11

2.3K 302 41
                                    

Sabtu-Minggu hari tenang...
Libur update, menikmati waktu main sama Anak..

Happy Reading saja!

😘😘😘😘

Ace menebas prajurit terakhir yang memiliki tenaga sedikit berbeda dengan yang lainnya. Darah terciprat memberikan corak kemerahan disekelilingnya, tak tertinggal mata pedangnya juga berwarna kemarahan dengan darah kental menetes diujungnya.

Bahu Ace naik-turun, ia bernafas secara terburu-buru seperti seorang pelari yang sudah berlari beberapa putaran di lapangan luas dan jaraknya ratusan meter. Peluh menetes dari keningnya, matanya yang berkilat kemerahan kini berangsur-angsur menghilang. Ace kalap jika bersentuhan dengan peperangan atau pertempuran, jiwa lain seakan menguasai dirinya. Ia gila membunuh hingga menebas setiap musuh yang ada didepan matanya.

Perlahan Ace ambruk, ia jatuh terduduk. Sejujurnya, tenaganya terkuras habis, baik tenaga fisik maupun energi mana yang ada ditubuhnya. Ia seakan mengalami nasib kedua saat menolong Thalia mengambil perlengkapan dokter dengan melakukan teleportasi jarak jauhRenegades ke Orthello begitu pula sebaliknya.

Dengan cepat pria bertubuh kurus segera mendekati Ace setelah ia melihat situasi dan kondisi telah aman terkendali. Pria kurus itu menegang dan menggigil saat menyaksikan langsung pria didepan matanya ini menggila saat pertempuran terjadi. Pasukan dengan jumlah banyak, kurang lebih empat puluh pasukan dibabat habis oleh pria asing itu, catat sendirian—Ace berharap, sisa pasukan milik pangeran Wijaya bisa menghadapi beberapa pusakan musuh yang luput darinya dan berhasil lolos menyusul rombongan pangeran Wijaya. Nampak mustahil, tapi itu nyata terjadi dan pria kurus itu menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Ia hanya mengambil kesimpulan bahwa pria raksasa didepannya ini bukan orang sembarangan, pangeran Wijaya beruntung bisa mendapat perlindungan darinya.

"Tu—tuan, apa ada yang terluka?" Tanya pria kurus itu dengan nada bergetar karena takut.

Ace menatap datar pria kurus didepan, tidak lama pandangannya menggelap. Tubuh besarnya jatuh, pria itu tidak sadarkan diri.

"Waduh, ki sanak!" Seru pria kurus itu kaget ketika tubuhnya ikutan ambruk karena tidak siap menahan beban berat pria raksasa didepannya yang tak sadarkan diri, "Aduh, Le Thole. Tolong rewangi aku. Cah bagus e iki semaput! Gedhe cah bagus e, ora kuat aku lek nulungi dewe! (Aduh, adik. Tolong bantu aku. Dia pingsan! Besar badannya, tidak kuat aku kalau aku menolongnya sendiri!)" Teriaknya memanggil bantuan dari dalam ruangan.

Tak lama, muncul beberapa orang yang bersembunyi membantu pria kurus itu merawat Ace yang sudah tidak sadarkan diri.

"Bawa ke ruangannya, kita rawat disana." Ujar sang adik kebeberapa orang yang turut membantu.

Mereka takjub dengan proporsi tubuh Ace yang jarang mereka temui. Dipikiran mereka hanya satu 'Menungso raksasa e gantheng (Manusia raksasanya tampan.)'

Keesokan harinya Ace baru sadar, ia terjingkat kaget dengan posisi langsung beranjak duduk. Ace mengedarkan pandangannya dan berusaha segera mendapatkan memori ingatan terakhirnya—ia linglung sesaat.

"Pangeran Wijaya!" Panggil Ace ketika menyadari ruangan dimana ia beristirahat dalam keadaan kosong, ia hanya sendiri.

Suara derit pintu terbuka, pria kurus itu masuk sambil membawa nampan berisi air hangat setelah ia mendengar suara Ace memanggil junjungannya. Ace menatap pria itu datar.

"Monggo, tuan." Pria kurus itu mempersilahkan Ace untuk meminum minuman yang sudah ia bawa.

Ace mengangguk, tanpa banyak bicara ia mengambil dan menghabiskan minuman itu. Tenggorokannya kembali basah setelah terasa kering dan panas akibat dahaga.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang