81

769 111 13
                                    

Arche berjalan menyusuri lorong kampus dengan menenteng tas dan beberapa bingkisan seminar. Ia mempercepat langkahnya menuju kantin dimana Ace sudah menunggunya di sana. Sepanjang perjalanan, ia disapa oleh mahasiswa yang memang menaruh rasa tertarik padanya, hanya saja mereka tahu batasan karena tahu ia telah menikah.

Pengecualian untuk hari ini, sebagian dari mereka sedikit lebih berani saat Ace datang menemaninya. Benar dugaannya, dibangku kantin paling pojok Ace sudah duduk ditemani beberapa mahasiswi cantik. Melihat ekspresi Ace tampak tertekan membuat Arche merasa bersalah telah mengajaknya.

"Maaf lama menunggu." Sahut Arche membuat semua atensi terlempar kearahnya.

"Ayo pulang." Ajak Ace tiba-tiba berdiri dan meninggalkan kantin tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

Arche mendapatkan banyak tatapan kecewa dari para penggemar baru Ace, senyum canggung terbit dari bibir Arceh. "Maaf ya, kita berdua pergi dulu. Sepertinya dia buru-buru."

Tanpa menunggu jawaban, Arche mengejar Ace yang sudah jauh jaraknya. "Kamu sudah makan?" Tanya Arche setelah berhasil menyusul Ace.

Iris coklat gelap itu melirik Arche sejenak, ia kembali berjalan hingga ke parkiran mobil. Arche tahu, mood Ace telah rusak karena dirinya. Ia berniat meminta maaf dengan mengajaknya makan diluar terlebih dahulu.

Setelah keduanya masuk mobil, Ace segera memacu mobilnya meninggalkan kawasan kampus.

***___***

"Gantengnya ponakan tante, uh gemes," Thalia mencoba ngudang si bayi mungil yang kini ada didalam gendongannya. Kedua mata berbinar milik sang bayi menatap Thalia dengan antusias, sesekali bibirnya senantiasa tersenyum membuat kedua pipinya semakin menggembung gemoy menggemaskan karena tertarik dengan tingkah polah Thalia—sedangkan, Thalia makin girang saat ia berhasil membuat si bayi tersenyum. Prameswari melakukan kegiatan rutinnya melipat baju-baju Brawijaya ikut tertawa melihat Thalia.

Istri Arche melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 17.00, sebelah alisnya terangkat karena suami dan Ace belum kembali. Ia menghentikan aktivitasnya dan meraih ponsel diatas tempat tidurnya, ibu jari bergerak lincah menggulir layar ponsel pintarnya mencari nama suaminya. Tak lama, ia menggeser tombol hijau dan menunggu panggilannya diangkat oleh sang suami.

"Perampok!" Suara mbok Yem berteriak histeris bersamaan dengan suara berisik barang jatuh dan suara tembakan.

Thalia terkesiap beberapa detik, ia segera menyerahkan sang bayi kedalam pelukan sang ibu. "Kamu diam disini, bersembunyi lebih baik dan jangan berisik. Aku akan mengecek keadaan!" Perintah Thalia dengan nada penuh penekanan.

Prameswari mengangguk dan mengendong Brawijaya, kedua kakinya lemas, tubuhnya bergetar takut. "Jangan pergi, tolong!" Cegahnya karena takut dan cemas ditinggal oleh Thalia.

"Tenanglah, aku akan segera kembali. Ingat, jangan keluar sebelum aku kembali!" Ujarnya sambil menepuk pelan bahu Prameswari.

Kedua mata Prameswari menatap Thalia nanar, kedua air matanya hampir tumpah. Thalia segera keluar menuju ruang tamu dimana ia mendengar keributan, tak lupa ia membawa senjata tajam yang sudah ia simpan di tas hitamnya.

Dibalik dinding, Thalia mengamati kondisi ruang tengah yang sudah berantakan, ia mengkhawatirkan kondisi mbok Yem. Kedua iris mata hitamnya melihat salah satu diantara mereka masuk kamar depan. Ia tidak tahu ada berapa orang yang datang mengepung rumah berukuran sedang itu.

Thalia mengendap-ngedap dibalik sofa, ia mengintip saat dirinya sudah dekat dengan ruang tengah dan ruang tamu. Kedua iri gelapnya melebar, tangannya refleks menutup mulutnya yang terbuka. Tubuh wanita tua yang selama ini melayani dan membantu Prameswari kini tergolek tidak berdaya dilantai, darah melebar keluar dari sudut perutnya yang terkoyak senjata tajam.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang