Ace sedikit merasa pusing setelah melakukan perjalanan udara. Ia benar-benar dibuat takjub oleh alat transportasi dunia dimana Thalia istrinya berasal. Jollene memberikan sedikit aroma therapy untuk meredakan pusing yang dialami oleh pria itu.
"Kita ke café terlebih dahulu. Minum hangat untuk meredakan sedikit rasa pusing dan tidak nyaman diperutmu." Ujar Jollene menatap prihatin pada Ace.
Ace hanya mengangguk saja, ia mengikuti kemana Jollene pergi. Penerbangan berlangsung kurang lebih 7 jam. Sesampainya mereka di bandara Soekarno-Hatta, Jollene segera menggandeng Ace untuk mengajaknya ke café terdekat. Ia tidak bisa berhenti untuk tak khawatir kepada pria disampingnya itu.
'Apa yang terjadi padaku?' batin Jollene frustasi.
Pelayan café segera melayani pelanggan mereka yang baru datang. Ace memesan minuman hangat dan beberapa makanan untuk mengganjal perut, begitu pula dengan Jollene.
Tanpa membuang waktu, keduanya menikmati menu yang telah mereka pesan.
"Aku akan ke toilet sebentar." Ujar Ace, Jollene mengangguk sebagai jawaban.
Ia menikmati sisa menu yang tinggal sedikit itu hingga tandas, setidaknya ia merasa kenyang untuk beberapa saat. Karena ia ingin segera sampai ke rumah sakit untuk melihat sang ayah.
Dering ponsel membuat Jollene sedikit terganggu, ia mengambil ponselnya dan melihat nama panggilan yang muncul di layar ponsel pintarnya.
Jari jempolnya menggeser green icon dan terdengarlah suara berat seorang laki-laki. Jollene terpaku, keringat dingin membanjiri tubuhnya—ia merasa menggigil sekarang. Seluruh tubuhnya terasa kesemutan dan mati rasa. Saat panggilan selesai, Jollene melemparkan pandangannya kearah toilet berharap pria yang baru dikenalnya beberapa hari itu ada didepan matanya—ia butuh sandaran sekarang.
Tidak jauh, siluet pria melintas, mengarah kepintu keluar. Jollene hafal betul postur tubuh itu. Ia segera beranjak dan berlari mengejar laki-laki itu.
"Arche!" Panggilnya kemudian menubruk punggung pria itu.
Tubuh sang pria menegang samar akibat rasa terkejut. Ia sontak menoleh kearah wanita yang sudah memeluk punggungnya. "Maaf, nona."
Tangis Jollene pecah, ia melepaskan pelukannya dan menatap pria yang memang memiliki paras serupa dengan pria yang ia kenal. "Arche, ayo kita bergegas." Ia sesenggukan.
"Kamu siapa, nona?" Tanya pria itu bingung.
Kedua alis Jollene mengkerut menjadi satu, "Apa maksudmu? Ini aku Jollene, Arche. Kamu sudah selesai makan 'kan? Ayo, kita bergegas pulang." Ucap Jollene sambil memegang tangan pria itu dan menariknya.
"Nona, Anda salah orang. Memang benar namaku Arche. Tapi, maaf aku tidak mengenal Anda." Jawabnya dengan sorot mata kebingungan.
Jollene menghela nafas. "Tolong jangan bercanda denganku, tuan. Aku benar-benar dalam kondisi genting." Sahutnya sedikit memaksa.
Arche menghirup nafas panjang, ia menghempaskan tangan Jollene. "Maaf, nona. Anda salah orang. Permisi!" Tandasnya kemudian pergi meninggalkan Jollene yang mematung kaget.
"Tunggu!" Jollene sadar dari keterkejutannya, ia bersiap untuk mengejar Arche yang semakin menjauh. Tapi, tangan kanannya dicekal oleh Ace yang sudah kembali dari kamar mandi.
"Ada apa? Kenapa berteriak?" Tanya Ace menatap Jollene penuh tanda tanya, ia sadar dirinya menjadi tontontanan pelanggan lain.
Jollene kembali membeku, mulutnya melongo, dan ia menatap lekat sosok Ace yang kini berdiri didepannya. "Arche?" Panggilnya tapi dengan nada bertanya. Benaknya bingung, semuanya mirip, warna outfit yang dipakai oleh pria didepannya ini juga kebetulan sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEAUTIFUL EYES
Fantasi2nd book of "I Want You" Status : Ongoing ***** Bagaimana jika karakter novel bisa melintasi perbedaan dimensi dan hadir dalam kehidupan nyata seorang Thalia Navgra? Berawal dari jiwanya yang tersesat dan Male Antagonis dapat meraih masa kejayaannya...