65

1.1K 141 2
                                    

Dua hari Jollene dirawat. Setelah dinyatakan sembuh, ia kembali bekerja dan masuk shift pagi. Kesibukan membuatnya lupa akan nyeri disekujur tubuhnya. Setelah melakukan visite keruang neonatus, Jollene memutuskan untuk mencari keberadaan Arche. Ia melangkahkan kedua kakinya ke cleaning service room, Jollene mengintip dan mengedarkan pandangannya mencari sosok yang paling menonjol.

Kedua alisnya mengerut. 'Dia tidak ada diruangannya. Kira-kira dia kemana ya?' batin Jollene kembali mencari keruangan laundry.

Ia menemukan sosok yang ia cari sibuk menata kain linen yang telah disetrika oleh CS wanita. Ace mengembalikan kain linen tersebut ke dalam lemari sesuai dengan tempat yang tertulis.

"Apa aku menganggu?" Ace menatap dingin Jollene yang sudah berada didepan matanya. "Aku tidak akan lama karena kamu sepertinya sibuk." Sambung Jollene dengan senyum manisnya.

"Apa yang ingin kamu katakan?" Nada Ace lebih dingin dari terakhir Jollene bertemu, ia terkejut.

"Datanglah ke alamat ini, jika kamu ingin melihat buku emas itu kembali secara utuh. Setelahnya, aku tidak akan menganggumu lagi." Jollene menyerahkan lembaran kecil.

Ace mengambilnya. "Kenapa tidak menghubungiku lewat pesan saja?"

Jollene menggelengkan kepala. "Aku tidak suka, karena aku tahu kamu pasti mengabaikan pesanku." Jawabnya singkat. "Aku tahu buku itu sangat penting untukmu. Jadi, jangan abaikan aku kali ini." Sambungnya penuh penekanan.

Jollene segera berbalik dan meninggalkan Ace dengan tatapan tidak suka.

***___***

Thalia menunggu kedatangan Ace untuk pulang bersama, kebetulan jadwal dinas mereka sama. Thalia memutuskan untuk duduk dibangku yang kosong, ia sedikit lelah karena pasien masuk hari ini cukup banyak dengan berbagai kasus yang menyertai mereka.

"Thalia." Suara bariton memecah keheningan, sontak Thalia menoleh kearah sumber suara.

"Dokter Nirwana." Sahut Thalia dengan senyum datarnya.

"Apa aku mengganggu?" Tanya Nirwana.

Thalia mengedarkan pandangannya, Ace belum muncul dengan mobilnya, terpaksa Thalia harus menghadapi sejenak pria didepan matanya ini. "Tidak, dok. Saya juga menunggu kedatangan seseorang." Ujarnya.

"Menunggu Arche?" Tanya Nirwana, pria itu merasa Thalia berbicara sangat formal kepadanya.

"Iya, dok." Jawabnya singkat.

Nirwana menghela nafas panjang. "Boleh duduk disini?"

Thalia mengangguk dan mempersilahkan, ia menggeser pantatnya agar memiliki jarak sopan diantara mereka.

"Ada apa dokter Nirwana kesini?" Tanya Thalia to the point.

Nirwana sedikit ragu, kemudian ia mengeluarkan kotak bludru berwarna biru. "Semoga kamu suka."

Thalia mengangkat sebelah alisnya, ia menatap kotak tersebut dengan tatapan tanda tanya. "Apa ini, dok?"

"Bukalah!"

Thalia dengan hati-hati mengambil kotak yang telah Nirwana sodorkan, ia membukanya perlahan. Sebuah kalung cantik dengan liontin berbentuk tetesan air dan membelit berlian biru sebagai pusatnya. "Cantik. Tapi, apa maksudnya ini?"

Nirwana tersenyum penuh arti. "Hadiah untukmu karena kemarin kamu mau mendengarkan pernyataan akan perasaanku."

Kedua mata Thalia melebar sempurna, ia hampir lupa—ralat benar-benar lupa, jika Nirwana mengutarakan perasaannya beberapa hari yang lalu. Lidahnya kelu, Thalia tak bergeming.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang