05

2.6K 302 28
                                    

Lembaran kertas kusam dan sebuah kompas menjadi petunjuk jalan untuk perjalanan Ace. Pria itu duduk diatas batu datar. Gemuruh suara air yang mengalir menghantam bebatuan dengan berbagai ukuran membuat hatinya sedikit lebih tenang. Ace sampai diperbatasan wilayah Montana dan Sandtacarina yang berarti tujuannya menuju hutan sabana yang kering di wilayah Sandtacarina hampir tiba.

Kuda hitam Ace beristirahat menikmati air segar dan sesekali memakan rerumputan yang tumbuh rimbun. Sedangkan, pemilik iris mata merah menunggu ikan bakar yang berhasil ia tangkap matang sepenuhnya. Ace menggunakan cara yang Thalia lakukan saat membakar ikan, meskipun rasanya tak senikmat buatan tangan istrinya tapi sudah cukup untuk mengobati rasa rindunya pada wanita itu.

Tangannya terulur mengambil ikan bakar yang ia tusukkan pada ranting berukuran sedang dan tajam. Perlahan ia menyantap ikan tersebut. Gurih, manis, ada sedikit rasa alam yang masih tertinggal—tidak masalah terpenting ikan tersebut dapat mengganjal perutnya. Ace menikmati hingga ia menghabiskan 5 tusuk ikan bakar.

Melihat langit sudah sedikit berwarna jingga, Ace memutuskan untuk bermalam dihutan saja. Ia mencari lokasi untuk mendirikan sebuah pondok sederhana. Setelah itu, Ace akan membersihkan badannya dan mencuci baju yang ia kenakan. Dibalik batu besar, aliran sungai tidak terlalu deras dan memiliki kedalaman cukup untuk ia gunakan berendam. Tubuh Ace menjulang tinggi dan airnya hanya sebatas dadanya saja. Pria itu berenang dan menyelam sejenak, ia merenggangkan semua otot-ototnya yang terasa kaku.

Kepala Ace muncul dipermukaan air, ia menyibakkan rambut basahnya kebelakang—tidak terasa rambut hitamnya telah memanjang mencapai bahunya, kumis tipis membingkai wajahnya. Penampilannya sedikit jauh berbeda seperti saat ia meninggalkan istananya. Tubuh kekarnya bersandar di batu berukuran sedang, ia membiarkan aliran air mengenai tubuhnya. Kedua matanya terpejam sesaat, ia menikmati aliran air yang sedikit deras seperti sebuat pijat refleksi. Ia merilekskan kedua bahunya.

"Menyenangkan sekali." Gumamnya merasa nyaman.

Setelah puas berendam, ia segera mengenakkan pakaiannya, setelan hitam pilihannya. Ace segera menggelar pakaian basahnya beserta jubahnya, meskipun hari sudah sore setidaknya perlengkapannya sedikit kering terkena angin. Kini, ia duduk bersila diatas batu. Ia bermeditasi sejenak untuk menyerap energi positif dari alam dan beranjak tidur.

***___***

"Hutan sabana. Lokasinya sudah tidak terlalu jauh dari sini, tuan." Jawab pria yang sedang memotong kayu untuk dijual. Seorang penduduk Sandtacarina. Nada suaranya sedikit takut dan cemas karena melihat kedua matanya berwarna merah, warna mata yang langka dan baru pertama ia menjumpainya.

"Benarkah?" Tanya Ace memastikan.

Pria itu mengangguk, "Setelah tuan melewati pasar dan pemukiman penduduk. Tuan akan menemui jalan setapak, ikuti saja jalan itu maka tuan akan sampai dihutan tersebut." Paparnya.

"Terimakasih, tuan." Sahut Ace kemudian pamit melanjutkan perjalanannya.

Pria itu mengangguk dan menatap kepergiannya, tampak asing dan sedikit misterius. Ace kembali memacu kudanya untuk berlari cepat, ia ingin segera sampai di hutan sabana secepat mungkin agar ia tidak keteteran jika melakukan ritual bersamaan dengan datangnya gerhana.

"Tolong bungkus beberapa roti yang tidak terlalu manis untuk bekal perjalanan saya, tuan." Ucap Ace sesampainya ia di pasar Sandtacarina dan menjumpai toko roti yang sepi pengunjung. Ace tidak terlalu suka manis, tapi ia masih menolerir rasa roti—manis pas tidak berlebihan, karena Thalia menyukai bermacam-macam makanan manis.

"Baik, tuan." Jawab pelayan toko dengan nada ramahnya.

Pelayan toko tersebut mengambil kotak berukuran sedan dan mengambil roti sesuai pesanan pelanggannya. Ace segera membayarnya dengan 3 keping coin emas.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang