Jollene:
(Aku ada dirumah karena hari ini libur)Ace menatap layar ponselnya, membaca balasan pesan singkat dari Jollene. Ia berniat untuk mengambil barang-barangnya dirumah Jollene karena ia sudah memiliki apartemen. Lagipula, ada barang yang harus ia jaga dikedua ransel miliknya itu. Ace tidak sempat membawa kedua tasnya karena situasinya memang tidak mendukung.
Me:
(Aku akan kesana untuk mengambil beberapa barangku yang tertinggal. Terima kasih dan maaf telah merepotkanmu selama ini)Ace meletakkan ponselnya dibangku penumpang sampingnya. Ia kembali menyalakan mobil hitamnya. Hari sudah sore dan Thalia kali ini mendapat giliran shift sore. Meskipun Thalia berangkat sendiri, Ace tetap mengawalnya dari belakang. Memang tipikal posesif yang tidak bisa jauh dari sang pujaan hati—beruntungnya, Thalia tidak keberatan sama sekali.
Kedua mata hazel kembali fokus menatap jalan raya dengan arus lalu lintas cukup padat—jam rawan bersamaan dengan banyaknya karyawan pencari nafkah pulang dari tempat kerjanya. Ace melajukan mobilnya pelan, sesekali ia bersiul untuk melepas rasa bosan. Saat ia mendapatkan kelonggaran jalan, Ace segera memacu mobilnya dan berbelok kearah gang kecil dimana dapat mempermudah rute perjalanannya menuju rumah Jollene.
Mi Amor:
(Hati-hati perjalanan pulangnya. Kabari aku kalau sudah sampai. Love you <3 )Senyuman diwajah rupawanya kembali terukir setelah ia membaca pesan singkat dari pujaan hatinya.
Me:
(Baiklah, tuan putri. Tapi, aku akan mampir ke rumah Jollene terlebih dahulu untuk mengambil beberapa barangku yang masih tertinggal.)Ace meletakkan kembali ponselnya, ia berharap perjalanannya untuk menjemput kembali istrinya tidak menemui banyak hambatan, ia akan melakukan apapun untuk melenyapkan orang-orang yang berani mengusik rencananya. Tak terkecuali Nizzy—ibunda Thalia. Ace bisa saja memanipulasi otak Nizzy dan membuat ingatan tentang Thalia terhapus begitu saja. Tapi, ia masih menahan diri karena Nizzy adalah keluarga satu-satunya yang Thalia miliki.
Lima belas menit berlalu, kini mobilnya telah sampai didepan rumah Jollene. Ia membuka pintu mobil dan merapikan sedikit penampilannya. Dengan langkah tanpa ragu, Ace segera memencet tombol bel yang terpasang tepat disamping pintu rumahnya.
Bunyi kunci pintu rumah terbuka, tak lama sosoknya menyembul dibalik pintu dengan senyum manis terukir diwajahnya. Ace sedikit mengangkat sebelah alisnya karena ia terpaku melihat mata Jollene sedikit sembab akibat terlalu lama menangis.
"Maaf mengganggumu, Lene. Apa kamu ada waktu sebentar?" Sahut Ace dengan senyum tipisnya.
Kedua netra kecoklatan milik Jollene menatap netra hazel sendu. "Tidak menganggu kok, pak. Justru aku senang kamu masih mengingatku." Nada suaranya bergetar seperti menahan sebuah beban berat.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Ace.
Jollene menggelengkan kepalanya. "Kamu perhatian sekali." Ujarnya senang karena Ace masih menyimpan sedikit perhatiannya pada Jollene.
"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir, pak." Jawab Jollene singkat.
Tanpa basa-basi lagi, Jollene menyilakan Ace masuk dan langsung menuju kamar tempat ia beristirahat sementara sesampainya di Indonesia.
"Kamu tinggal dimana sekarang?" Tanya Jollene sedikit penasaran.
"Aku membeli unit apartemen." Jawab Ace singkat, ia tetap mengikuti kemana Jollene melangkah.
"Begitu rupanya. Apakah jauh jaraknya dari sini?" Tanya Jollene lagi.
Ace mengira-ngira jarak yang ia tempuh. "Mungkin setengah jam perjalanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEAUTIFUL EYES
Fantasy2nd book of "I Want You" Status : Ongoing ***** Bagaimana jika karakter novel bisa melintasi perbedaan dimensi dan hadir dalam kehidupan nyata seorang Thalia Navgra? Berawal dari jiwanya yang tersesat dan Male Antagonis dapat meraih masa kejayaannya...