25

2.8K 348 50
                                    

Mojokerto, 16 Mei 2022

Thalia merenggangkan tubuhnya, ia merasa kualitas tidurnya buruk. Ia merasa letih dan capek. Begitu juga dengan Rio.

Hanni dan Gian menatap kompak kearah dua manusia berbeda usia itu, tatapan mereka benar-benar seperti melihat orang habis lari marathon jarak jauh.

"Apa yang terjadi pada kalian berdua?" Tanya Hanni heran menatao bergantian Rio dan Thalia.

"Jangan marahi tante cantik, ma. Rio semalam tidak bisa tidur. Udaranya panas sekali." Rio berusaha menjelaskan, ia menubrukkan tubuhnya kearah Hanni.

Gemas, Hanni mengangkat tubuh Rio dan menggendongnya. "Kamu tidak berbuat nakal, kan?" Tanya Hanni sontak mendapatkan gelengan kepala Rio.

"Tidak, tante. Rio sama sekali tidak nakal. Hanya saja, memang kami berdua sama-sama tidak bisa tidur karena kegerahan." Jelas Thalia meyakinkan Hanni.

"Apa kipasnya mati? Atau kotor?" Tanya Hanni, Rio hanya mengangkat bahunya. "Nanti akan aku suruh papamu mengeceknya." Sambung Hanni kemudian.

"Ayo lekas bersiap-siap! Kita jalan-jalan sebelum kembali pulang ke Jakarta nanti malam." Ajak Gian penuh semangat.

"Ayo!" Jawab serentak penuh antusias.

***___***

"Dari sekian banyak destinasi wisata. Kenapa harus ke petilasan?" Tanya Thalia heran menatap Gian.

Wanita berambut sepinggang itu hanya terkekeh. "Ingin mengunjungi saja, meskipun berziarah juga tak apa-apa."

Thalia menghela nafas panjang, "Gara-gara Novel The Beautiful Eyes makanya jadi kecantol dan terbawa sampai dunia nyata."

Gian mengangguk, "Aku tidak membantah, memang sebagus itu ceritanya. Mau aku ceritain?" Tawar Gian.

Thalia menggeleng ribut. "Tidak! Please jangan, yah!" Jawab Thalia dengan nada panik-ia masih trauma jika sewaktu-waktu jiwanya kembali traveling tanpa aba-aba setelah mendengar cerita yang meluncur dari mulut sahabat karibnya itu.

Gian terkekeh. "Panik amat, Tha! Segitu tidak sukanya sama novel ya."

"Bukannya tidak suka. Hanya saja jangan sekarang, aku tidak mood mendengarnya. Tapi, terima kasih sudah repot-repot menawarkan untuk mendongeng." Bantahnya kemudian menghela nafas panjang.

Thalia mengedarkan pandangannya, bangunan petilasan berukuran 15 x 15 meter persegi itu amat sangat teduh, terik matahari terhalangi oleh pohon besar bernama pohon kesambi yang memayungi bangunan tersebut. Disekeliling batang pohon yang berukuran besar itu, terdapat kain yang melilitnya, kain pertama bercorak monokrom seperti kain khas Bali dan diatasnya kain bewarna kuning.

Tampak beberapa pengunjung juga menikmati keindahan dan ketenangan diarea makam raja pertama majapahit tersebut.

"Ayo masuk!" Ajak Gian sambil menarik tangan Thalia.

Kedua gadis cantik itu melangkah menaiki tangga disalah satu sisi untuk memasuki sebuah pintu yang memang dibuka untuk pengunjung guna melihat bagian dalam bangunan.

Thalia melangkahkan kakinya perlahan, ia memasuki area yang tampak seperti sebuah makam. Sekeliling makam, dinding batas bangunan yang memisahkan makam dan area luar makam terdapat kain penutup berwarna senada bendera nasional, kain itu membentang mengelilingi dan menutupi dinding bangunannya.

Thalia berdiri di tengah-tengah makam, kemudian ia duduk bersimpuh dalam hati mengucapkan salam dan berdo'a sesuai adab dan keyakinan saat berziarah disuatu tempat yang keramat dan sakral.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang