63

1K 141 20
                                    

Malam itu, rasa amarah yang selalu meluap-luap dihati Nizzy mendadak sirna dan berubah menjadi rasa syukur karena Thalia bertemu dengan Ace. Ia dapat melihat kilatan api kebucinan Ace terpancar jelas dikedua mata indahnya itu.

Nizzy tidak bisa lagi mewujudkan keinginannya menjauhkan putrinya dari pria asing itu, karena kebahagiaan Thalia ada didepan matanya begitu pula sebaliknya. Hatinya sebagai ibu tersentil, ia teringat memori masa lalu ketika sang suami masih hidup.

"Nyonya Nizzy." Panggil Fariz membuat Nizzy kembali fokus pada pria itu. "Setelah mendengar dan melihat penjelasan Ace. Sekarang giliran saya ingin berbicara serius dengan Anda." Ujar Fariz serius sontak membuat Nizzy sedikit gugup.

"Apa yang ingin tuan sampaikan?" Tanya Nizzy, ia benar-benar berlaku formal pada laki-laki baru kenalnya.

"Karena Ace sudah saya angkat menjadi cucu saya, maka saya juga memiliki hak menjadi walinya, karena Ace tidak memiliki keluarga lagi selain saya disini. Jadi, saya berniat mengantarkan cucu saya untuk melamar putri nyonya Nizzy, Thalia." Ucap Fariz. "Saya berharap apa yang saya sampaikan ini tidak terlalu cepat dan semoga tidak berada diwaktu yang salah. Percayalah, nyonya. Selama saya mengenal Ace, dia pria yang baik dan bertanggung jawab. Dia juga akan lebih setia, melindungi, dan menyayangi Thalia kelak sebagai istrinya." Sambung Fariz.

Lidah Nizzy kelu, ia tidak bisa berkata-kata. Setelah ia mendapatkan sebuah fakta bahwa Ace bukan pria biasa saja, kini ia dihadapkan dengan pinangan dari pria yang sama. Hati Nizzy menjadi ragu, ia mendadak sedih dan tidak bisa membayangkan akan berjauhan dengan Thalia nantinya—meskipun mereka berdua sering tidak bersama karena tuntutan pekerjaan.

Nizzy melirik Thalia, ia melihat putrinya benar-benar tampak bahagia. Jelas sekali sorot matanya berbinar dan hampir menangis terharu.

Nizzy tidak bisa lagi bertindak egois, ia tetap menginginkan yang terbaik untuk putrinya. "Saya serahkan seluruh keputusan kepada Thalia saja, tuan. Apapun keputusannya saya akan mendukungnya dan memberikan restu agar putri saya selalu bahagia." Ucap Nizzy membuat Thalia makin berurai air mata.

"Te—terima kasih, moms." Thalia memeluk Nizzy erat.

Ace segera berdiri dari tempat duduknya, ia pindah duduk disebelah Thalia. Kedua tangan kekarnya meraih dan memegang erat tangan Thalia. Ia mengecupnya sesaat penuh dengan rasa kasih sayang.

"Sejak aku bertemu denganmu dihari itu, aku tahu kamu berbeda, ada ikatan yang menarikku untuk selalu mendekat padamu meskipun dengan raga yang berbeda. Perpisahan tidak dapat memadamkan rasa rindu dalam diriku. Menjalani detik waktu berjalan, aku selalu mengasah kemampuan diri untuk mengambil keputusan besar dalam hidupku, menentang kuasa alam tidak membuatku berhenti, karena aku ingin hidup selamanya bersamamu, Thalia Navgra." Thalia mematung, ia benar-benar tersipu mendengar kata-kata manis keluar dari mulut kekasih beda dimensinya itu.

"Apakah kamu bersedia menemaniku selamanya sebagai nyonya Thalia Ellenius?" Ucap Ace dengan tegas dan lugas.

Thalia mengangguk ribut. Ia tidak peduli seberapa parah penampilannya saat itu. "Iya, aku bersedia, Ace." Balasnya dengan senyuman paling manis terukir diwajahnya.

Tanpa terasa, cincin pernikahannya saat diraga Nathalia kini tersemat dijari manisnya. Thalia menatap haru kearah jari manis tangan kirinya.

"Selamat, nak." Ujar Fariz meneluk singkat dan menepuk punggung Ace saat pria pemilik netra merah itu selesai menyematkan cincinnya.

"Terima kasih, kek." Ujar mereka hampir bersamaan.

"Kalau begitu, kira-kira kapan rencana kalian untuk menikah?" Tanya Nizzy tiba-tiba.

"Secepatnya, nyonya. Karena saya tidak mau menunggu lama lagi." Jawab Ace penuh keyakinan, Thalia hanya menggelengkan kepalanya samar, ia merasa deja vu jika mendengar kata pernikahan.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang