalam tubuhnya.

Jiwa murni milik Ramosa perlahan melayang kemudian melesat menjauhi Ace diikuti oleh butiran abu keemasan mengekori dibelakangnya.

Pemilik netra merah segera mengikuti kemana perginya jiwa tersebut. "Setidaknya, aku berterima kasih, kamu sudah membantuku meskipun dengan keterpaksaan." Ucap Ace sambil memacu laju kudanya berlari kencang.

Sinar keemasan indah melesat menuju pohon yang diinginkan oleh Ace. Seperti sebuah komet berekor yang melintas-itulah pemandangan yang Ace lihat saat ini.

Dari kejauhan, jiwa murni menghantam ketanah. Dan menimbulkan sebuah ledakan cukup besar. Ace kembali memacu kudanya untuk mendekati tempat tersebut. Kedua matanya melebar sempurna melihat sebuah pohon besar dengan kilauan sinar keemasan yang berasal dari Ramosa-gadis yang ia korbankan sebagai tumbal.

Ace segera turun dari kudanya, perlahan ia mengelus lembut surai panjang milik kuda hitam kesayangannya. "Jaga dirimu baik-baik. Setelah aku berhasil membawanya kembali, maka aku akan menjemputmu." Sahutnya berbicara kepada kuda yang selalu setia menemani kemanapun tuannya pergi.

Ace menjentikkan jarinya, sepersekian detik kuda tersebut menghilang berpindah dimensi dimana Ace rasa aman untuk kehidupan kudanya.

Lunar eclipse sudah setengah berjalan, Ace tidak akan membuang-buang waktu lagi. Ia bermeditasi didepan pohon yang memiliki lubang seperti sebuah pintu tepat ditengah-tengah batangnya. Ace meraih inti jiwa korbannya, pikirannya berfokus kesatu titik.

Ace melukai sedikit telapak tangannya dengan belati kecil yang tersimpan dibalik bajunya, setetes darah ia gunakan sebagai penyempurna. Jiwa murni melebur menjadi satu dengan tetesan darah yang ia gunakan.

Lingkaran sihir berwarna merah keemasan pun muncul melebar mengelilingi Ace dan pohon yang memiliki batang berukuran besar tersebut. Lunar Eclipse menelan cahaya secara sempurna, perlahan dari arah lubang pohon muncul sinar kuning keunguan bergerak memutar kearah dalam pohon. Ace menatapnya seakan lubang tersebut bersiap menghisapnya masuk kedalamnya.

Sedikit terbesit kekhawatiran, apakah ia akan melintasi dimensi waktu dengan tepat. Ace kembali mengingat-ingat ritual yang ia lakukan sudah sesuai dengan aturannya.

"Baiklah, mari kita coba." Ucap Ace mantap. Ia mengambil perlengkapannya dan memastikan kembali tidak ada yang tertinggal.

Dengan langkah penuh keyakinan, Ace memasuki portal antar dimensi waktu yang telah terbuka, bersamaan dengan berakhirnya gerhana bulan perlahan sinar kuning keunguan pun ikut memudar dan portal pun menutup sempurna.

***___***

Suara kicauan burung serta gesekan dedaunan akibat hembusan angin membuat suasana hutan tampak syahdu. Sepasang kaki melangkah keluar dari sebuah pohon tua, penampakan pohon sangat berbeda dengan pohon diawal ia temukan untuk melintasi perbedaan waktu.

Ace menoleh kebelakang, mengamati pohon tempat ia keluar dari lorong yang penuh keajaiban. Pohon yang memiliki batang berdiameter cukup besar, meliuk-liuk menjuang tinggi dengan rimbunan dedaunan membuat sekitarnya teduh, belum lagi banyak akar-akar gantung mengelilingi sepenuhnya pohon besar tersebut. Lengkap dengan sebuah lubang memanjang yang menjadi tempat dimana Ace keluar setelah melawan hukum alam.

Telapak tangan Ace menyentuh pohon tersebut, kedua matanya kembali berkilat kemerahan. Ia mengalirkan sedikit sihir penanda, agar memudahkannya kembali sewaktu-waktu tanpa tersesat sedikitpun.

"Aku akan memeriksanya terlebih dahulu." Ujar Ace sesaat setelah ia selesai menandai pohon keramatnya.

Ia melangkah menjelajahi hutan yang sangat lebat itu untuk mencari sebuah sungai. Ace berniat mencari beberapa ikan atau ia akan berburu sembari mencari tahu ia sekarang berada dimana.

Ace menatap keatas untuk melihat sekilas dunia ia berada, pagi atau malam. Ia hampir tidak bisa memprediksi karena cahaya dari sinar matahari hampir tidak bisa menembus hutan tersebut.

"Hutan ini benar-benar rindang. Berbeda jauh saat aku masih berada di hutan sabana." Ucap Ace sedikit kecewa tidak bisa melihat waktu.

Pria pemilik netra merah memutuskan untuk mencari letak sungai saja. Setidaknya jika ia melihat sungai, maka ia dapat melihat waktu.

Ace terus melangkahkan kakinya, mencari pijakan yang datar untuk terus melangkah berusaha keluar dari dalam hutan. Tidak jauh dari lokasi ia muncul, Ace menemukan sungai cukup lebar dengan arus cukup deras menyambut kedatangannya. Kedua matanya otomatis melihat keatas, sinar matahari tidak bersinar sudah condong kearah barat, menandakan malam akan segera datang.

Ace tidak buru-buru menceburkan diri ke sungai, ia lebih memilih untuk mencari bebatuan berbentuk datar-ingin segera melakukan meditasi sejenak untuk melacak keberadaan serpihan jiwa miliknya.

Ia mengedarkan pandangannya dan tatapannya jatuh pada batu besar yang terletak di sisi sebrang sungai. Terpaksa Ace harus menyebrangi sungai tersebut. Ia memiliki kaki yang panjang, sehingga tidak menyulitkan dirinya untuk melompati beberapa bebatuan.

Ace meletakkan perbekalannya disamping batu besar tersebut, ia melompat menaiki batu datar tersebut dan mulai duduk bersila untuk meditasi. Kedua matanya terpejam dan ia menfokuskan pusat pikirannya. Ia tidak mendapatkan gambaran apapun dan tidak merasakan keberadaan serpihan jiwanya sama sekali.

"Aku tersesat." Gumam Ace seusai ia melakukan meditasi.

Ace menghela nafas panjang, "Lantas aku ada dimana? Dan bagaimana aku bisa tahu kapan gerhana kembali terjadi?" Tanya Ace pada dirinya sendiri.

Ia tidak bisa berpikir karena keadaan perutnya yang kosong. Pria itu menghentikan pertanyaan yang berputar-putar diotaknya dan memutuskan untuk mencari beberapa ikan dan membakarnya. Setidaknya perutnya bisa sedikit kenyang dan ia dapat berpikir kembali untuk mencari jalan keluar.

🌹🌹🌹

Sabar sabar...
😅😅
Genrenya Time Traveler cenderung Petualangan.. Jadi jalan-jalan dulu sebelum ketemu sama sang Belahan Jiwa... 😅😅😁

Salam Manis dariku

Ning Sri 😘

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang