Jollene menatap lekat-lekat pantulan dirinya dicermin. Ia merasakan panas diwajahnya—dugaannya benar, hatinya sedang tidak baik-baik saja, ia tersipu dan mendadak berdebar hanya dengan menatap senyum tipis milik pria asing itu.
'Ada apa denganku?' batin Jollene.
Wanita itu berkali-kali menepuk-nepuk wajahnya agar pikirannya kembali waras. Kelemahannya, ia tidak bisa menutupi rasa sukanya jika sudah terlanjur jatuh hati. Oleh sebab itu, Jollene terkenal dengan perangai jutek dan judes kala berhadapan dengan laki-laki—ia tahu hatinya tidak sekuat wanita lain yang memiliki banyak teman lelaki ataupun kekasih. Dengan kata lain, Jollene akan meraih hati pria itu apapun caranya.
"Aku tahu pria itu ganteng dan sedikit misterius— tidak.. tidak.. ganteng kalau dingin dan jutek buat apa. Tapi, kenapa setiap sisi manisnya muncul, aku seperti orang bego dan rasanya seperti ketarik sebuah magnet." Jollene kembali berdebar teringat kehangatan pria itu saat merengkuhnya erat. Wajahnya kembali memerah.
"Argh—aku bisa gila." Jollene mengusap-usap wajahnya kasar—ia frustasi saat menyadari bahwa hatinya sudah tertarik pada pria yang baru dikenalnya itu.
Suara ketukan pintu membuat wanita manis itu terjingkat kaget. "Len, masih lama dikamar mandi?" Sahut Selly dengan suaranya yang keras.
"Tunggu sebentar lagi," jawab Jollene menatap kembali kearah cermin.
"Buruan,Len. Perutku tidak nyaman ini." Ucapnya sedikit halus, Selly sadar ia tidak hanya berdua dengan Jollene maka Selly menekan kuat sisi brutalnya saat berhadapan dengan Jollene.
***___***
Kakek Fariz datang bersama bodyguard-nya, wajah keriputnya kentara dengan sorot kekhawatiran. "Bagaimana kamu bisa kecelakaan, nak?" Tanya kakek Fariz panik, "Apa lukanya parah?" Sambungnya sambil mengedarkan pandangannya, memindai luka ditubuh Ace.
"Jangan khawatir, kakek. Lukanya tidak parah, aku masih bisa beraktivitas meskipun sedikit tidak nyaman." Jawab Ace menenangkan kakeknya.
Raut wajah kakek Fariz berubah datar, "Siapa yang berani membuatmu terluka seperti ini?" Sahutnya membuat Jollene sedikit terjingkat karena tersindir, keringat dingin keluar dari tubuhnya—sudut bibir Ace tertarik keatas, ia berusaha menahan tawanya melihat reaksi ketakutan dari Jollene.
Perlahan, wanita itu mendekati tempat tidur Ace. "Maafkan saya, kek. Ini semua karena salah saya yang ceroboh waktu itu. Tapi, saya janji akan bertanggung jawab sampai tuan Arche sembuh." Jelas Jollene dengan wajah tertunduk.
Lirikan penuh intimidasi seakan bersiap menerkam Jollene bulat-bulat. "Apa perkataanmu bisa dipercaya kalau kamu mau bertanggung jawab sampai cucuku sembuh?" Sahutnya menelisik.
Jollene menganggukkan kepalanya ribut, "Tentu saja, kek. Sekali lagi maafkan kecerobohanku."
"Kalau begitu, temani cucuku sampai ia sembuh. Dengan begitu, aku percaya dengan apa yang kamu bilang 'bertanggung jawab'." Ucap kakek Fariz penuh penekanan. Ace mematung sedangkan Jollene terdiam terkejut.
"Tidak perlu seperti itu, kek. Aku bisa sendiri." Bantah Ace menolak.
Kakek Fariz menghela nafas panjang, "Tapi lihatlah kakimu."
"Cukup, kakek. Jangan mempersulit orang lain. Apakah kakek lupa siapa aku?" Ucap Ace dengan nada penuh penekanan. Keheningan terjadi membuat Jollene memilih diam dan tidak terlibat—hatinya tersentil ketika Ace menolak bantuan darinya.
"Jangan membantah, nak!" Tegas kakek Fariz. "Dan kamu, nona. Apakah permintaanku memberatkanmu?" Tanya kakek Fariz tiba-tiba membuat Jollene tidak fokus.
"I—itu, sebenarnya saya masih ada pelatihan di rumah sakit ini tiga hari lagi selesai. Setelah itu, mungkin minggu depan saya akan pulang kembali ke Jakarta, tuan." Papar Jollene.
"Kamu berasal dari Indonesia?" Tanya kakek Fariz sedikit terkejut. Ace awalnya tak acuh, diam-diam memperhatikan percakapan keduanya. Ia tertarik setelah mendengar kata Indonesia.
Jollene mengangguk. "Benar, tuan. Saya orang Jakarta. Saya disini sudah hampir satu bulan untuk memenuhi undangan pelatihan rumah sakit."
Kakek Fariz berpikir sejenak, "Berarti kurang satu minggu lagi kamu kembali ke Jakarta?" Tanya kakek Fariz sontak diangguki Jollene sebagai jawaban. "Kalau begitu, selesai pelatihan nanti, kamu harus merawat cucuku!" Putus kakek Fariz tanpa mendengar pendapat Ace.
Ace memijit pangkal hidungnya, ia takjub karena kakek Fariz berani membuat keputusan sepihak tanpa mendengar pendapatnya sama sekali. Tapi, Ace tidak keberatan, dua fakta yang ia tahu. Jollene berasal dari Indonesia dan wanita itu juga memiliki aura mirip dengan Thalia. Ace akan mencari tahu dengan mengikuti dan membiarkan Jollene terus berada disampingnya.
***___***
Sore itu Ace pulang setelah diperiksa oleh dokter Wenny. Proses penyembuhan kaki Ace menunjukkan peningkatan signifikan, hingga membuat dokter Wenny sedikit tercengang. Tidak ada alasan untuk menahan Ace dirawat lebih lama, hari itu juga Ace diperbolehkan pulang dan dapat menjalani aktivitasnya setelah kontrol ulang satu minggu lagi.
Jollene dengan telaten membantu Ace layaknya dokter kepada pasiennya. Ace juga tidak menolak menerima tindakan yang diberikan oleh Jollene kepadanya. Saat malam tiba dan semua sudah beristirahat, Ace tenggelam dalam meditasinya untuk menyerap mana alam dan melakukan penyembuhan pada dirinya. Hanya dalam waktu empat hari, Ace bisa berjalan dengan sempurna.
Jollene melakukan pemeriksaan sekilas pada kaki Ace, bengkak sudah tidak ada, nyeri tekan juga sudah menghilang. "Coba gerakan kaki kirimu, tuan Arche!" Pinta Jollene.
"Panggil nama saja, sudah lama kita berinteraksi, kan?" Tanya Ace.
"Maaf, Arche." Sahut Jollene cepat. Ace tersenyum tjpis.
Setelah itu, ia mematuhi permintaan Jollene, menggerak-gerakkan kakinya sesuai arahan wanita itu. Jollene mengamati pergerakan yang dilakukan Ace lekat-lekat.
"Bagus dan normal semua." Ucap Jollene senang. "Besok kita akan kontrol ke dokter Wenny. Meskipun ini terlalu cepat dari perkiraan setidaknya kita bisa tahu kondisimu lebih detail lagi." Ucap Jollene.
"Bagaimana dengan pelatihanmu?" Tanya Ace, ia tahu Jollene itu wanita sibuk. Tapi, demi sebuah tanggung jawab, ia memilih untuk bolak-balik rumah sakit ke kediaman kakek Fariz ganya untuk memantau kondisi Ace.
Jollene juga tidak keberatan melakukannya. Sejak awal, wanita itu memang senang menerima perintah kakek Fariz. Sebab, Jollene akan sangat leluasa mendekati dan mengenal pria raksasa itu lebih dalam lagi—apalagi perangai Ace sudah tidak sedingin dan sejutek awal mereka bertemu. Ace lebih kalem dan terkadang menaruh perhatian kepada dirinya.
"Aku akan pulang setelah memeriksa kondisimu. Karena aku harus mempersiapkan berkasku untuk kegiatanku besok pagi, sekalian untuk mengantarmu check up ke rumah sakit juga." Papar Jollene yang sudah mengenakkan blazzer-nya.
"Baiklah," jawab Ace singkat. Ia beranjak meninggalkan Jollene yang masib berkutat membereskan perlengkapannya.
Setelah Jollene yakin tidak ada yang tertinggal, ia segera beranjak ke ruang tamu. Disana, Ace sudah menunggu dengan mobil hitamnya.
"Ayo, aku akan mengantarmu!" Ajak Ace membuat Jollene terkesima.
"Kamu baru sembuh. Jangan mengendarai mobil dulu, kamu belum check-up, Arche!" Larang Jollene dengan nada tegasnya.
Ace segera meraih jemari lentik Jollene dan menariknya untuk masuk ke dalam mobil. Jollene hanya menurut, gagal ia memberontak karena pria menjulang tinggi itu memiliki tenaga yang tidak mampu ia lawan. "Aku akan pelan-pelan dan hati-hati."
Jollene berdecak kesal, "Bebal sekali."
Ace tertawa pelan, ia segera memasuki mobil dan memacu kuda hitamnya meninggalkan kediamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEAUTIFUL EYES
Fantasy2nd book of "I Want You" Status : Ongoing ***** Bagaimana jika karakter novel bisa melintasi perbedaan dimensi dan hadir dalam kehidupan nyata seorang Thalia Navgra? Berawal dari jiwanya yang tersesat dan Male Antagonis dapat meraih masa kejayaannya...