51

1.3K 169 14
                                    

"Ruang VVIP A-1 berada dilantai 3, nyonya. Setelah keluar dari lift Anda berjalan lurus saja, saat melewati ruang Neonatus baru belok ke kanan." Jelas karyawan staf yang menjaga bagian informasi dan frontline.

Nizzy tersenyum. "Terima kasih."

Karyawan itu menganggukkan kepalanya. "Sama-sama, nyonya."

Nizzy segera bergegas menuju lift, ia akan kelantai 3 menuju ruang VVIP A-1 dimana disana seseorang yang sudah ia anggap keluarga sendiri baru saja melahirkan. Prameswari. Nizzy sangat mengenal wanita itu apalagi Devita—ibunda Prameswari. Mereka sangatlah akrab.

Malam hari, Devita dengan perasaan senang mengabari Nizzy, bahwa putrinya telah melahirkan anak keduanya. Anak pertama berada dirumah bersama sang kakek dan babysitter-nya.

Nizzy menenteng beberapa buah tangan untuk sang ibu dan anak bayinya. Saat ia sampai didepan ruang neonatus, tergelitik hatinya untuk melihat bayi-bayi mungil yang ada didalam inkubator.

Kedua mata Nizzy mengedar untuk mencari box inkubator dengan nama Prameswari.

"Lucunya." Puji Nizzy, kedua kakinya mendekat kearah inkubator berada. Bayi kecil tidur menyamping, ia hanya memakai pampers, dan tampak pelindung mata masih terpasang dikepalanya.

'Apakah bayinya Prameswari usai menjalani terapi sinar ya?' batin Nizzy bertanya.

Muncul dokter cantik dan kalem dari dalam ruangan, ia diikuti oleh perawat yang menjaga ruangan. Wanita itu memeriksa bayinya. Nizzy terperangah saat dokter cantik itu dengan mudahnya menggendong sang bayi.

Nizzy terpaku pada tanda dipunggung bayi sebelah kiri. Nampak seperti tanda lahir berbentukseperti bulan sabit tertutup awan atau sayap, Nizzy tidak jelas melihatnya.

"Tanda lahirnya unik." Ujar Nizzy tersenyum.

Sang dokter cantik seperti memberi perintah kemudian ia kembali masuk kedalam ruangan. Perawat segera menggendong bayi tersebut dan menaruhnya diatas meja beralaskan matras empuk dan lembut. Gerakannya cepat, dan lugas. Perawat itu memakaikan kembali pakaian bayi dan melepas pelindung mata milik bayi itu.

Nizzy kembali melangkahkan kakinya menuju kamar VVIP A-1. Refleks. Nizzy kembali berbalik arah dan menyembunyikan dirinya. Dibalik dinding, Nizzy kembali mengintip dengan hati-hati. Dokter cantik dan kalem bersama pria yang ia kenal, Nirwana. Mulut Nizzy terbuka karena terperangah, sontak jemarinya menutup mulutnya sendiri. Kedua manusia berbeda gender tersebut sedang bertengkar.

Bukan ibu Thalia, jika Nizzy tidak terbakar rasa penasaran. Hatinya tergelitik untuk mengikuti kedua pasangan itu pergi. Nirwana tampak menyeret paksa dokter cantik tersebut. Pria itu menggiring sang dokter menuju ruangan sepi agar privasi mereka terjaga.

Nizzy mengikuti mereka, jaraknya tidak begitu jauh. Ia melihat ada mesin penjual minuman otomatis, kedua kakinya segera berlari dan bersembunyi dibaliknya. Indra pendengarannya jelas sekali menangkap suara perdebatan diantara mereka. Nizzy kembali mengintip, ia melihat ekspresi sedih nampak jelas diwajah dokter cantik, sangat berbeda dengan ekspresi Nirwana yang nampak frustasi.

"Berhenti untuk mengikutiku, mencampuri urusanku. Karena aku tidak menyukainya." Seru Nirwana.

"Aku berhak melakukannya, Nir. Ingat kamu itu sudah bertunangan denganku." Kesal dokter cantik.

"Tapi, aku tidak menghendaki ini semua, Mel. Aku tidak sedikit pun memiliki perasaan padamu, Amelya." Geram Nirwana. "Aku ingin segera mengakhiri semuanya sebelum terlambat. Aku mohon, kita gagalkan perjodohan ini, Mel. Aku benar-benar minta maaf, aku tidak bisa melakukannya. Perjodohan ini, semua ini kehendak kedua orang tua kita." Sambungnya dengan nada penuh penekanan.

"Kenapa kamu berubah, Nir. Kamu dulu tidak seperti ini." Amelya nampak frustasi. "Apakah kamu berubah karena wanita itu? Wanita yang selama ini menjadi pasienmu? Wanita yang hampir meninggal karena kecelakaan itu?" Cecarnya kecewa.

"Jangan bawa-bawa Thalia didalam masalah kita, Mel." Sanggahnya membuat Amelya terdiam.

Nizzy membeku ditempat, seluruh indra dalam tubuhnya membeku dalam beberapa menit mendengar perdebatan terjadi tak jauh darinya.

"Nyatanya memang dia membuat hatimu berubah kepadaku." Sindirnya tajam. "Kita sudah bertunangan jauh sebelum kamu mengenal dekat Thalia. Aku tidak peduli dengan perasaanmu yang berubah akibat rasa suka sesaatmu itu. Kamu itu laki-laki yang sudah memiliki tunangan. Senang atau tidak, suka atau sedih, kamu harus bangun dari kenyataan bahwa akulah tunanganmu, bukan Thalia wanita yang tiba-tiba hadir dalam kehidupanmu dan merubah perasaanmu." Semburnya pada Nirwana.

Nirwana memijat pelipisnya. "Seharusnya aku tidak menghadiri malam pertunangan waktu itu." Pria itu teringat dirinya dijebak orang tuanya dan berakhir bertunangan dengan Amelya—putri bungsu dari rekan bisnis ayahnya.

Amelya nampak jelas guratan kecewa diwajahnya. Nizzy melihat semuanya, ia tertegun dan ingatannya kembali kemasa lalu. Ia tersenyum miring teringat dirinya amat menyetujui jika Nirwana bersama Thalia tanpa ia tahu bahwa Nirwana sudah terikat dengan wanita lain. Seyakin itu Nizzy pada Nirwana, karena pria itu sudah tiga kali datang kerumahnya untuk menemui Thalia, terakhir kedatangannya saat Thalia pulang bersama kekasihnya.

"Terlepas terpaksa atau tidak. Semuanya sudah terjadi, Nir. Aku tidak akan mengakhiri pertunangan kita. Jika kamu ingin memutuskannya. Silahkan lakukan sendiri! Aku akan menerima segala keputusanmu." Cetus Amelya sontak ia pergi meninggalkan Nirwana sendiri.

"Sial!" Umpat Nirwana penuh amarah. Pria itu juga beranjak pergi meninggalkan tempat mereka.

Nizzy baru berani keluar saat keduanya telah menjauh. Kepalanya serasa berdenyut nyeri.

"Nampak sekali dokter cantik itu menyimpan rasa kepada Nirwana. Tapi, pria itu malah melirik putriku." Ketusnya kesal. "Kalau tahu begini, aku bakal batasi kedekatan mereka berdua. Atau ada untungnya juga Thalia sudah memiliki kekasih meskipun tidak jelas asal-usulnya." Sambungnya.

Ia menghela nafas panjang. "Hidupmu ruwet sekali, nak." Ujar Nizzy mengingat putrinya sendiri—Thalia.

Nizzy bertekad untuk mencari tahu latar belakang kekasih Thalia yang ia tahu pria itu bernama Arche d'Rhozellius.

Ia kembali melangkah menuju ruang VVIP A-1, tak jauh dari ruang neonatus. Sorot matanya menangkap sosok wanita yang sangat familiar. Devita berdiri melihat cucunya dan ia juga membawa beberapa bekal ditasnya.

"Jeng Devi." Panggil Nizzy sambil menepuk bahu Devita.

Wanita paruh baya itu tersentak dan menoleh kebelakang. "Jeng Nizzy. Lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu?" Sahutnya sembari saling berpelukan.

"Kabarku baik, jeng. Bagaimana denganmu?" Tanya Nizzy selepas pelukan keduanya usai.

"Kabarku juga baik, sangat baik karena aku mendapatkan seorang cucu lagi. Dia ganteng." Jawabnya. Devita menunjukkan box inkubator dimana cucunya ditidurkan. Nizzy hanya menyimak dan tertawa mendengar celotehan Devita.

"Ayo, kita keruangan. Prameswari mungkin sudah menunggu kita berdua." Ajak Devita sontak diangguki Nizzy. Keduanya berjalan beriringan sembari bercerita tentang pengalaman masing-masing.

***___***

Kedua wanita cantik itu tiba didepan pintu ruang VVIP A-1. Devita nampak kesusahan untuk membuka pintu.

"Biarkan aku membawakan satunya." Nizzy meraih tas ditangan kanan Devita.

Wanita itu tersenyum tidak enak. "Terima kasih, maafkan aku sudah merepotkanmu, jeng."

Nizzy menggelengkan kepalanya. "Jangan sungkan begitu. Aku tidak merasa kerepotan kok." Jawab Nizzy.

Devita segera mengetuk pintu ruangan. Ia membukanya dan melangkah masuk kedalam ruangan. Nizzy mengekor dari belakang.

"Ibu, tante Nizzy." Sahut Prameswari.

Seketika Nizzy kembali terkejut. Ia terperangah untuk kedua kalinya.

'Pria itu, Arche d'Rhozellius.' batin Nizzy terkejut melihat posisi Arche duduk didepan Prameswari intim.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang